Sabtu, 02 Mei 2015

KARTU TANDA BUKTI HAK ATAS KIOS PASAR SEBAGAI JAMINAN KREDIT INVESTASI DI PERBANKAN BAB IV



BAB IV
PENUTUP
A.      KESIMPULAN    
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan didapati kesimpulan sebagai berikut :
1.                 Pelaksanaan pengikatan kredit dengan jaminan kartu tanda bukti hak atas kios pasar dapat dilaksanakan dengan perjanjian di bawah tangan atau perjanjian secara notariil. Namun setelah dilakukan penelitian diketahui, di dalam pelaksanaanya perjanjian kredit dilaksanakan secara notariil, yang merupakan alat bukti yang sempurna jika diperlukan sebagai alat pembuktian.
Sedangkan pengikatan jaminan yang merupakan perjanjian assesoirnya menggunakan lembaga jaminan fidusia sesuai dengan Undang-undang No. 42/1999 tentang Fidusia, karena tanda bukti hak atas kios pasar bukan merupakan tanda bukti hak yang dapat diikat dengan lembaga Jaminan Hak Tanggungan.
2.                 Atas terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Makmur Papan Permata sebagai debitur, Bank BRI sebagai Kreditur selama ini hanya memberikan teguran secara lisan. Dengan diberikannya teguran secara lisan tersebut, kewajiban debitur dibayarkan sebelum melewati akhir bulan yang bersangkutan.

B.       SARAN
Pada akhir penelitian ini, setelah melakukan penelitian dan pembahasan, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1.                 Pengikatan kredit dengan jaminan kartu tanda bukti hak dilakukan dengan bentuk notariil, dan ditambah dengan pembuatan akta pengakuan hutang secara notariil sehingga memperkuat posisi bank sebagai kreditur apabila dibutuhkan sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa atau perkara.
2.                 Setiap wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, hendaknya Bank BRI dapat memberikan teguran secara tertulis, sehingga kreditur memiliki dokumen berupa teguran tertulis berupa surat yang dapat digunakan sebagai alat bukti. Demikian juga debitur hendaknya melaksanakan kewajibannya sesuai pasal-pasal yang ada di dalam perjanjian kredit yang telah ditanda tangani sehingga tidak dikategorikan melakukan tindakan wanprestasi.

KARTU TANDA BUKTI HAK ATAS KIOS PASAR SEBAGAI JAMINAN KREDIT INVESTASI DI PERBANKAN BAB III



BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.       Pelaksanaan Pengikatan Kredit Dengan Jaminan Berupa Kartu Tanda Bukti Hak Kios Pasar di Bank BRI

Modal merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi perusahaan dalam mengembangkan suatu usaha. PT. Makmur Papan Permata merupakan perusahaan yang memiliki usaha di bidang pengelolaan lahan di lokasi Pasar Sukaramai – Pekanbaru. PT. Makmur Papan Permata merupakan badan hukum yang menguasai lahan dan bangunan yang ada di atas pasar Sukaramai berdasarkan Perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata dengan Surat Perjanjian Nomor 270-WK/1996 – Nomor 018/MPP/XI/1996 tanggal 30 November 1996.[68] Dengan adanya perjanjian tersebut PT. Makmur Papan Permata diberikan hak berupa Hak Guna Bangunan selama 25 tahun.[69]
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, di dalam perjanjian tersebut di atas, pasal 7 ayat (3) menyebutkan bahwa PT. Makmur Papan Permata  juga diberikan Hak untuk mengagunkan HGB dimaksud kepada pihak lain dengan memberitahukan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru.[70] Selanjutnya dengan kewenangan yang dimiliki tersebut, PT. Makmur Papan Permata menerbitkan Kartu Tanda Bukti Hak atas Kios/ Toko/ Los/ Counter yang berdiri di atas lahan tersebut, sebagai bukti hak pemakaian atas bangunan di atas.
Dengan telah diterbitkannya kartu tanda bukti hak atas bangunan yang didirikan di atas tanah yang dikuasai oleh PT. Makmur Papan Permata, selanjutnya diajukan kepada Bank BRI sebagai agunan untuk mendapatkan fasilitas kredit Investasi. 
     Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perbankan, demikian pula di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Pekanbaru, selanjutnya disebut Bank BRI. Guna mempermudah pelayanan terhadap nasabahnya, Bank BRI membagi kreditnya dalam 4 (empat) jenis, yang di dalamnya masih terbagi dalam jenis-jenis yang lebih spesifik.[71]
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan di dalam pasal 5 dinyatakan, bahwa bank dapat dibedakan menurut jenisnya yaitu : (a) Bank Umum, dan (b) Bank Perkreditan Rakyat. Dan Bank BRI adalah bank yang menurut jenisnya berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 masuk ke dalam jenis Bank Umum.[72]
Pemberian kredit adalah merupakan salah satu kegiatan Bank BRI sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 6 butir b.
Jenis-jenis kredit ini di Bank BRI lazim disebut ragam kredit yang didasarkan pada tujuan penggunaannya. Adapun ragam kredit yang ada di Bank BRI adalah sebagai berikut: (1) Kredit Konsumer, yang dikenal dengan Kredit Briguna, yaitu kredit yang diberikan kepada golongan berpenghasilan tetap yang penggunaannya untuk keperluan konsumtif kebutuhan rumah tangga. Sasaran dari kredit ini adalah para pegawai negeri atau golongan berpenghasilan tetap, dimana pembayaran angsuran pinjamannya berasal dari pemotongan gaji yang diterima setiap bulannya; (2) Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan guna membantu pengembangan usaha, berupa pembiayaan barang modal dan jasa dalam rangka rehabilitasi, moderenisasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru; (3) Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan guna meningkatkan volume penjualan barang dagangan dan membiayai selama satu putaran usaha untuk pengadaan persedian bahan baku, bahan penolong atau barang-barang jadi/dagangan. Termasuk dalam jenis kedit ini antara lain Kredit Rekening Koran, Promissory Note dan Fixed Loan; (4) Kredit Ekspor Impor, terdiri atas; (a) Kredit Ekspor, yaitu fasilitas yang disediakan untuk membeli Wesel Ekspor nasabah/debitur atau pembiayaan pengadaan/ pengolahan barang ekspor nasabah/debitur; (b) Kredit Impor, yaitu fasilitas impor yang disediakan bank untuk pembukaan Usance dan Sight Letter of Credit (L/C) serta untuk pembiayaan impor atau kredit impor yang lazimnya disebut.
Jika dilihat dari jenisnya, pemberian kredit di Bank BRI sendiri terbagi atas 2 jenis yaitu; (1) Sistem Kredit Plafon atau Rekening Koran, yaitu kredit yang diberikan oleh bank di rekening debitur dapat diambil sesuai kebutuhan dan sewaktu-waktu. Cara pencairan melalui cek atau rekening giro dan apabila debitur ingin melunasi kredit tinggal memasukkan dana ke rekeningnya; (2) Sistem Kredit Angsuran, yaitu kredit diberikan sekaligus pada rekening debitur. Pelunasan dilakukan secara berkala oleh debitur dengan jumlah angsuran pokok dan bunganya sesuai kesepakatan debitur dan kreditur (Bank BRI).
Sedangkan dalam konteks jenis-jenis kredit yang umumnya diberikan oleh Bank, Kasmir mengatakan : [73]
Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (1) Dilihat dari segi kegunaan; (a) Kredit Investasi; (b) Kredit Modal Kerja; (2) Dilihat dari segi tujuan kredit; (a) Kredit Produktif; (b) Kredit Konsumtif; (c) Kredit Perdagangan; (3) Dilihat dari segi jangka waktu; (a) Kredit jangka pendek; (b) Kredit jangka menengah; (c) Kredit jangka panjang; (4) Dilihata dari segi jaminan; (a) Kredit dengan jaminan; (b) Kredit tanpa jaminan; (5) Dilihat dari segi sektor usaha; (a) Kredit pertanian; (b) Kredit peternakan; (c) Kredit Industri; (d) Kredit pertambangan; (e) Kredit pendidikan; (f) Kredit Profesi; (g) Kredit perumahan.

Berdasarkan pada hasil wawancara dan penelitian sebagaimana disebutkan dalam penjelasan di atas, menurut penulis pelaksanaan kredit Bank BRI Pekanbaru telah sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Kredit di Bank BRI dan bank lain pada umumnya.
1.        Prosedur Umum Pelayanan Kredit di Bank BRI
Dalam kegiatan melayani pemberian kredit kepada debiturnya, Bank BRI sangat selektif dalam menerima nasabah calon debitur. Hal ini dilakukan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kredit macet. Apabila menerima pengajuan dari orang atau badan hukum yang belum menjadi nasabah, Bank BRI akan melakukan penyelidikan secara ketat dalam beberapa aspek dari calon nasabahnya.
Di dalam UU No. 10/ 1998 Pasal 2 disebutkan : [74]
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Begitu juga di dalam Pedoman Pelaksanaan Kredit BRI pada Bab II juga sudah menerapkan prinsip kehati-hatian dengan membuat aturan baku yang harus ditaati oleh seluruh proses pemberian kredit di Bank BRI. [75]
Sebelum menerima permohonan kredit dari nasabahnya, Bank BRI terlebih dahulu akan mengenali karakter nasabah, kemudian akan melihat apakah calon debitur memiliki kemampuan untuk mengembalikan kreditnya. Bank BRI juga akan melihat terlebih dahulu modal calon debitur dengan meminta Laporan Keuangan atau Neraca Rugi Laba apabila calon debitur merupakan Badan Usaha sedangkan apabila debitur adalah perorangan, Bank BRI perlu mengetahui apakah sumber pendapatannya cukup untuk menutup angsuran pokok dan bunga kredit setiap bulannya. Selain itu Bank BRI juga akan meneliti prospek usaha ke depannya dari nasabah yang mengajukan pinjamannya.
Persyaratan bagi calon debitur yang merupakan badan usaha adalah sebagai berikut: (a) Badan Usaha didirikan menurut hukum di Indonesia dan harus mendapat pengesahan dari instansi berwenang; (b) Tidak termasuk dalam Daftar Hitam dan Daftar Kredit Macet di Bank Indonesia; (c) Harus membuka rekening Giro di Bank BRI apabila kreditnya 
telah disetujui; (d) Apabila telah menjadi nasabah selama berhubungan dengan 
Bank BRI mempunyai reputasi baik, tidak pernah melakukan 
perbuatan tercela dan perputaran rekeningnya baik; (e) Memiliki Surat Ijin Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Perindustrian (SIP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP); (f) Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya hingga yang terakhir; (g) Neraca dan Perincian Rugi Laba; dan (i) Rekening Koran/Tabungan selama tiga bulan terakhir.
    
1.1.  Proses Prakarsa Kredit
Proses prakarsa dan analisis kredit di Bank BRI memiliki tahapan sebagai berikut :
1.1.1.      Permohonan Kredit oleh Debitur/Calon debitur.
Dengan syarat  permohonan kredit harus berbentuk dokumen tertulis, baik berupa surat permohonan oleh debitur/calon debitur, atau berupa persetujuan atas penawaran kredit yang disampaikan oleh BRI yang menunjukkan calon debitur memerlukan pembiayaan. Permohonan kredit tersebut harus dicatat oleh unit kerja penerima permohonan dan diadministrasikan secara tertib.[76]
1.1.2.      Pre Screening.
Proses ini dilakukan oleh Jajaran Relationship Management selanjutnyua disebut RM meliputi kegiatan antara lain namun tidak terbatas pada BI Checking, Pasar Sasaran dan Kriteria Risiko Dapat diterima, negative list BKPM. Hasil dari pre screening adalah kesimpulan apakah permohonan kredit dapat diproses lebih lanjut atau tidak. Apabila pre screening menyimpulkan bahwa permohonan kredit dapat diproses lebih lanjut, maka Jajaran RM melakukan pengumpulan data. Apabila pre screening menyimpulkan bahwa permohonan kredit ditolak, maka Jajaran RM menyampaikan penolakan kepada calon debitur. Pengumpulan data debitur dan/atau usahanya
Apabila dari proses pre screening, diputuskan untuk diproses, maka Jajaran RM dan Credit Risk Management selanjutnya disebut CRM melakukan pengumpulan data debitur dan atau usahanya. Proses pengumpulan data tersebut antara lain dapat dilakukan melalui kunjungan lapangan ke lokasi debitur/ usahanya yang dituangkan dalam Laporan Kunjungan Nasabah, hasil analisis kredit, bukti tertulis lainnya atau melalui sumber data resmi lainnya seperti website debitur/ website Bapepam, Dinas-Dinas/ Departemen Teknis dan sumber relevan lainnya.[77] Untuk meyakini kebenaran data dan informasi tersebut diatas, harus dilakukan cross check melalui kegiatan antara lain; (i) Wawancara dengan debitur/calon debitur; (ii) Wawancara dengan pihak-pihak lain yang mengetahui karakter nasabah, bisnis nasabah, dan keterangan-keterangan lain yang diperlukan; (iii) Meneliti tujuan penggunaan kredit; (iv) Kunjungan ke lokasi usaha dan atau agunan yang diberikan debitur/calon debitur dalam rangka memastikan kebenaran agunan. Hasil kunjungan tersebut dituangkan dalam Laporan Kunjungan Nasabah (LKN).
1.1.3.      Pra Komite.
Kegiatan ini dapat berupa pembahasan/penyampaian executive summary, presentasi debitur atau rapat internal. Pra Komite dilakukan secara bersama oleh Jajaran RM dan CRM. Hasil dari Pra Komite berupa kesimpulan apakah permohonan kredit dapat diteruskan atau ditolak.[78]
1.1.4.      Analisis dan Evaluasi oleh Jajaran RM dan CRM.
Apabila kesimpulan Pra Komite menyatakan bahwa permohonan kredit dapat diproses lebih lanjut, maka terhadap permohonan tersebut dilakukan analisis oleh Jajaran RM dan CRM. Masing-masing jajaran memiliki fokus analisis yang berbeda. Jajaran RM melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang termasuk dalam Aspek Non Finansial debitur yaitu Character; Collateral; dan capacity non finansial debitur seperti aspek-aspek internal perusahaan antara lain namun tidak terbatas pada : produksi, marketing, manajemen perusahaan, struktur organisasi perusahaan, kebijakan pengambilan keputusan, delegasi kewenangan dsb. Jajaran CRM melakukan analisis yang meliputi analisis terhadap faktor-faktor yang termasuk dalam Aspek Finansial debitur yaitu capital diantaranya analisis keuangan Nasabah; condition of economy diantaranya analisis makro ekonomi dan analisis Industri, serta capacity finansial. [79]


1.1.5.      Penetapan Tipe/ Struktur dan Syarat Kredit
Kesimpulan atas analisis dan evaluasi kredit dimuat dalam Memorandum Analisis Kredit antara lain memuat tipe/ struktur, syarat dan ketentuan kredit. Penetapan tipe/struktur, syarat dan ketentuan kredit ini dilakukan Pejabat Kredit Lini RM bersama CRM. Tipe/ struktur kredit antara lain memuat; (i) Nama Peminjam; (ii) Jumlah fasilitas kredir yang diberikan; (iii) Keperluan
pinjaman; (iv) Bentuk Kredit; (v) Jenis pinjaman; (vi) Jangka waktu kredit; (vii) Suku bunga; (viii) Biaya Provisi; (ix) Denda; (x) Agunan. Sedangkan syarat dan ketentuan kredit memuat antara lain; (i) Syarat penandatanganan perjanjian kredit; (ii) Syarat pencairan kredit; (iii) Syarat-syarat umum lainnya, antara lain meliputi; (a) Hal yang harus dilakukan nasabah (Affirmative Covenant); (b) Hal-hal yang tidak boleh dilakukan nasabah (Negative 
Covenant) tanpa ijin tertulis dari BRI.
1.1.6.      Putusan kredit.
Dalam hal seluruh dokumen yang dipersyaratkan di dalam aturan yang berlaku di Bank BRI telah terpenuhi, maka proses analisa di atas akan dilanjutkan ke dalam proses pemberian putusan kredit. Pemberian putusan kredit harus dilakukan oleh pejabat pemutus kredit atau komite kredit sesuai dengan kewenangan yang dimiliknya. [80] Dalam pemberian putusan kredit, pejabat pemutus kredit atau para anggota komite kredit harus senantiasa memerhatikan analisis dan evaluasi serta rekomendasi yang diberikan oleh pejabat RM dan CRM, dan juga memerhatikan informasi-informasi lainnya yang relevan dengan putusan kredit yang diberikan.[81] Putusan kredit harus dibuat secara tertulis dengan cara membubuhkan tanda tangan oleh pejabat pemutus sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya di dalam formulir putusan kredit yang memuat antara lain tipe/ struktur dan syarat-syarat kredit dan ketentuan-ketentuan lainnya yang harus dilakukan dalam rangka pembinaan terhadap nasabah.[82]Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di dalam bagan proses prakarsa dan putusan kredit sbb :[83]
Dari hasil wawancara dengan beberapa responden di atas, terlihat bahwa sistem dan prosedur yang dijalankan dalam pemberian kredit telah sesuai dengan aturan baik yang dikeluarkan oleh Bank BRI di dalam Pedoman Pelaksanaan Kredit dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dengan mengedepankan asas kehati-hatian dalam memberikan kredit (prudential banking).
2.        Pelaksanaan Perjanjian dan Pengikatan Jaminan Kredit di Bank BRI
Berdasarkan putusan kredit yang telah disetujui, bagian adminsitrasi kredit pada unit kerja pemrakarsa kredit mempersiapkan surat penawaran putusan kredit (offering letter), perjanjian kredit dan perjanjian jaminan (accesoir).
2.1.  Surat Penawaran Putusan Kredit
Surat Penawaran Putusan Kredit (Offering Letter)
Surat penawaran putusan kredit memuat hal-hal: (i) Tipe/ struktur kredit; (2) Syarat-syarat dan ketentuan kredit yang harus dipenuhi nasabah.
Setiap offering letter yang diserahkan kepada debitur, memuat klausula bahwa offering letter hanya memuat garis besar komitmen, sehingga BRI dapat mengadakan penambahan seperlunya atas offering letter dengan kesepakatan para pihak. Sedangkan syarat-syarat dan ketentuan kredit selengkapnya berlaku bagi para pihak setelah perjanjian kredit dan dokumen-dokumen lainnya ditandatangani oleh para pihak yang terlibat.

2.2.  Surat Perjanjian Kredit
Semua fasilitas kredit harus mempunyai perjanjian kredit. Konsep/ draft Perjanjian Kredit yang akan ditandatangani terlebih dahulu diperiksa oleh bagian Adminsitrasi Kredit unit kerja penandatangan akad kredit.
Perjanjian kredit mencakup hal-hal antara lain; (i) Tipe/ struktur, syarat dan ketentuan kredit yang ditetapkan dalam putusan kredit; (ii) Persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pencairan kredit; (iii) Pernyataan Menjamin (Representative and Warranties); (iv) Klausula tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh nasabah selama pinjaman belum lunas (Affirmative Covenants); (v) Klausula tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh nasabah selama pinjaman belum lunas (Negative Covenants); (vi) Klausula tentang kejadian kelalaian (Event of Default); (vii) Suatu klausula yang mengamankan kepentingan bank apabila terjadi perubahan memburuk yang cukup penting pada persyaratan yang telah dibuat; (viii) Tanggal yang pasti tentang berakhirnya masa penarikan fasilitas; (ix) Klausula-klausula yang dapat mempercepat pembayaran kembali pinjaman sebelum jatuh tempo jika kondisi keuangan atau usaha peminjam mulai memburuk atau ingkar janji (wanprestasi); (x) Lain-lain yang dipandang perlu (misalnya : klausula cross default, klausula opsi konversi, klausula kewajiban mengasuransikan barang agunan, klausula pemberian kuasa pendebetan rekening kepada BRI, klausula kepailitan, klausula publikasi, klausula perjumpaan hutang, dan sebagainya).
Berdasarkan wawancara dan dokumen yang penulis peroleh pada saat penelitian di atas, perjanjian yang dibuat oleh Bank BRI dalam memberikan kredit kepada debitur adalah dengan Notariil.



Sedangkan secara konteks hukum, di dalam bukunya Gatot Supramono mengatakan :[84]
Akta perjanjian yang dibuat secara di bawah tangan dibandingkan dengan ang dibuat dengan akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang berbeda. Akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, artinya dapat dipercaya kebenarannya dan tidak lagi memerlukan alat bukti lain. Kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran formal dan kebenaran materiil. Kebenaran formal, bahwa para pihak yang berjanji benar-benar datang menghadap notaris dalam membuat perjanjiannya. Adapun kebenaran materiiln, bahwa isi perjanjian benar-benar seperti yang dituangkan dalam akta pernjanjian tersebut.

Sedangkan menurut KUH Perdata Pasal 1313, perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Darin peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang diesebut perikatan yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan. [85]
Setiap pemberian kredit dengan nilai di atas Rp.500.000.000,- (limaratus juta rupiah) Bank BRI mensyaratkan untuk membuat Surat Perjanjian Kreditnya secara Notariil. [86]
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, perjanjian kredit yang dibuat antara Bank BRI sebagai Kreditur dan PT. Makmur Papan Permata selaku Debitur, dilaksanakan secara Notariil seuai dengan Akta Perjanjian Kredit nomor 94 tertanggal 24 Juli 2012 yang dibuat oleh Notaris Darmasyah. Penulis berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan oleh Bank BRI dengan menerapkan pembuatan Surat Perjanjian Kredit secara Notariil sudah tepat. Hal tersebut dikarenakan Surat Perjanjian Kredit secara Notariil merupakan akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Sehingga apabila terjadi permasalahan hukum yang memerlukan pembuktian di muka pengadilan, Bank BRI sebagai kreditur telah memiliki alat bukti yang sempurna.
2.3.  Perjanjian Jaminan ( Accesoir )
Perjanjian Jaminan (accesoir) dapat berupa perjanjian jaminan kredit (akta pengikatan dan lain-lain), pemberian kuasa maupun kerjasama yang berkaitan dengan perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya dengan menggunakan akta antara lain: (i) Akta Jaminan Perorangan / Personal Guarantee; (ii) Akta Jaminan Perusahaan / Corporate Guarantee; (iii) Akta Perjanjian Gadai Saham, yang disertai dengan penyerahan fisik atas saham/ recipis dan diilampiri dengan daftar saham/ recipis yang digadaikan. Khusus untuk saham yang sudah terdaftar di Bursa Efek, maka harus didaftarkan pada biro administrasi efek bahwa saham tersebut dijaminkan/ digadaikan kepada BRI; (iv)
Akta Perjanjian gadai surat berharga yang disertai dengan penyerahan secara fisik dan dilampiri dengan daftar surat berharga; (v) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT); (vi)
Akta Perjanjian Pemindahan dan Penyerahan Hak Tagihan/ Cessie, yang dilampiri dengan daftar piutang dan jika memungkinkan berikut bukti hak tagih; (vii) Akta Perjanjian Jaminan secara Fidusia yang harus mencantumkan daftar barang agunan, bukti hak kepemilikan, nilai barang agunan dan nilai pengikatan.
Berbicara mengenai kredit tentu saja tidak bisa terlepas dari permasalahan jaminan dan agunan. Jaminan dan agunan sendiri memiliki arti yang berbeda, Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 23 UU No. 10/1998, Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Namun, di Bank BRI kedua istilah ini bercampur aduk atau disamakan. Hal ini terlihat dengan digunakannya istilah “jaminan” dalam “jaminan pokok-jaminan tambahan”, padahal istilah “tambahan” atau “pokok” dikenal di dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No. 10/1998 dan dilekatkan pada istilah “agunan”.
Di bank BRI, “jaminan” diartikan sebagai lembaga yang memberikan perlindungan atau kepastian hukum dalam pemberian kredit, misalnya Jaminan Fidusia dan Jaminan Hak Tanggungan, serta “agunan” diartikan sebagai benda obyek jaminan. Namun, kadang agunan dalam arti ini juga disebut “benda jaminan”. Istilah “jaminan” digunakan untuk menyebut lembaga yang memberikan suatu kepastian dan “agunan” digunakan untuk menyebut benda obyek jaminan.[87]
Sedangkan pendapat Munir Fuady di dalam bukunya mengatakan : [88]
Jaminan utang adalah pemberian keyakinan kepada pihak kreditur atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya kepada debitur, di mana hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu perjanjian yang bersifat assessoir terhadap perjanjian pokoknya-berupa perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.
Bank BRI memiliki kebijakan di dalam penerimaan obyek agunan dan jenis-jenis pengikatan agunannya sebagai berikut :
2.3.1.      Hak Tanggungan
2.3.1.1.          Pengertian; Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
2.3.1.2.          Ciri-ciri Hak Tanggungan, memberikan suatu kedudukan/hak yang diutamakan/hak didahulukan kepada pemegang hak tanggungan, yaitu; (i) Hak didahulukan adalah hak yang dipunyai untuk memperoleh pembayaran dari hasil penjualan obyek hak tanggungan dibandingkan kreditur konkuren lainnya; (ii) Kedudukan pemegang hak tanggungan masih lebih rendah dari kedudukan pemegang hak yang diistimewakan (antara lain ; hak penagihan piutang pajak oleh negara, piutang upah buruh pekerja pada majikan dan lain-lain); (iii) Hak tanggungan dengan peringkat lebih tinggi (lebih awal) misalnya peringkat 1 (satu) akan mendapat prioritas pembayaran terlebih dahulu dibandingkan dengan hak tanggungan yang berikutnya, misalnya peringkat 2 atau 3; (iv) Hak mendahulu (preference) tetap dapat dilakukan walaupun pemberi hak tanggungan pailit; Hak tanggungan selalu mengikuti obyek hak tanggungan ditangan siapapun obyek hak tanggungan tersebut berada.
2.3.1.3.          Sifat Hak Tanggungan; (i) Hak Tangggungan tidak dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan dalam APHT; (ii) Hak tanggungan dapat diberikan untuk menjamin satu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu hutang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Sebaliknya, satu obyek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin satu hutang atau lebih. Peringkat hak tanggungan ditentukan menurut tanda pendaftaran pada Kantor Pertanahan; (iii) Pemberian hak tanggungan sebagai perjanjian accesoir harus didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang tertuang dalam perjanjian kredit.
2.3.1.4.          Obyek Hak Tanggungan adalah : Tanah dengan bukti hak; (i) Hak Milik; (ii) Hak Guna Bangunan; (iii) Hak Guna Usaha;  Selain hak-hak tanah sebagaimana tersebut di atas, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, dapat dibebani hak tanggungan.


2.3.2.                Fidusia
2.3.2.1.          Pengertian Fidusia, adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2.3.2.2.          Obyek Jaminan Fidusia, adalah; (i) Benda bergerak (berwujud maupun tidak berwujud), misalnya 
persediaan/stok barang, mesin, kendaraan bermotor, 
piutang dagang/usaha; (ii) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4/1996, misalnya hak pakai atas tanah hak milik; (iii) Jika tidak diperjanjikan lain, maka jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, juga klaim asuarnsi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia diasuransikan.
2.3.2.3.          Asas-asas Jaminan Fidusia; (i) Mengikuti bendanya (asas Droit de Suit); (ii) Didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia (Asas Publisitas); (iii) Memberikan hak untuk menjual langsung (Eksekutorial); (iv) Obyek yang diikat fidusia adalah tertentu/terinci (Asas 
Spesialitas); (v) Merupakan Perjanjian ikutan (Accesoir)
2.3.2.4.          Pembebanan Fidusia : (i) Dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia; (ii)  Memuat sekurang-kurangnya;  Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia; Nilai penjaminan; dan nilai benda yang menjadi obyek fidusia; (iii) Jaminan Fidusia dapat kepada lebih dari 1 (satu) penerima fidusia dalam hal kredit konsorsium atau kredit 
sindikasi (iv) Jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia 
ditempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup benda baik yang berada di dalam maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia. Pendaftaran jaminan fidusia dimaksud dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang memuat ; Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; 
Tanggal dan nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan 
fidusia; 
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 
 Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan 
fidusia; 
Nilai penjaminan;  
Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Menurut UU No. 42/ 1999, di dalam Pasal 11 dinyatakan : [89]
Untuk memberikan kepastian hukum, mewajibkan benda yang dibenai dengan jaminan fidusia didaftarkan pada kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik benda yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia.



Berdasarkan pernyataan Mariam Darus Badrulzaman yang dikutip di dalam Jurnal Aermadepa, yang berjudul Pendaftaran Jaminan Fidusia, Masalah dan Dilema dalam Pelaksanannya, dikatakan :[90]
Dengan pendaftaran fidusia maka jaminan fidusia mendapatkan karakter “hak barang” dan tidak lagi sebagai kesepakatan. Sebagai hak barang, jaminan fidusia membawa prinsip-prinsip antara lain menjamin hak berikut barang, memiliki posisi utama dalam kaitannya dengan kreditur lainnya, dan jaminan tidak termasuk dalam aset bangkrut jika debitur tersebut diputuskan bangkrut.

2.3.3.                Gadai
2.3.3.1.          Pengertian Gadai adalah hak kebendaan yang diperoleh kreditur (pemegang/ penerima gadai) atas suatu benda bergerak yang diserahkan oleh pemberi gadai, yang memberikan hak kepada penerima gadai untuk mengambil pelunasan dari penjualan benda tersebut.
2.3.3.2.          Obyek Gadai ; (i)  Benda bergerak berwujud, misalnya kendaraan bermotor, barang- 
barang rumah tangga; (ii) Benda bergerak yang tidak berwujud, misalnya deposito 
berjangka, sertifikat deposito, saham dan sebagainya.
2.3.3.3.         Sifat-Sifat Gadai;  (i) Obyek  benda bergerak; (ii) Benda gadai dikuasai penerima gadai; (iii) Memberi hak kepada pemegang gadai untuk menjual sendiri 
benda yang digadaikan; (iv) Memberikan hak preference kepada penerima gadai untuk 
didahulukan; (v)   Bersifat accesoir.

2.3.3.4.         Proses terjadinya gadai; (i) 
Penyerahan benda gadai secara nyata kepada penerima gadai. Pembuatan perjanjian gadai; (ii) Perjanjian gadai dapat dibuat dengan akta Notaris atau dengan akta di bawah tangan dalam bahasa Indonesia, yang sekurang- kurangnya harus memuat klausula yang menunjuk perjanjian kreditnya; (iii) Adanya klausula yang menyatakan bahwa hak-hak yang menurut hukum diberikan kepada pemegang gadai antara lain hak untuk menjual benda yang digadaikan, jika debitur tidak memenuhi prestasinya; (iv) Adanya klausula pemilihan domisili hukum jika terjadi sengketa.
2.3.3.5.         Hal-hal yang harus diperhatikan dalam gadai; (i) Untuk gadai atas deposito berjangka, maka penyerahan 
tagihannya dilakukan dengan cessie, yang harus mencantumkan persetujuan (betekend) dari bank penerbit bilyet deposito berjangka; (ii) Untuk gadai atas Sertifikat Deposito yang merupakan surat berharga atas unjuk, maka penyerahannya dilakukan dengan penyerahan secara fisik; (iii) Untuk gadai saham atas nama (op naam), harus dimintakan surat persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham terlebih dahulu. Sedangkan untuk gadai saham atas unjuk (aan order), tidak perlu dimintakan persetujuan dari perusahaan yang menerbitkan saham tersebut; (iv)  Untuk saham yang diterbitkan oleh perusahaan go public, harus diikuti dengan pencatatan saham tersebut di Bursa Efek.


Setelah mengetahui prosedur pengikatan jaminan secara gadai, hak tanggungan dan fidusia, berikut ini adalah penjelasan tentang pengikatan jaminan kredit berupa kios pasar dengan bukti kepemilikan berupa Kartu Tanda Bukti Hak yang dimiliki oleh PT. Makmur Papan Permata. Sebagaimana telah diketahui, kios pasar tidaklah “dimiliki” oleh PT. Makmur Papan Permata, melainkan hanya sebatas hak untuk  pemakaian/ pemanfaatan/ penggunaan yang diperoleh berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata Nomor : 270-WK/1996 dan Nomor :018/MPP/XI/1996 tertanggal 30 November 1996, di mana hak tersebut memiliki jangka waktu tertentu dengan bukti kepemilikan berupa kartu tanda bukti hak yang dikeluarkan oleh perusahaan yang memiliki perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Kota Pekanbaru. Hal ini dapat diartikan bahwa para nasabah/ debitur dapat menguasai kios pasar dalam waktu tertentu.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kios pasar yang dijaminkan oleh PT. Makmur Papan Permata bukanlah murni milik PT. Makmur Papan Permata. Pasar dan segala fasilitas yang ada di dalamnya sebenarnya adalah milik Pemerintah Kota Pekanbaru. PT. Makmur Papan Permata bisa “memiliki” atau “menguasai” komplek Pasar Pusat Sukaramai berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru. Untuk berada dalam kedudukan berkuasa, PT. Makmut Papan Permata bertindak seolah-olah  adalah pemilik dari benda yang berada di dalam kekuasaannya tersebut.

Pemahaman milik dalam masyarakat bisnis dapat diartikan dalam dua hal, yaitu:[91] (i) Debitur menguasai titel dari benda jaminan dan sekaligus menguasai benda secara fisik; (ii) Debitur menguasai benda jaminan secara fisik sedangkan secara yuridis belum menjadi pemilik.
Pemahaman tentang ”milik” tersebut di atas dapat dibandingkan dengan pengertian ”bezit” menurut Pasal 529 KUH Perdata yaitu :
“Yang dimaksud dengan bezit adalah keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya, baik sendiri ataupun dengan perantaraan orang lain, seolah-olah itu adalah kepunyaannya sendiri.”
Untuk bezit diperlukan dua hal yaitu kekuasaan atas suatu benda dan unsur kemauan untuk memiliki benda tersebut. Jika dilihat dari fungsi polisionilnya, Bezit mendapat perlindungan dari hukum. Hukum mengindahkan keadaan kenyataan itu tanpa mempersoalkan hak milik atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi, siapa yang membezit sesuatu benda (sekalipun ia pencuri) maka ia mendapat perlindungan dari hukum, sampai ia terbukti (di muka pengadilan) bahwa ia sebenarnya tidak berhak, sehingga barang siapa yang merasa haknya terlanggar harus minta penyelesaiannya lebih dulu pada polisi atau pengadilan.[92]
Berkaitan dengan “pemilikan” kios pasar dan hukum jaminan, debitur adalah selaku pemilik (bezitter) kios pasar yang hanya menguasai benda secara fisik kemudian menjaminkan benda itu kepada bank untuk memperoleh fasilitas kredit, karena pada kenyataannya kios pasar itu dapat dikuasai oleh satu orang atau badan hukum tertentu dalam kurun waktu yang lama bahkan dapat mengalihkannya kepada orang lain. Adapun cara untuk mengalihkan kios pasar adalah antara pemilik kios lama dengan calon pemilik kios baru dengan pemberitahuan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru, sesuai dengan Surat Perjanjian antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata Nomor :270-WK/1996 dan Nomor : 018/MPP/XI/1996 tertanggal 30 November 1996, pasal 7 ayat (4).
Hal tersebut di atas memperlihatkan bahwa seolah-olah PT. Makmur Papan Permata tersebut adalah benar-benar pemilik kiosnya, karena kekuasaannya berdasarkan Surat Perjanjian yang telah disebutkan di atas.
Apabila dilihat dari proses penjaminannya, penjaminan Kios Pasar  memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam fidusia yaitu benda jaminan masih berada di tangan pemiliknya, selain itu jaminan berupa kios pasar ini tidak tidak bisa diikat dengan menggunakan lembaga Hak Tanggungan dan Gadai.
Lembaga Jaminan Hak Tanggungan tidak dapat digunakan untuk mengikat kios pasar sebagai jaminan kredit karena kios pasar tidak memenuhi syarat sebagai objek Hak Tanggungan yaitu Hak atas tanah sesuai Undang-undang Pokok Agraria yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Hal ini karena status hak dari kios pasar hanyalah berupa ijin pemakaian dengan dokumen berupa Kartu Tanda Bukti Hak yang dikeluarkan oleh PT. Makmur Papan Permata dan diketahui oleh  Dinas Pasar.
Lembaga Gadai juga tidak dapat digunakan karena kios pasar tidak termasuk benda bergerak dan kekuasaan atas objek jaminan ini tidak dipindahkan dari tangan debitur ke tangan kreditur. Penjaminan kios pasar ini tidak memenuhi syarat utama dalam perjanjian gadai yaitu penguasaan benda oleh kreditur (inbezitstelling) dan telah diketahui apabila benda tidak dikuasai oleh kreditur maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.
Penjaminan Kios pasar ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia karena memenuhi syarat objek jaminan fidusia yaitu benda bergerak, baik yang berujud maupun tidak berujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Selain itu benda jaminan tetap berada dalam penguasaan debitur, sehingga pengalihan benda jaminan dilakukan secara consitutum possesorium yaitu pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut dimaksudkan untuk kepentingan penerima fidusia. Dalam jaminan fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksud semata- mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia.
Apabila dilihat dari inti fidusia yaitu Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan, maka ijin pemakaian kios pasar tidak dapat dijaminkan secara fidusia. Hal ini karena status hak kepemilikan dari kios pasar di tangan debitur masih tidak jelas, sementara di dalam fidusia status kepemilikan benda jaminan sudah jelas yaitu harus merupakan hak milik.
Namun demikian, Bank BRI tetap menerima Kios Pasar dengan dokumen berupa Kartu Tanda Bukti Hak yang memiliki jangka waktu tertentu penguasaannya sebagai jaminan kredit. Karena Bank BRI memiliki prinsip dalam menetapkan nilai agunan.[93] Prinsip yang dijadikan pedoman tersebut adalah didasarkan pertimbangan atas 5 (lima) “unsur P”, yaitu unsur penilaian, pengikatan, penguasaan, pengamanan, dan pemanfaatan, dengan penjelasan sebagai berikut: (i) Penilaian; Agunan kredit tersebut dapat dinilai atau tidak dengan cara dan metode yang ada, untuk menghasilkan nilai yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan; (ii) Pengikatan; Agunan kredit tersebut mempunyai bukti kepemilikan yang sah menurut hukum, dan dapat tidaknya dilakukan pengikatan agunan (Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai, dan lain-lain) untuk melindungi kepentingan Bank BRI; (iii) Penguasaan; Agunan kredit tersebut dapat dikuasai atau tidak atas nama pemohon, dan ada perselisihan/sengketa atau tidak, sehingga apabila dilikuidasi tidak menimbulkan proses yang lebih panjang dan membutuhkan biaya yang lebih besar yang akan merupakan beban bagi Bank BRI; (iv) Pengamanan, Agunan kredit tersebut dapat ditutup asuransi atau tidak, tata letak agunan dan tingkat penjagaan/pemeliharaan atas agunan tersebut sulit atau tidak; (v) Pemanfaatan, Agunan kredit tersebut dapat dijadikan sumber pembayaran kembali kredit atau tidak jika kredit menjadi bermasalah, dan besar penilaiannya wajar serta dapat dipertanggung jawabkan.
Penilaian agunan kredit harus dilakukan secara obyektif, jujur, bertanggungjawab dan menyajikan suatu nilai yang wajar. Kewajaran nilai tersebut dapat diketahui dengan mempergunakan empat ukuran/nilai, yaitu nilai pasar wajar, nilai likuidasi, proyeksi nilai pasar wajar dan proyeksi nilai likuidasi. Nilai tersebut digunakan oleh Pejabat Kredit Lini (PKL) dalam meyakini kecukupan dan pengikatan agunan (second way out). Penetapan kecukupan nilai agunan tergantung dari judgement setiap pejabat berdasarkan keempat nilai tersebut, dengan disertai alasan-alasan yang mendukungnya.
Penetapan besar nilai pengikatan agunan menjadi kewenangan pejabat pemutus atas saran dan usulan pejabat pemrakarsa, berdasarkan kewajaran serta kaitannya dengan risiko dan pelayanan kredit.
Nilai jumlah penanggungan adalah jumlah yang tertera dalam perjanjian penanggungan (borgtocht /garansi).
Berikut ini merupakan proses pengikatan kredit dengan jaminan kios pasar; (i) Bank BRI melakukan peninjauan langsung (On The Spot) guna melihat kondisi riil kios pasar yang dijadikan agunan; (ii) Bank BRI kemudian membuat Laporan Penilaian Jaminan/ Agunan; jika nilai kreditnya di atas Rp.10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah), maka atas agunan wajib dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik; (iii) Bank BRI kemudian meminta semua surat-surat asli berkaitan dengan kios pasar; (iv) Kemudian dilakukan penandatanganan Perjanjian Kredit secara Notariil dan Pengikatan Jaminan di hadapan notaris.
B.       Penyelesaian Apabila Terjadi Wanprestasi Dari Debitur Atas Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Berupa Kios Pasar
Di dalam perbuatan hukum perjanjian kredit, terdapat dua pihak yaitu kreditur dan debitur. Kreditur dalam hal ini pihak bank mempunyai kedudukan yang lebih kuat daripada debitur sehingga kehendak bank yang paling menentukan dalam pemilihan bentuk perjanjian untuk menuangkan pengikatan hutang yang mereka buat.
Sebagaimana telah diketahui, pengikatan kredit dengan jaminan kios pasar di Bank BRI diikat dengan Surat Perjanjian Kredit secara Notariil yang dibuat di buat dihadapan Notaris, sehingga dapat dikategorikan sebagai akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagai alat bukti.
Dengan diterimanya Kartu Tanda Bukti Hak atas Kios Pasar sesuai dengan analisis yang penulis lakukan, maka apabila terjadi wanprestasi dari Debitur, maka Bank BRI akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:[94](i) Memberikan teguran dan/atau peringatan kepada debitur baik secara lisan maupun tertulis; (ii) Apabila Bank BRI melihat adanya itikad baik dari debitur dan usaha debitur masih memiliki prospek ke depannya, maka bank BRI akan berusaha mencari tahu terlebih dahulu penyebab debitur wanprestasi, kemudian bank akan membantu mencarikan jalan keluar antara lain dengan ; melakukan pembimbingan terhadap usaha debitur; restrukturisasi kredit yaitu dengan melakukan perubahan terhadap syarat-syarat perjanjian kredit yang berhubungan dengan jadwal pembayaran kredit atau jangka 
waktu kredit; dan (iii) dengan menjalankan kekuasaan yang dimiliki dengan pengikatan jaminan kredit melalui lembaga fidusia sebagai upaya terakhir yakni eksekusi terhadap jaminan.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Bank BRI dengan melihat pemenuhan kewajiban yang dilakukan oleh PT. Makmur Papan Permata sebagai debitur dengan melihat Perjanjian Kredit nomor 94 tertanggal 24 Juli 2012 yang dibuat oleh Notaris Darmansyah, dapat penulis sampaikan dengan melihat pasal 2 butir nomor (2) dikatakan bahwa :[95]
Demikian, untuk angsuran bulan pertama (I) harus dibayar paling lambat pada tanggal 24-08-2012 (dua puluh empat Agustus duaribu dua belas), demikian untuk angsuran bulan-bulan berikutnya harus dibayar paling lambat pada tanggal 24 (duapuluh empat) dari bulan yang berkenaan, sehingga seluruh hutang/ kredit tersebut harus telah dibayar lunas pada tanggal 24-07-2019 (duapuluh empat Juli duaribu sembilan belas), dengan ketentuan apabila jatuh pada hari libur, maka pembayaran pokok dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
Sedangkan dilihat dari pemenuhan kewajiban yang dilaksanakan oleh PT. Makmur Papan Permata kepada Bank BRI, pembayaran angsuran dilaksanakan lewat dari tanggal 24 (dua puluh empat ) setiap bulannya, dapat dikategorikan sebagai tindakan wanprestasi yang dilakukan. Menurut Abd. Thalib dkk di dalam bukunya Hukum Keluarga dan Perikatan di sampaikan :
Istilah wanprestasi dalam buku perikatan dapat diartikan sebagai suatu kelalaian dan atau ingkar janji. Bentuk-bentuk wanprestasi itu antara lain adalah tidak melaksanakan prestasi (prestatie) sama sekali, melaksanakan prestasi tetapi hanya sebagian, melaksanakan prestasi tetapi terlambat, melaksanakan prestasi namun tidak sebagaimana mestinya.[96]
Dari penelitian penulis, atas terlambatnya pembayaran pokok tersebut, kepada PT. Makmur Papan Permata tidak pernah diberikan teguran secara tertulis dari Bank BRI. Teguran yang disampaikan oleh Bank BRI hanya sebatas dengan teguran secara lisan yang disampaikan oleh petugas Bank BRI, untuk mengingatkan bahwa debitur belum melakukan pembayaran pada tanggal 24 pada bulan yang bersangkutan. Dengan diberikannya teguran secara lisan tersebut, debitur segera melaksanakan pembayaran pokok dan ataupun kewajiban bunganya  sebelum melewati akhir bulan yang bersangkutan. Dengan melakukan pembayaran sebelum berakhirnya bulan yang bersangkutan, maka penilaian kualitas kredit dapat dipertahankan dalam kondisi lancar. Hal ini dikarenakan sistem pencatatan kualitas kredit di Bank Indonesia dilaporkan oleh Bank BRI pada awal bulan setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan.
Mengingat kios pasar yang dipergunakan sebagai jaminan merupakan obyek yang diperjanjikan antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata selaku investor, sudah seharusnya apabila terjadi peralihan kepemilikan atas kios pasar dimaksud haruslah diketahui oleh Dinas Pasar Kota Pekanbaru atas nama Pemerintah Kota Pekanbaru. Peralihan kepemilikan kios tersebut apabila dihubungkan dengan fasilitas kredit yang diperoleh PT. Makmur Papan Permata dari Bank BRI adalah apabila terjadinya eksekusi atas jaminan atau agunan yang diserahkan untuk mengcover kredit yang diperoleh.
Apabila terjadi wanprestasi yang menyebabkan pihak kreditur melaksanakan hak eksekusinya, maka pihak Bank BRI harus berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Pasar Kota Pekanbaru sehingga secara adminsitrasi dapat diketahui apabila terjadi perubahan kepemilikan atas kios pasar yang berada di lokasi Komplek Pasar Sukaramai Pekanbaru. Hal tersebut bertujuan agar Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai wakil dari negara dapat mengetahui dan mengambil kebijakan ke depan dalam pengelolaan asest-aset yang dimiliki oleh Pemerintah Kota untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru yang lebih optimal. Yang paling penting apabila Bank akan menerima kios pasar atau yang sejenisnya harus dilihat jangka waktu yang dimiliki, sehingga tidak merugikan pihak yang akan membeli apabila akan dijual atau dilelang.[97]
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa dengan adanya Surat Perjanjian antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT, Makmur Papan Permata, sampai dengan jangka waktu yang ada di dalam perjanjian tersebut, Pemerintah Kota melalui Dinas Pasar kota Pekanbaru hanya bersifat pasif menunggu laporan dari PT. Makmur Papan Permata apabila akan terjadi perubahan/ peralihan kepemilikan kios yang ada di lingkungan Plaza Sukaramai Pekanbaru.
Dan berkenaan dengan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, sampai saat ini penulis belum melihat adanya tindakan wanprestasi oleh debitur yang menurut penilaian Bank BRI menyebabkan harus dilakukannya eksekusi atas jaminan yang diserahkan oleh PT. Makmur Papan Permata.  Wanprestasi yang dilakukan oleh debitur baru berupa terlambat tanggal pembayaran sehingga masih cukup diberikan teguran secara lisan dimana debitur selama ini segera dapat memenuhi kewajibannya setiap bulan.


[68] Wawancara dengan Direktur PT. Makmur Papan Permata, Hofman Haloho, Kantor PT. Makmur Papan Permata, tanggal 26 Februari 2014, pukul 10.00 wib.
[69] Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata Nomor  270-WK/1996 – Nomor 018/MPP/XI/1996 tanggal 30 November 1996 pasal 7 ayat (1).
[70] Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata Nomor  270-WK/1996 – Nomor 018/MPP/XI/1996 tanggal 30 November 1996 pasal 7 ayat (3).

[71] Wawancara dengan Account Officer, Eka Putra, Kantor Cabang Bank BRI, tanggal 9 Maret 2014, pukul 09.15 wib.
[72] Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 5 ayat (1).
[73] Kasmir, op. cit, hlm 90
[74] Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 2.
[75] Pedoman Pelaksanaan Kredit Bank BRI Bab. II hlm. 1
[76] Wawancara dengan Kepala Bagian Adminsitrasi Kredit,  Arif Fajar Nugroho, Kantor Wilayah Bank BRI, tanggal 9 April 2014, pukul 09.55 wib.
[77] Ibid.
[78] Wawancara dengan Grup Head Analis Risiko Kredit, I Nyoman Suprapta, Kantor Bank BRI, tanggal 9 April 2014, pukul 10.30 wib.
[79] Ibid.
[80] Wawancara dengan Kepala Bagian Adminsitrasi Kredit,  Arif Fajar Nugroho, Kantor Wilayah Bank BRI, tanggal 9 April 2014, pukul 11.45 wib.
[81] Wawancara dengan Grup Head Analis Risiko Kredit, I Nyoman Suprapta, Kantor Bank BRI, tanggal 9 April 2014, pukul 12.30 wib.
[82] Ibid.
[83] Pedoman  Pemberian Kredit Menengah PT. Bank Rakyat Indonesia, Bab IV, Lampiran Ib/IV proses kredit, Tahun 2011.
[84] Gatot Supramono, op. cit, hlm 18
[85] legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian, diakses pada 20 Agustus 2014 pukul 21.45 wib
[86] Wawancara dengan Notaris, Darmasyah, Kantor Notaris, tanggal 17 April 2014, pukul 9.30 wib.

[87] Wawancara dengan Kepala Bagian Adminsitrasi Kredit,  Arif Fajar Nugroho, Kantor Wilayah Bank BRI, tanggal 9 April 2014, pukul 11.45 wib.
[88] Munir Fuady, op. cit, hlm 8
[89] Undang-undang RI No. 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia Pasal 11.
[90] Aermadepa, Pendaftaran Fidusia, Masalah dan Dilema dalam Peaksanaannya, Jurnal Ilmiah  Abdi Ilmu, Vol. 5 No. 1 Tahun 2012, hlm. 7.
[91] Tan Kamelo, op. cit, hlm. 335
[92] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 84.

[93] Wawancara dengan Grup Head Analis Risiko Kredit, I Nyoman Suprapta, Kantor Bank BRI, tanggal 9 April 2014, pukul 12.30 wib.

[94] Wawancara dengan Grup Head Restrukturisasi dan Penyelesaian Kredit Bermasalah, Koes Hariyono, Kantor Bank BRI, pada tanggal 09 April 2014, pukul 11.50 wib

[95] Perjanjian Kredit nomor 94 tanggal 24 Juli 2012, dibuat oleh Notaris Darmansyah, pasal 2 butir 2.
[96] Abd Thalib, dkk, op. cit., hlm. 169.
[97] Wawancara dengan Kepala Bidang Kebersihan dan Kemanan Dinas Pasar Kota Pekanbaru, Mahyuddin, Kantor Dinas Pasar Kota Pekanbaru, pada tanggal 17 September 2014, pukul 09.50 wib