Minggu, 05 April 2015

BAB I NILAI MORAL PANCASILA DALAM NOVEL IKTIRAF SEKUNTUM MELATI KARYA MASHDAR ZAINAL



BAB I PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang  dan masalah
1.1.1 Latar Belakang
Nilai merupakan suatu arah bagi masyarakat dalam melakukan suatu aktivitasnya dalam berbagai kehidupan. Bergesernya makna nilai-nilai dalam kehidupan anggota-anggota masyarakat terutama di perkotaan. Masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri, berpacu dengan waktu, berlomba dengan teman untuk mengejar karier dan masih banyak kesibukan lainnya. Toleransi dalam kehidupan diabaikan.
          Hamidy (2011: 49-50) menyatakan:                            
Perangkat nilai merupakan sistem nilai yang amat dipandang mulia oleh masyarakat. Nilai-nilai yang diberikan ajaran islam merupakan nilai yang tinggi kualitasnya, paling elok dan ideal. Karena sistem nilai ajaran islam diakui sebagai nilai-nilai yang paling asasi bersumber dari kebenaran yang mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa maka sistem nilai ini memberikan sanksi yang sifatnya juga super natural, tidak dapat dilihat dengan nyata dalam realitas kehidupan manusia. Kekuatan sistem nilai ini akan terasa dari dalam diri manusia itu sendiri, sejauh mana dia dapat menyadari, memahami dan merenungkannya. Nilainya hadir bukan dengan suatu perintah yang memaksa, tapi meminta kesadaran dan kerelaan atau kebenaran itu semata-mata.

          Penerapan nilai-nilai pada generasi penerus dilakukan dengan berbagai cara salah satu caranya adalah melalui karya sastra yang berisikan pesan pengarang baik dalam bentuk tema atau langsung pada pokok permasalahan yang akan disampaikan. Tema inilah yang akan menentukan nilai dari sebuah cerita tersebut. Hamidy (2011: 48) mengungkapkan sebagai berikut:
Tiap masyarakat senantiasa mempunyai suatu sistem nilai agar tiap tingkah laku anggota masyarakat dan kelompok orang banyak dapat diukur dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Pada dasarnya suatu sistem nilai adalah semacam jaringan yang terdiri dari sejumlah norma-norma atau kaedah-kaedah maupun seperangkat kezalima yang melingkupi kehidupan suatu masyarakat.

Praktek kehidupan sehari-hari banyak orang yang memahami nilai bahkan mungkin mengetahui banyak hal, juga memiliki wawasan keilmuan yang cukup luas, tetapi ternyata kurang atau tidak susila. Jadi tidak secara otomatis orang yang memahami nilai pasti akan melaksanakannya.
Menurut Tirtarahadja (2005: 21-22) menyatakan:
Dalam hidup ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Idealnya keduanya harus sinkron. Artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari, dan memahami nilai-nilai.

Moral menurut Depdiknas (2007: 754) berarti ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban. Sedangkan menurut Tirtarahardja (2005: 7) menyatakan “Etika biasanya dibedakan dari etiket. Jika moral (etika) menunjuk kepada perbuatan yang baik atau benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat, maka etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun.
Nilai moral disampaikan pengarang melalui karya sastra. Salah satu karya sastra yang ada di Indonesia yaitu novel. Di dalam novel diceritakan gambaran manusia yang ada dalam masyarakat dengan berbagai pola kehidupan. Alasan yang menarik perhatian peneliti untuk memilih novel sebagai objek penelitian adalah jika dipandang dari segi judul, novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal. Pengarangnya adalah penulis cerpen dan novel terbaik di Malang.
Alasan lain peneliti mengangkat novel ini adalah karena novel ini memiliki nilai kemanusiaan yang secara moral dapat menggugah, menumbuhkan, dan memupuk rasa kemanusiaan kita. Novel Iktiraf Sekuntum Melati ini banyak terdapat nilai moral yang dapat dipedomani seperti pentingnya sebelum kita melakukan sesuatu hendaknya kita pikirkan terlebih dahulu agar akhirnya tidak ada penyesalan di kemudian hari. Hendaklah kita mengingat betapa pentingnya nilai-nilai moral tersebut dalam mengatur kehidupan manusia, sehingga para pembaca dapat mengaplikasikan nilai moral yang bisa dicontoh dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentan “Nilai Moral dalam Novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal”. Salah satu contoh nilai moralnya yaitu, nilai moral yang berkaitan dengan agama “sebagai seorang Ayah tiri seharusnya Jayus tidak memperlakukan Yasmin seperti istrinya, karena Yasmin berstatus sebagai anak bagi Jayus. Jayus tidak sepantasnya melakukan hubungan suami-istri dengan anaknya Yasmin”.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Rahmi Defiza, pada tahun 2010. Mahasiswa FKIP UIR  dengan judul “Nilai Moral dalam Kumpulan Cerita Rakyat Kampar Serombo oleh Abdul Rivai. T, BA.”  Penulis mengangkat dua masalah pada penelitiannya yaitu, masalah pertama. Apakah tema yang terdapat dalam Kumpulan Cerita Rakyat Kampar Serombo oleh Abdul Rivai. T, BA?, Masalah kedua. Bagaimanakah nilai moral yang terdapat dalam Kumpulan Cerita Rakyat Kampar Serombo oleh Abdul Rivai. T, BA?. Tujuan penelitian Rahmi Defiza adalah untuk mendeskripsikan , menganalisis, dan mengungkapkan tema dan nilai moral yang terdapat dalam kumpulan Cerita Rakyat Kampar Serombo oleh Abdul Rivai.T, BA yang berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani, dan kewajiban. Metode penelitian yang digunakan Rahmi Defiza adalah deskriptif,  yaitu mendeskripsikan data dengan cara menganalisis isi yang terkandung dalam kumpulan cerita rakyat Serombo oleh Abdul Rivai, T.B.A.
Pendekatan yang digunakan oleh Rahmi Deviza adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang memperhatikan segi-segi kualitas seperti sifat, keadaan, peranan (fungsi) sejarah, dan nilai-nilai. Jenis penelitiannya adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan sumber-sumber kepustakaan yang relevan dan yang digunakan untuk menjawab masalah pokok penelitian. Teori yang digunakan oleh Rahmi Defiza adalah UU Hamidy (1983, 1993, 2006), M. Sitorus (2003), Magnis Suseno (1987), Burhanuddin Salam (2000), Bertens (2004), Djoko Widagdho (2001), Burhanuddin Salam (1997).
Hasil penelitian Rahmi Defiza dalam kumpulan cerita rakyat Serombo adalah nilai moral yang berkaitan dengan tanggung jawab, nilai moral yang berkaitan dengan hati nurani, nilai moral yan berkaitan dengan kewajiban, dan hubungan nilai-nilai moral dengan unsur-unsur intrinsik kumpulan cerita rakyat Serombo. Nilai moral yang dibahas oleh Rahmi Defiza yaitu  nilai moral yang berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani, kewajiban, dan tema dalam kumpulan cerita rakyat Serombo . Perbedaan antara yang penulis buat dengan penelitian terdahulu yaitu penulis meneliti tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal. Persamaan dengan yang penulis analisis adalah, sama-sama menganalisis mengenai nilai moral.
Selanjutnya, penelitian ini juga relevan denan penelitian yang dilakukan oleh Abrida pada tahun 2012 FKIP UIR mengambil judul “Analisis Nilai Moral dalam novel Perempuan Terpasung karya Hani Naqsabandi.” Abrida mengangkat masalah yaitu Bagaimanakah nilai moral yang terdapat di dalam novel Perempuan Terpasung karya Hani Naqsabandi yang berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani, dan kewajiban. Tujuan penelitian Abrida adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterprestasikan nilai moral yang terdapat dalam novel Perempuan Terpasung karya Hani Naqsabandi. Metode penelitian yang digunakan adalah  metode deskriptif, Abrida menyajikan dan menggambarkan data mengenai nilai moral dalam novel Perempuan terpasung karya Hani Naqsabandi yang didasarkan pada data dan fakta. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif (naturalistik), adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek ilmiah. Abrida menyajikan data dengan cara memperhatikan aspek-aspek mutu dan kualitas suatu objek yang diteliti. Jenis penelitian Abrida adalah studi kepustakaan yang artinya penulis memperoleh data penelitian ini dari kepustakaan, yaitu dari buku-buku sastra maupun nonsastra yang menunjang pokok permasalahan yang diteliti. Teori yang digunakan Abrida adalah Kaelan (2004), Bertens (2004), Burhanuddin Salam (2000), Franz Magnis Suseno (1989), Burhanuddin Salam (1997), Nurgiyantoro (2007).
Hasil penelitian Abrida adalah moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku ini harus didasari oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. (1) nilai moral yang berkaitan denan tanggung jawab adalah bahwa oran tidak boleh mengelak bila diminta penjelasan tentang perbuatannya, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hati nurani adalah penghayatan tentang baik atau buruk yang berhubungan dengan tingkah laku konkrit manusia, (3) nilai moral yang berkaitan dengan kewajiban yaitu aturan-aturan moral yang berlaku untuk perbuatan manusia. Nilai moral yang dibahas oleh Abrida adalah nilai moral yang berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani, dan kewajiban. Perbedaan antara yang penulis buat dengan penelitian terdahulu yaitu penulis meneliti nilai-nilai di dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal. Sedangkan persamaan dengan penulis analisis adalah sama-sama menganalisis mengenai nilai moral dalam sebuah novel.
Penelitian tentan nilai moral juga pernah diteliti oleh Miranti pada tahun 2012 FKIP UIR mengenai Analisis Nilai Moral dalam Novel Harga Seorang Wanita karya Februana. Miranti menimbulkan dua masalah pada penelitiannya yaitu, pertama. Nilai moral apa saja terdapat dalam novel Harga Seorang Wanita karya Februana?, kedua. Bagaimanakah hubungan antara nilai-nilai moral dengan unsur-unsur intrinsik novel Harga Seorang Wanita karya Februana. Tujuan penelitian Miranti adalah mengambarkan nilai-nilai moral dan unsur-unsur intrinsik novel kemudian dianalisis dan diinterprestasikan secara sistematis sehingga hasil penelitian lebih terarah.
Metode penelitian yang digunakan Miranti adalah deskripsi analitik, dengan metode ini Miranti menyajikan data sesuai deengan kenyataan apa adanya tentang nilai-nilai moral dan menganalisis nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Harga Seorang Wanita karya Februana. Pendekatannya adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang memperhatikan aspek baik-buruk atau kualitas suatu karya sastra yang sifat, nilai dan keadaan. Jenis penelitiannya adalah kepustakaan, yaitu mencari data kepustakaan baik itu dari buku sastra dan buku-buku yang menyangkut penelitiannya.
Teori yang digunakan oleh Miranti adalah, Kaelan (2004), UU. Hamidy (1993, 1983), Bambang Daroeso (1986), Nurul Zuriah (2007), Bertens (2004), Burhan Nurgiantoro (1997). Hasil penelitian Miranti adalah adanya nilai moral yang berkaitan dengan tanggun jawab, hati nurani, dan kewajiban dalam novel Harga Seorang Wanita karya Februana. Selanjutnya terdapat pula hubungan antara nilai-nilai moral dengan unsur-unsur intrinsik novel seperti tema, tokoh, plot, cerita dalam novel Harga Seorang Wanita karya Februana. Perbedaan antara yang penulis teliti dengan terdahulu yaitu penulis menganalisis nilai moral Pancasila di dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal. Sedangkan persamaannya adalah adalah sama-sama menganlisis mengenai nilai moral dalam novel.
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori sastra, khususnya karya sastra novel. Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan pengetahuan bagi  pecinta sastra dan cakrawala pada pembaca terutama di bidang sastra.
1.1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka penulis mengemukakan masalah penelitian ini adalah nilai moral Pancasila apakah yang terkandung dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal?.
1.2 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan nilai moral yang terdapat dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal. Informasi dan data  yang terkumpul akan dideskripsikan secara sistematis terperinci sehingga dapat diperoleh gambaran yang sebenarnya, tentang apa saja nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal yang berkaitan dengan nilai moral Pancasila.



1.3  Ruang Lingkup Penelitian
1.3.1 Ruang Lingkup         
Masalah moral, adalah masalah yang sekarang ini sangat banyak diminta perhatian, terutama dari para Pendidik, Alim Ulama, Pemuka masyarakat dan Orang tua. Untuk mengatakan bahwa nilai moral seseorang itu merosot atau tidak, perlu ada patokan dan ketenteuan minimal, yang harus dipakai.
Penelitian yang berjudul “Nilai Moral dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal” termasuk ke dalam penelitian krirtik sastra. Dalam penelitian nilai-nilai dalam suatu karya sastra, penelitian dapat membahas tentang nilai moral yang berhubungan dengan nilai-nilai moral Pancasila. Daradjat (1977: 29) menyatakan Nilai-nilai moral Pancasila, meliputi:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa;
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.      Persatuan Indonesia;
4.      Kerakyatan yang diipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5.      Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
1.3.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah bermanfaat agar tidak terjadi kerancuan dan penyimpangan dalam pembahasannya. Akan tetapi  penulis tidak membatasi masalah, penulis menganalisis kelima nilai moral Pancasila.
Alasan penulis karena teori nilai-nilai moral yang lain (teori Bertens) sudah banyak dipakai oleh penulis sebelumnya.
1.3.3 Penjelasan Istilah  
Untuk memudahkan pembaca memahami orientasi penelitian ini, penulis merasa perlu menjelaskan beberapa istilah yang relevan dengan masalah yang penulis teliti dalam tulisan ini yang berjudul “Analisis Nilai Moral dalam Novel Iktiraf Sekuntum Mealti karya Mashdar Zainal”. Defenisi istilah akan penulis uraikan sebagai berikut:
1.      Nilai adalah sesuatu yang mempunyai harga serta berguna bagi manusia dan kemanusiaan dalam suatu masyarakat (Depdiknas, 2007: 783).
2.      Moral adalah perbuatan, sikap, dan kewajiban yang bersifat baik dan buruk (Depdiknas, 2007: 754).
3.      Nilai moral adalah sifat dan sikap seseorang yang tertuang dalam tingkah lakunya sehingga ia diakui sebagai manusia (Depdiknas, 2007: 784).
4.      Novel Iktiraf Sekuntum Melati adalah salah satu novel Mashdar Zainal  (PT Grafindo Media Pratama, 2012: 1-330).
5.      Nilai moral Pancasila, yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradap, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia (Bulan Bintang, 1977: 29).

1.4 Kerangka Teoritis                                                                                              
1.4.1  Pengertian Nilai
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai. Hal ini disebabkan karena nilai diperlukan dalam tingkah laku, perbuatan manusia dan segala aktivitas manusia diatur oleh nilai. Kaelan (2010: 92) berpendapat:
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari ataupun tidak. Nilai hanya dapat dipaham, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai pertimbangan dengan harapan, cita-cita, keinginan segala sesuatu pertimbngan internal (batiniah) manusia. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.

          Dalam kehidupan ini kita memerlukan penilaian dalam mengukur sesuatu sebab nilai merupakan yang menarik bagi kita, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkat katanya sesuatu yang baik. Jadi di dalam sastra juga ada nilai yang menetukan baik buruknya karya itu. Poedjawiyatna (2003: 13-14) mendefinisikan nilai sebagai berikut:
Manusia itu dinilai oleh manusia lain dalam tindakannya. Tindakan mungkin juga dinilai sebagai baik atau lawannya, ialah buruk. Kalau tindakan manusia dinilai atas baik-buruknya, tindakan itu seakan-akan keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas pilihan, dengan satu perkataan: sengaja. Faktor kesengajaan ini mutlak untuk penilaian baik-buruk, yang disebut penilaian etis atau moral.
          Kutipan diatas menyatakan bahwa cukup jelas bagaimana manusia selalu bergelut dengan nilai sepanjang hidupnya. Manusia membentuk sikap dengan nilai, begitu pula  manusia telah mengambil tindakan dengan nilai.
1.4.2 Nilai Moral
          Tirtarahardja (2005: 8) mengemukakan “Moral bertalian erat dengan keputusan kata hati, dalam hal ini berarti bertalian erat dengan nilai-nilai, maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai kemanusiaan”. Dengan kata lain moral ini muncul karena adanya hubungan antar individu dalam kelompoknya. Secara etimologis, kata moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti tata cara, adat istiadat atau kebiasaan, sedang  jamaknya “moral” kata moral dalam bahasa Yunani kuno sama dengan “ethos” yang menurunkan “etika”. Dalam bahasa Arab kata moral berarti budi pekerti, sedangkan dalam bahasa Indonesia kata moral dikenal dengan kesusilaan.
Seiring dengan pernyataan sebelumnya Salam (2000: 2) menyatakan:
Perkataan moral berasal dari bahas Latin Mores. Mores berasal kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat  atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahas Yunani: ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecendrungan untuk melakukan sesuatu perbuatan.        
          Nilai moral dalam sebuah karya sastra sangat menarik untuk dikaji, karena unsur moral erat kaitannya dengan kehidupan di dalam masyarakat. Moral dalam kehidupan masyarakat memegang peranan penting dalam kehidupan sesorang. Norma moral yang dipakai dalam masyarakat biasanya sudah disepakati bersama-sama oleh masyarakat sendiri. Moral yang berkembang dalam masyarakat biasanya mencakup berbagai hal di dalam nilai moral Pancasila.

1.4.3  Nilai Moral Pancasila
1.4.3.1 Ketuhanan Yang Maha Esa
Dapatkah manusia tanpa Tuhan? pertanyaan ini memiliki jawaban yaitu tidak. Karena manusia itu adalah ciptaan Tuhan, jadi sampai kapanpun manusia tidak akan bisa tanpa Tuhan.
Daradjat (1977: 30) menyatakan:
Nilai moral dalam agama Islam diatur atau dijelaskan dalam bentuk suruhan dan larangan Tuhan. Apa yang disuruh Tuhan itulah nilai yang baik dan yang dilarang-Nya itulah yang tidak baik dan harus dijauhi. Segala tingkah laku, perbuatan, perkataan dan cara hidup seorang muslim, harus sesuai dengan ajaran Islam.
...
Konsekwensi  dari pengakuan kita akan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah pengakuan atas nilai moral yang ditentukan oleh tuhan, yang dituangkan dalam ajaran agama. Maka bagi seorang muslim misalnya, nilai moral yang harus diyakininya adalah yang tercakup dalam ajaran Islam, demikian pula bagi yang beragama Kristen atau Hindu dan sebagainya.

Nilai moral tidak boleh berlawanan atau bertentangan dengan agama yang dianutnya. Apabila seseorang mengaku beragama, akan tetapi ia tidak mengakui nilai moral yang diajarkan oleh agamanya, berarti ia tidak mengakui Sila Pertama dari Pancasila.
 Butir-butir Pancasila (UUD 1945, 2009: 115), pada Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi:
1.      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.      Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut kemanusiaan yang adil dan beradap;
3.      Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
4.      Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
5.      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubunan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya;
6.      Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
7.      Tidak memaksakan suatu agama jdan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
 
1.4.3.2 Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kedua dari Pancasila, dengan teegas disebutkan bahwa setiap orang Indonesia itu dalam segala tindakan dan kelakuannya harus berdasarkan perikemanusiaan, keadilan dan adap-sopan. Sila yang kedua ini harus dihubungkan dengan sila pertama, yang merupakan jiwa dan semen perekat antara semua Sila itu. Daradjat (1977: 31) menyatakan:
Kemanusiaan, adalah peri kemanusiaan yang diajarkan oleh agama, dan keadilan, ialah yang ditentukan oleh ajaran agama dan sopan-santun atau adab ialah tidak bertentangan dengan agama. Dan jdapat kita simpulkan sebagai berikut: nilai moral yang berhubungan denan Sila kedua adalah nilai kemanusiaan yang mempunyai kecendrungan kepada sikap adil dan beradab, yang dikehendaki oleh Tuhan.

Suatu patokan dasar dan ketentuan yang pasti tentang nilai moral, maka harus cocok dengan Sila yang lain dalam Pancasila, jika tidak akan kaburlah artinya berbagai tafsiran dapat dibuat sesuai dengan selera masing-masing.
Butir-butir Pancasila (UUD 1945, 2009: 115), pada Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi:
1.      Mengakui dan memeperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa;
2.      Mengakui peersamaan derajat, persamaan hakk dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya;
3.      Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia;
4.      Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo selira;
5.      Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain;
6.      Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;
7.      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
8.      Berani membela kebenaran dan keadilan;
9.      Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia;
10.  Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.


1.4.3.3 Persatuan Indonesia
Setiap orang Indonesia yang benar-benar mengerti Pancasila dan menjadikan Pancasila filsafat hidupnya, harus mempunyai kecendrungan untuk ingin bersatu dan mempersatukan. Nilai moral yang berhubungan dengan Sila yang ketiga ialah, setiap warga negara Indonesia harus mempunyai jiwa, yang otomatis ingin bersatu dan mempersatukan. Maka setiap perkataan, sikap dan perbuatannya harus membawa kepada persatuan. 
 Daradjat (1977: 32) berpendapat, “Rasa persatuan harus tertanam dalam hati setiap orang, dia ingin bersatu dan mempersatukan karena dorongan dari dalam, bukan desakan dari luar, atau karena kepentingan tertentu”.
Persatuan yang tidak timbul dari nilai moral yang bertumbuh dan berkembang dalam pribadi seseorang, dapat bersifat bersatu dalam golongannya sendiri atau karena kepentingan pribadi, tapi memisahkan diri dari golongan lain dalam masyarakat. Nilai persatuan yang kekal dan tidak berubah-ubah ialah persatuan yang dijiwai oleh rasa Ketuhanan, di mana dasarnya bukanlah keinginan pribadi, tapi kehendak Tuhan.
Butir-butir Pancasila (UUD 1945, 2009: 116), pada Sila Persatuan Indonesia, meliputi:
1.      Mampu menepatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan;
2.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila diperlukan;
3.      Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa;
4.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia;
5.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial;
6.      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika;
7.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

1.4.3.4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Sila keempat dari pancasila dari Pancasila, dapat menjadi bagian dari nilai moral setiap orang di tanah air Indonesia. Orang yang merasa haknya sebagai rakyat kecil tidak diperhatikan, atau diindahkan oleh orang yang berkuasa dan berpengaruh. Daradjat (1977: 33) menyatakan:
Setiap tindakan dan perbuatan yang menyangkut kepentingan lebih dari satu orang, harus melalui permusyawaratan, perundingan dan sebagainya. Dalam segala segi, baik dalam rumah tangga, sekolah, dalam perusahaan, instansi pemerintahan dan dalam seala bidang kehidupan, setiap masalah hendaknya melalui perundingan dan permusyawaratan antara anggota kelompok itu.

Apabila Sila keempat ini dipisahkan denan Sila yang lain dan ditanggapi tersendiri, maka kepincangan mungkin saja terjadi dan sukar untuk mengoreksinya, karena patokan dan ketentuan yang tegas tidak ada. Untuk memberikan ketegasan dan kepastian dar Sila keempat itu supaya dapat dilaksanakan dalam hidup, maka seharusnya Sila tersebut dijiwai oleh Sila Pertama (Ketuhanan).
Butir-butir Pancasila (UUD 1945, 2009: 116), pada Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, meliputi:
1.      Sebagai warga negara dan warga masyarakat. Setiap manusdia Indonesia mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama;
2.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain;
3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan sesama;
4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;
5.      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah;
6.      Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah;
7.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan;
8.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang jujur;
9.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama;
10.  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
                                                                                                                    
1.4.3.5 Keadilan  Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara, antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras denan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama. Dradjat (1977: 34-47) menyatakan:
Kata keadilan sosial pun dapat diartikan menurut kepentingan dan kepandaian tiap orang. Mungkin saja bagi orang yang berkuasa dan berjiwa loba-tama (serakah), akan menganggap adil, apabila segala kepentingan pribadinya didahulukan. Misalnya karena ia seorang kepala atau kesayangan kepala, maka setiap prioritas dan fasilitas harus diutamakan bagi dirinya.

Nilai moral dari Sila kelima itu tidak terasa realisasinya oleh masyarakat ramai. Terlalu banyak kepincangan dan ketidakadilan, baik dalam masalah sosial, ekonomi, hukum, politik, bahkan dalam bidang pendidikan pun sangat terasa kepincangan itu. Misalnya berkembang biaknya kebbudayaan asing, yang bertentangan dengan moral Pancasila. Seperti banyaknya kesempatan dan tempat maksiat, yangg seolah-olah dengan sengaja diadakan atau diakui oleh penguasa setempat.
Butir-butir Pancasila (UUD 1945, 2009: 117), pada Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, meliputi:
1.      Mengembangkan perbutaan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
2.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama;
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
4.      Menghormati hak orang lain;
5.      Suka memberika pertolongan kepada oran lain agar dapat berdiri sendiri;
6.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemersan terhadap orang lain;
7.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum;
8.       Suka bekerja keras;
9.      Suka menhargai hasil karya oran lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama;
10.   Suka melakukan kegiatan dalam rangka meewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.

1.5  Metodologi Penelitian
1.5.1 Pendekatan, Jenis, dan Metode Penelitian
1.5.1.1  Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hamidy (2003: 23) menyatakan “pendekatan yang memperhatikan segi-segi kualitas seperti sifat, keadaan, peranan (fungsi) sejarrah, dan nilai-nilai. Di sini kita memandang kualitas menjadi indikator yang penting untuk menentukan keadaan objek kajian”. Pendekatan ini juga memaparkan keseluruhan dari novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Masdhar Zainal. Maksud dari pemaparan keseluruhan isi novel agar pembaca bisa mengerti tentang kalimat atau fenomena yang terdapat pada novel tersebut.

1.5.1.2  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research). Hamidy (2003: 24), Library Research adalah penulis memperoleh data penelitian ini dari perpustakaan, yaitu dari buku-buku sastra maupun non-sastra yang menunjang pokok permasalahan yang diteliti.

1.5.1.3  Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah metode deskriptif, Siswantoro (2005: 56) “deskriptif artinya penulis menyajikan dan menggambarkan data mengenai nilai moral dalam novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal yang didasarkan pada data dan fakta, kemudian data tersebut dideskripsikan, dianalisis dana diinterprestasikan secara terperinci dan sistematis sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian”.

1.6  Sumber Data
Mengingat kajian berfokus pada analisis struktur suatu novel, peneliti hanya melakukan studi kepustakaan. Hal tersebut karena sumber penelitian sudah tersedia, yaitu bersumber dari novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal yang terdiri dari 26 bagian dan 330 halaman, yang diterbitkan PT. Grafindo Media Pratama, Bandung, Tahun 2012 cetakan pertama.
1.7  Teknik Penelitian
1.7.1        Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan metode penelitian di atas, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data hermeneutik. Hamidy (2003:24) menyatakan “hermeneutik adalah suatu teknik untuk mengkaji karya sastra dengan membaca, catat, dan disimpulkan. Teknik ini biasanya dipakai untuk mengkaji sastra yang menelaah roman, novel, dan cerpen”.
Teknik hermeneutik ini penulis gunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk dapat mengumpulkan data tentang cerita novel Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal dengan cara dibaca secara berulang-ulang, kemudian mencatat hal-hal yang diperlukan dari dalam novel yang telah dibaca dan menyimpulkan hasil bacaan, untuk dapat mencari permasalahan yang akan diteliti oleh penulis.
1.7.2 Teknik Analisis Data                                                                                         
                    Teknik yang penulis gunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah:
1.      Data yang sudah dianalisis sesuai dengan kelompok data dan disajikan sesuai dengan urutan masalah penelitian.
2.      Data nilai moral dikelompokkan yang berkaitan dengan Pancasila, dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang tercantum dalam tinjauan teori penelitian ini.
3.      Pengambilan kesimpulan dari analsis tentang nilai moral dalam novel
Iktiraf Sekuntum Melati karya Mashdar Zainal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar