BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan Pengikatan Kredit Dengan
Jaminan Berupa Kartu Tanda Bukti Hak Kios Pasar di Bank BRI
Modal merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi
perusahaan dalam mengembangkan suatu usaha. PT. Makmur Papan Permata merupakan
perusahaan yang memiliki usaha di bidang pengelolaan lahan di lokasi Pasar
Sukaramai – Pekanbaru. PT. Makmur Papan Permata merupakan badan hukum yang
menguasai lahan dan bangunan yang ada di atas pasar Sukaramai berdasarkan
Perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan
Permata dengan Surat Perjanjian Nomor 270-WK/1996 – Nomor 018/MPP/XI/1996 tanggal
30 November 1996.
Dengan adanya perjanjian tersebut PT. Makmur Papan Permata diberikan hak berupa
Hak Guna Bangunan selama 25 tahun.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, di
dalam perjanjian tersebut di atas, pasal 7 ayat (3) menyebutkan bahwa PT.
Makmur Papan Permata juga diberikan Hak
untuk mengagunkan HGB dimaksud kepada pihak lain dengan memberitahukan kepada
Pemerintah Kota Pekanbaru.
Selanjutnya dengan kewenangan yang dimiliki tersebut, PT. Makmur Papan Permata
menerbitkan Kartu Tanda Bukti Hak atas Kios/ Toko/ Los/ Counter yang berdiri di atas lahan tersebut, sebagai bukti hak
pemakaian atas bangunan di atas.
Dengan telah diterbitkannya kartu tanda bukti hak
atas bangunan yang didirikan di atas tanah yang dikuasai oleh PT. Makmur Papan
Permata, selanjutnya diajukan kepada Bank BRI sebagai agunan untuk mendapatkan
fasilitas kredit Investasi.
Pemberian kredit merupakan salah satu
kegiatan yang dilakukan oleh perbankan, demikian pula di PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Pekanbaru, selanjutnya disebut Bank BRI. Guna
mempermudah pelayanan terhadap nasabahnya, Bank BRI membagi kreditnya dalam 4 (empat)
jenis, yang di dalamnya masih terbagi dalam jenis-jenis yang lebih spesifik.
Berdasarkan
penelitian yang penulis lakukan, Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan di dalam pasal 5 dinyatakan, bahwa bank dapat dibedakan menurut
jenisnya yaitu : (a) Bank Umum, dan (b) Bank Perkreditan Rakyat. Dan Bank BRI
adalah bank yang menurut jenisnya berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 masuk ke
dalam jenis Bank Umum.
Pemberian kredit adalah merupakan salah satu
kegiatan Bank BRI sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 6 butir
b.
Jenis-jenis kredit ini di Bank BRI lazim disebut ragam
kredit yang didasarkan pada tujuan penggunaannya. Adapun ragam kredit yang ada
di Bank BRI adalah sebagai berikut: (1) Kredit Konsumer, yang dikenal dengan
Kredit Briguna, yaitu kredit yang diberikan kepada golongan berpenghasilan
tetap yang penggunaannya untuk keperluan konsumtif kebutuhan rumah tangga.
Sasaran dari kredit ini adalah para pegawai negeri atau golongan berpenghasilan
tetap, dimana pembayaran angsuran pinjamannya berasal dari pemotongan gaji yang
diterima setiap bulannya; (2) Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan
guna membantu pengembangan usaha, berupa pembiayaan barang modal dan jasa dalam
rangka rehabilitasi, moderenisasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru; (3) Kredit
Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan guna meningkatkan volume penjualan
barang dagangan dan membiayai selama satu putaran usaha untuk pengadaan
persedian bahan baku, bahan penolong atau barang-barang jadi/dagangan. Termasuk
dalam jenis kedit ini antara lain Kredit Rekening Koran, Promissory Note dan
Fixed Loan; (4) Kredit Ekspor Impor, terdiri atas; (a) Kredit Ekspor,
yaitu fasilitas yang disediakan untuk membeli Wesel Ekspor nasabah/debitur atau
pembiayaan pengadaan/ pengolahan barang ekspor nasabah/debitur; (b) Kredit
Impor, yaitu fasilitas impor yang disediakan bank untuk pembukaan Usance dan
Sight Letter of Credit (L/C) serta untuk pembiayaan impor atau kredit
impor yang lazimnya disebut.
Jika
dilihat dari jenisnya, pemberian kredit di Bank BRI sendiri terbagi atas 2
jenis yaitu; (1) Sistem Kredit Plafon atau Rekening Koran, yaitu kredit yang
diberikan oleh bank di rekening debitur dapat diambil sesuai kebutuhan dan
sewaktu-waktu. Cara pencairan melalui cek atau rekening giro dan apabila
debitur ingin melunasi kredit tinggal memasukkan dana ke rekeningnya; (2) Sistem
Kredit Angsuran, yaitu kredit diberikan sekaligus pada rekening debitur.
Pelunasan dilakukan secara berkala oleh debitur dengan jumlah angsuran pokok
dan bunganya sesuai kesepakatan debitur dan kreditur (Bank BRI).
Sedangkan
dalam konteks jenis-jenis kredit yang umumnya diberikan oleh Bank, Kasmir
mengatakan :
Secara umum jenis-jenis kredit
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (1) Dilihat dari segi kegunaan;
(a) Kredit Investasi; (b) Kredit Modal Kerja; (2) Dilihat dari segi tujuan
kredit; (a) Kredit Produktif; (b) Kredit Konsumtif; (c) Kredit Perdagangan; (3)
Dilihat dari segi jangka waktu; (a) Kredit jangka pendek; (b) Kredit jangka
menengah; (c) Kredit jangka panjang; (4) Dilihata dari segi jaminan; (a) Kredit
dengan jaminan; (b) Kredit tanpa jaminan; (5) Dilihat dari segi sektor usaha;
(a) Kredit pertanian; (b) Kredit peternakan; (c) Kredit Industri; (d) Kredit
pertambangan; (e) Kredit pendidikan; (f) Kredit Profesi; (g) Kredit perumahan.
Berdasarkan
pada hasil wawancara dan penelitian sebagaimana disebutkan dalam penjelasan di
atas, menurut penulis pelaksanaan kredit Bank BRI Pekanbaru telah sesuai dengan
Pedoman Pelaksanaan Kredit di Bank BRI dan bank lain pada umumnya.
1.
Prosedur
Umum Pelayanan Kredit di Bank BRI
Dalam kegiatan melayani pemberian kredit
kepada debiturnya, Bank BRI
sangat selektif dalam menerima nasabah calon debitur. Hal ini dilakukan untuk menerapkan
prinsip kehati-hatian (prudential banking)
yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kredit macet. Apabila menerima
pengajuan dari orang atau badan hukum yang belum menjadi nasabah, Bank BRI akan
melakukan penyelidikan secara ketat dalam beberapa aspek dari calon nasabahnya.
Di
dalam UU No. 10/ 1998 Pasal 2 disebutkan :
Perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian.
Begitu
juga di dalam Pedoman Pelaksanaan Kredit BRI pada Bab II juga sudah menerapkan
prinsip kehati-hatian dengan membuat aturan baku yang harus ditaati oleh
seluruh proses pemberian kredit di Bank BRI.
Sebelum
menerima permohonan kredit dari nasabahnya, Bank BRI terlebih dahulu akan
mengenali karakter nasabah, kemudian akan melihat apakah calon debitur memiliki
kemampuan untuk mengembalikan kreditnya. Bank BRI juga akan melihat terlebih
dahulu modal calon debitur dengan meminta Laporan Keuangan atau Neraca Rugi Laba
apabila calon debitur merupakan Badan Usaha sedangkan apabila debitur adalah
perorangan, Bank BRI perlu mengetahui apakah sumber pendapatannya cukup untuk
menutup angsuran pokok dan bunga kredit setiap bulannya. Selain itu Bank BRI
juga akan meneliti prospek usaha ke depannya dari nasabah yang mengajukan
pinjamannya.
Persyaratan
bagi calon debitur yang merupakan badan usaha adalah sebagai berikut: (a) Badan
Usaha didirikan menurut hukum di Indonesia dan harus mendapat pengesahan dari
instansi berwenang; (b) Tidak termasuk dalam Daftar Hitam dan Daftar Kredit
Macet di Bank Indonesia; (c) Harus membuka rekening Giro di Bank BRI apabila
kreditnya
telah disetujui; (d) Apabila telah menjadi nasabah selama
berhubungan dengan
Bank BRI mempunyai reputasi baik, tidak pernah melakukan
perbuatan tercela dan perputaran rekeningnya baik; (e) Memiliki Surat Ijin
Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Perindustrian (SIP) dan Tanda Daftar
Perusahaan (TDP); (f) Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya hingga yang
terakhir; (g) Neraca dan Perincian Rugi Laba; dan (i) Rekening Koran/Tabungan
selama tiga bulan terakhir.
1.1. Proses
Prakarsa Kredit
Proses
prakarsa dan analisis kredit di Bank BRI memiliki tahapan sebagai berikut :
1.1.1. Permohonan
Kredit oleh Debitur/Calon debitur.
Dengan
syarat permohonan kredit harus berbentuk
dokumen tertulis, baik berupa surat permohonan oleh debitur/calon debitur, atau
berupa persetujuan atas penawaran kredit yang disampaikan oleh BRI yang
menunjukkan calon debitur memerlukan pembiayaan. Permohonan kredit tersebut
harus dicatat oleh unit kerja penerima permohonan dan diadministrasikan secara
tertib.
1.1.2. Pre
Screening.
Proses
ini dilakukan oleh Jajaran Relationship Management selanjutnyua disebut RM
meliputi kegiatan antara lain namun tidak terbatas pada BI Checking, Pasar
Sasaran dan Kriteria Risiko Dapat diterima, negative list BKPM. Hasil dari pre
screening adalah kesimpulan apakah permohonan kredit dapat diproses lebih
lanjut atau tidak. Apabila pre screening menyimpulkan bahwa permohonan kredit
dapat diproses lebih lanjut, maka Jajaran RM melakukan pengumpulan data.
Apabila pre screening menyimpulkan bahwa permohonan kredit ditolak, maka
Jajaran RM menyampaikan penolakan kepada calon debitur. Pengumpulan data
debitur dan/atau usahanya
Apabila dari proses pre screening, diputuskan untuk
diproses, maka Jajaran RM dan Credit Risk Management selanjutnya disebut CRM
melakukan pengumpulan data debitur dan atau usahanya. Proses pengumpulan data
tersebut antara lain dapat dilakukan melalui kunjungan lapangan ke lokasi
debitur/ usahanya yang dituangkan dalam Laporan Kunjungan Nasabah, hasil
analisis kredit, bukti tertulis lainnya atau melalui sumber data resmi lainnya
seperti website debitur/ website Bapepam, Dinas-Dinas/ Departemen Teknis dan
sumber relevan lainnya.
Untuk meyakini kebenaran data dan informasi tersebut diatas, harus dilakukan cross check melalui kegiatan antara
lain; (i) Wawancara dengan debitur/calon debitur; (ii) Wawancara dengan
pihak-pihak lain yang mengetahui karakter nasabah, bisnis nasabah, dan keterangan-keterangan
lain yang diperlukan; (iii) Meneliti tujuan penggunaan kredit; (iv) Kunjungan
ke lokasi usaha dan atau agunan yang diberikan debitur/calon debitur dalam
rangka memastikan kebenaran agunan. Hasil kunjungan tersebut dituangkan dalam
Laporan Kunjungan Nasabah (LKN).
1.1.3. Pra
Komite.
Kegiatan
ini dapat berupa pembahasan/penyampaian executive
summary, presentasi debitur atau rapat internal. Pra Komite dilakukan
secara bersama oleh Jajaran RM dan CRM. Hasil dari Pra Komite berupa kesimpulan
apakah permohonan kredit dapat diteruskan atau ditolak.
1.1.4. Analisis
dan Evaluasi oleh Jajaran RM dan CRM.
Apabila
kesimpulan Pra Komite menyatakan bahwa permohonan kredit dapat diproses lebih
lanjut, maka terhadap permohonan tersebut dilakukan analisis oleh Jajaran RM
dan CRM. Masing-masing jajaran memiliki fokus analisis yang berbeda. Jajaran RM
melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang termasuk dalam Aspek Non
Finansial debitur yaitu Character; Collateral; dan capacity non finansial debitur seperti aspek-aspek internal
perusahaan antara lain namun tidak terbatas pada : produksi, marketing,
manajemen perusahaan, struktur organisasi perusahaan, kebijakan pengambilan
keputusan, delegasi kewenangan dsb. Jajaran CRM melakukan analisis yang
meliputi analisis terhadap faktor-faktor yang termasuk dalam Aspek Finansial
debitur yaitu capital diantaranya
analisis keuangan Nasabah; condition of
economy diantaranya analisis makro ekonomi dan analisis Industri, serta capacity finansial.
1.1.5. Penetapan
Tipe/ Struktur dan Syarat Kredit
Kesimpulan
atas analisis dan evaluasi kredit dimuat dalam Memorandum Analisis Kredit antara
lain memuat tipe/ struktur, syarat dan ketentuan kredit. Penetapan
tipe/struktur, syarat dan ketentuan kredit ini dilakukan Pejabat Kredit Lini RM
bersama CRM. Tipe/ struktur kredit antara lain memuat; (i) Nama Peminjam; (ii) Jumlah
fasilitas kredir yang diberikan; (iii) Keperluan
pinjaman; (iv) Bentuk Kredit;
(v) Jenis pinjaman; (vi) Jangka waktu kredit; (vii) Suku bunga; (viii) Biaya Provisi;
(ix) Denda; (x) Agunan. Sedangkan syarat dan ketentuan kredit memuat antara
lain; (i) Syarat penandatanganan perjanjian kredit; (ii) Syarat pencairan
kredit; (iii) Syarat-syarat umum lainnya, antara lain meliputi; (a) Hal yang
harus dilakukan nasabah (Affirmative
Covenant); (b) Hal-hal yang tidak boleh dilakukan nasabah (Negative
Covenant) tanpa ijin tertulis dari
BRI.
1.1.6. Putusan
kredit.
Dalam
hal seluruh dokumen yang dipersyaratkan di dalam aturan yang berlaku di Bank
BRI telah terpenuhi, maka proses analisa di atas akan dilanjutkan ke dalam
proses pemberian putusan kredit. Pemberian putusan kredit harus dilakukan oleh
pejabat pemutus kredit atau komite kredit sesuai dengan kewenangan yang
dimiliknya.
Dalam pemberian putusan kredit, pejabat pemutus kredit atau para anggota komite
kredit harus senantiasa memerhatikan analisis dan evaluasi serta rekomendasi
yang diberikan oleh pejabat RM dan CRM, dan juga memerhatikan
informasi-informasi lainnya yang relevan dengan putusan kredit yang diberikan.
Putusan kredit harus dibuat secara tertulis dengan cara membubuhkan tanda
tangan oleh pejabat pemutus sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya di dalam
formulir putusan kredit yang memuat antara lain tipe/ struktur dan
syarat-syarat kredit dan ketentuan-ketentuan lainnya yang harus dilakukan dalam
rangka pembinaan terhadap nasabah.Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat di dalam bagan proses prakarsa dan putusan kredit
sbb :

Dari
hasil wawancara dengan beberapa responden di atas, terlihat bahwa sistem dan
prosedur yang dijalankan dalam pemberian kredit telah sesuai dengan aturan baik
yang dikeluarkan oleh Bank BRI di dalam Pedoman Pelaksanaan Kredit dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum, dengan mengedepankan asas kehati-hatian dalam memberikan
kredit (prudential banking).
2.
Pelaksanaan
Perjanjian dan Pengikatan Jaminan Kredit di Bank BRI
Berdasarkan
putusan kredit yang telah disetujui, bagian adminsitrasi kredit pada unit kerja
pemrakarsa kredit mempersiapkan surat penawaran putusan kredit (offering letter), perjanjian kredit dan
perjanjian jaminan (accesoir).
2.1. Surat
Penawaran Putusan Kredit
Surat Penawaran Putusan Kredit (Offering Letter)
Surat penawaran putusan kredit memuat hal-hal: (i)
Tipe/ struktur kredit; (2) Syarat-syarat dan ketentuan kredit yang harus
dipenuhi nasabah.
Setiap offering
letter yang diserahkan kepada debitur, memuat klausula bahwa offering letter hanya memuat garis besar
komitmen, sehingga BRI dapat mengadakan penambahan seperlunya atas offering
letter dengan kesepakatan para pihak. Sedangkan syarat-syarat dan ketentuan
kredit selengkapnya berlaku bagi para pihak setelah perjanjian kredit dan
dokumen-dokumen lainnya ditandatangani oleh para pihak yang terlibat.
2.2. Surat
Perjanjian Kredit
Semua
fasilitas kredit harus mempunyai perjanjian kredit. Konsep/ draft Perjanjian
Kredit yang akan ditandatangani terlebih dahulu diperiksa oleh bagian
Adminsitrasi Kredit unit kerja penandatangan akad kredit.
Perjanjian kredit
mencakup hal-hal antara lain; (i) Tipe/ struktur, syarat dan ketentuan kredit
yang ditetapkan dalam putusan kredit; (ii) Persyaratan yang harus dipenuhi
sebelum pencairan kredit; (iii) Pernyataan Menjamin (Representative and Warranties); (iv) Klausula tentang hal-hal yang
harus dilakukan oleh nasabah selama pinjaman belum lunas (Affirmative Covenants); (v) Klausula tentang hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh nasabah selama pinjaman belum lunas (Negative Covenants); (vi) Klausula tentang kejadian kelalaian (Event of Default); (vii) Suatu klausula yang mengamankan kepentingan bank
apabila terjadi perubahan memburuk yang cukup penting pada persyaratan yang
telah dibuat; (viii) Tanggal yang pasti tentang berakhirnya masa penarikan
fasilitas; (ix) Klausula-klausula yang dapat mempercepat pembayaran kembali
pinjaman sebelum jatuh tempo jika kondisi keuangan atau usaha peminjam mulai
memburuk atau ingkar janji (wanprestasi); (x) Lain-lain yang dipandang perlu
(misalnya : klausula cross default,
klausula opsi konversi, klausula kewajiban mengasuransikan barang agunan,
klausula pemberian kuasa pendebetan rekening kepada BRI, klausula kepailitan, klausula
publikasi, klausula perjumpaan hutang, dan sebagainya).
Berdasarkan
wawancara dan dokumen yang penulis peroleh pada saat penelitian di atas,
perjanjian yang dibuat oleh Bank BRI dalam memberikan kredit kepada debitur
adalah dengan Notariil.
Sedangkan
secara konteks hukum, di dalam bukunya Gatot Supramono mengatakan :
Akta perjanjian yang dibuat
secara di bawah tangan dibandingkan dengan ang dibuat dengan akta Notaris
mempunyai kekuatan pembuktian yang berbeda. Akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna, artinya dapat dipercaya kebenarannya dan tidak lagi memerlukan
alat bukti lain. Kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran formal dan
kebenaran materiil. Kebenaran formal, bahwa para pihak yang berjanji
benar-benar datang menghadap notaris dalam membuat perjanjiannya. Adapun
kebenaran materiiln, bahwa isi perjanjian benar-benar seperti yang dituangkan
dalam akta pernjanjian tersebut.
Sedangkan
menurut KUH Perdata Pasal 1313, perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Darin
peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang
diesebut perikatan yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
Setiap
pemberian kredit dengan nilai di atas Rp.500.000.000,- (limaratus juta rupiah)
Bank BRI mensyaratkan untuk membuat Surat Perjanjian Kreditnya secara Notariil.
Berdasarkan
penelitian yang penulis lakukan, perjanjian kredit yang dibuat antara Bank BRI
sebagai Kreditur dan PT. Makmur Papan Permata selaku Debitur, dilaksanakan
secara Notariil seuai dengan Akta Perjanjian Kredit nomor 94 tertanggal 24 Juli
2012 yang dibuat oleh Notaris Darmasyah. Penulis berpendapat bahwa tindakan
yang dilakukan oleh Bank BRI dengan menerapkan pembuatan Surat Perjanjian
Kredit secara Notariil sudah tepat. Hal tersebut dikarenakan Surat Perjanjian
Kredit secara Notariil merupakan akta autentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna. Sehingga apabila terjadi permasalahan hukum yang
memerlukan pembuktian di muka pengadilan, Bank BRI sebagai kreditur telah
memiliki alat bukti yang sempurna.
2.3. Perjanjian
Jaminan ( Accesoir )
Perjanjian
Jaminan (accesoir) dapat berupa perjanjian jaminan kredit (akta pengikatan dan
lain-lain), pemberian kuasa maupun kerjasama yang berkaitan dengan perjanjian kredit
yang telah dibuat sebelumnya dengan menggunakan akta antara lain: (i) Akta
Jaminan Perorangan / Personal Guarantee;
(ii) Akta Jaminan Perusahaan / Corporate
Guarantee; (iii) Akta Perjanjian Gadai Saham, yang disertai dengan
penyerahan fisik atas saham/ recipis dan diilampiri dengan daftar saham/
recipis yang digadaikan. Khusus untuk saham yang sudah terdaftar di Bursa Efek,
maka harus didaftarkan pada biro administrasi efek bahwa saham tersebut
dijaminkan/ digadaikan kepada BRI; (iv)
Akta Perjanjian gadai surat berharga
yang disertai dengan penyerahan secara fisik dan dilampiri dengan daftar surat
berharga; (v) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan (SKMHT); (vi)
Akta Perjanjian Pemindahan dan Penyerahan Hak
Tagihan/ Cessie, yang dilampiri dengan daftar piutang dan jika memungkinkan
berikut bukti hak tagih; (vii) Akta Perjanjian Jaminan secara Fidusia yang
harus mencantumkan daftar barang agunan, bukti hak kepemilikan, nilai barang
agunan dan nilai pengikatan.
Berbicara
mengenai kredit tentu saja tidak bisa terlepas dari permasalahan jaminan dan
agunan. Jaminan dan agunan sendiri memiliki arti yang berbeda, Jaminan adalah
sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan
hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin
debitur. Sedangkan
menurut Pasal 1 angka 23 UU No. 10/1998, Agunan adalah jaminan tambahan yang
diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Namun, di Bank BRI kedua istilah ini
bercampur aduk atau disamakan. Hal ini terlihat dengan digunakannya istilah
“jaminan” dalam “jaminan pokok-jaminan tambahan”, padahal istilah “tambahan”
atau “pokok” dikenal di dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No. 10/1998 dan
dilekatkan pada istilah “agunan”.
Di
bank BRI, “jaminan” diartikan sebagai lembaga yang memberikan perlindungan atau
kepastian hukum dalam pemberian kredit, misalnya Jaminan Fidusia dan Jaminan
Hak Tanggungan, serta “agunan” diartikan sebagai benda obyek jaminan. Namun,
kadang agunan dalam arti ini juga disebut “benda jaminan”. Istilah “jaminan”
digunakan untuk menyebut lembaga yang memberikan suatu kepastian dan “agunan”
digunakan untuk menyebut benda obyek jaminan.
Sedangkan
pendapat Munir Fuady di dalam bukunya mengatakan :
Jaminan utang adalah pemberian keyakinan kepada
pihak kreditur atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya kepada
debitur, di mana hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu
perjanjian yang bersifat assessoir terhadap perjanjian pokoknya-berupa
perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.
Bank
BRI memiliki kebijakan di dalam penerimaan obyek agunan dan jenis-jenis
pengikatan agunannya sebagai berikut :
2.3.1. Hak
Tanggungan
2.3.1.1.
Pengertian;
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
lain.
2.3.1.2.
Ciri-ciri
Hak Tanggungan, memberikan suatu kedudukan/hak yang diutamakan/hak didahulukan
kepada pemegang hak tanggungan, yaitu; (i) Hak didahulukan adalah hak yang
dipunyai untuk memperoleh pembayaran dari hasil penjualan obyek hak tanggungan
dibandingkan kreditur konkuren lainnya; (ii) Kedudukan pemegang hak tanggungan
masih lebih rendah dari kedudukan pemegang hak yang diistimewakan (antara lain
; hak penagihan piutang pajak oleh negara, piutang upah buruh pekerja pada
majikan dan lain-lain); (iii) Hak tanggungan dengan peringkat lebih tinggi
(lebih awal) misalnya peringkat 1 (satu) akan mendapat prioritas pembayaran
terlebih dahulu dibandingkan dengan hak tanggungan yang berikutnya, misalnya
peringkat 2 atau 3; (iv) Hak mendahulu (preference) tetap dapat dilakukan
walaupun pemberi hak tanggungan pailit; Hak tanggungan selalu mengikuti obyek
hak tanggungan ditangan siapapun obyek hak tanggungan tersebut berada.
2.3.1.3.
Sifat
Hak Tanggungan; (i) Hak Tangggungan tidak dapat dibagi-bagi kecuali
diperjanjikan dalam APHT; (ii) Hak tanggungan dapat diberikan untuk menjamin
satu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu hutang atau
lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Sebaliknya, satu obyek hak
tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin
satu hutang atau lebih. Peringkat hak tanggungan ditentukan menurut tanda
pendaftaran pada Kantor Pertanahan; (iii) Pemberian hak tanggungan sebagai
perjanjian accesoir harus didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang tertuang dalam
perjanjian kredit.
2.3.1.4.
Obyek
Hak Tanggungan adalah : Tanah dengan bukti hak; (i) Hak Milik; (ii) Hak Guna
Bangunan; (iii) Hak Guna Usaha; Selain
hak-hak tanah sebagaimana tersebut di atas, hak pakai atas tanah negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan, dapat dibebani hak tanggungan.
2.3.2.
Fidusia
2.3.2.1.
Pengertian
Fidusia, adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.
2.3.2.2.
Obyek
Jaminan Fidusia, adalah; (i) Benda bergerak (berwujud maupun tidak berwujud),
misalnya
persediaan/stok barang, mesin, kendaraan bermotor,
piutang
dagang/usaha; (ii) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4/1996, misalnya hak
pakai atas tanah hak milik; (iii) Jika tidak diperjanjikan lain, maka jaminan
fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, juga
klaim asuarnsi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
diasuransikan.
2.3.2.3.
Asas-asas
Jaminan Fidusia; (i) Mengikuti bendanya (asas Droit de Suit); (ii) Didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia
(Asas Publisitas); (iii) Memberikan hak untuk menjual langsung (Eksekutorial);
(iv) Obyek yang diikat fidusia adalah tertentu/terinci (Asas
Spesialitas); (v)
Merupakan Perjanjian ikutan (Accesoir)
2.3.2.4.
Pembebanan
Fidusia : (i) Dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia; (ii) Memuat sekurang-kurangnya; Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia; Nilai penjaminan; dan nilai
benda yang menjadi obyek fidusia; (iii) Jaminan Fidusia dapat kepada lebih dari
1 (satu) penerima fidusia dalam hal kredit konsorsium atau kredit
sindikasi (iv)
Jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia
ditempat
kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup benda baik yang berada di
dalam maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia. Pendaftaran jaminan
fidusia dimaksud dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan
melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang memuat ; Identitas
pihak pemberi dan penerima fidusia;
Tanggal dan nomor akta jaminan fidusia,
nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan
fidusia;
Data
perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
Uraian mengenai benda yang menjadi
obyek jaminan
fidusia;
Nilai penjaminan;
Nilai benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia.
Menurut
UU No. 42/ 1999, di dalam Pasal 11 dinyatakan :
Untuk
memberikan kepastian hukum, mewajibkan benda yang dibenai dengan jaminan
fidusia didaftarkan pada kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran dilaksanakan
di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik
benda yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia
untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap
kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia.
Berdasarkan pernyataan Mariam Darus Badrulzaman yang
dikutip di dalam Jurnal Aermadepa, yang berjudul Pendaftaran Jaminan Fidusia,
Masalah dan Dilema dalam Pelaksanannya, dikatakan :
Dengan
pendaftaran fidusia maka jaminan fidusia mendapatkan karakter “hak barang” dan
tidak lagi sebagai kesepakatan. Sebagai hak barang, jaminan fidusia membawa
prinsip-prinsip antara lain menjamin hak berikut barang, memiliki posisi utama
dalam kaitannya dengan kreditur lainnya, dan jaminan tidak termasuk dalam aset
bangkrut jika debitur tersebut diputuskan bangkrut.
2.3.3.
Gadai
2.3.3.1.
Pengertian
Gadai adalah hak kebendaan yang diperoleh kreditur (pemegang/ penerima gadai)
atas suatu benda bergerak yang diserahkan oleh pemberi gadai, yang memberikan
hak kepada penerima gadai untuk mengambil pelunasan dari penjualan benda
tersebut.
2.3.3.2.
Obyek
Gadai ; (i) Benda bergerak berwujud,
misalnya kendaraan bermotor, barang-
barang rumah tangga; (ii) Benda bergerak
yang tidak berwujud, misalnya deposito
berjangka, sertifikat deposito, saham
dan sebagainya.
2.3.3.3.
Sifat-Sifat
Gadai; (i) Obyek benda bergerak; (ii) Benda gadai dikuasai
penerima gadai; (iii) Memberi hak kepada pemegang gadai untuk menjual sendiri
benda yang digadaikan; (iv) Memberikan hak preference kepada penerima gadai
untuk
didahulukan; (v) Bersifat
accesoir.
2.3.3.4.
Proses
terjadinya gadai; (i)
Penyerahan benda gadai secara nyata kepada penerima gadai.
Pembuatan perjanjian gadai; (ii) Perjanjian gadai dapat dibuat dengan akta
Notaris atau dengan akta di bawah tangan dalam bahasa Indonesia, yang sekurang-
kurangnya harus memuat klausula yang menunjuk perjanjian kreditnya; (iii) Adanya
klausula yang menyatakan bahwa hak-hak yang menurut hukum diberikan kepada
pemegang gadai antara lain hak untuk menjual benda yang digadaikan, jika debitur
tidak memenuhi prestasinya; (iv) Adanya klausula pemilihan domisili hukum jika
terjadi sengketa.
2.3.3.5.
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam gadai; (i) Untuk gadai atas deposito berjangka,
maka penyerahan
tagihannya dilakukan dengan cessie, yang harus mencantumkan
persetujuan (betekend) dari bank
penerbit bilyet deposito berjangka; (ii) Untuk gadai atas Sertifikat Deposito
yang merupakan surat berharga atas unjuk, maka penyerahannya dilakukan dengan
penyerahan secara fisik; (iii) Untuk gadai saham atas nama (op naam), harus dimintakan surat
persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham terlebih dahulu. Sedangkan
untuk gadai saham atas unjuk (aan order), tidak perlu dimintakan persetujuan
dari perusahaan yang menerbitkan saham tersebut; (iv) Untuk saham yang
diterbitkan oleh perusahaan go public,
harus diikuti dengan pencatatan saham tersebut di Bursa Efek.
Setelah
mengetahui prosedur pengikatan jaminan secara gadai, hak tanggungan dan
fidusia, berikut ini adalah penjelasan tentang pengikatan jaminan kredit berupa
kios pasar dengan bukti kepemilikan berupa Kartu Tanda Bukti Hak yang dimiliki
oleh PT. Makmur Papan Permata. Sebagaimana telah diketahui, kios pasar tidaklah
“dimiliki” oleh PT. Makmur Papan Permata, melainkan hanya sebatas hak untuk pemakaian/ pemanfaatan/ penggunaan yang
diperoleh berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata Nomor : 270-WK/1996 dan
Nomor :018/MPP/XI/1996 tertanggal 30 November 1996, di mana hak tersebut memiliki
jangka waktu tertentu dengan bukti kepemilikan berupa kartu tanda bukti hak
yang dikeluarkan oleh perusahaan yang memiliki perjanjian kerjasama dengan Pemerintah
Kota Pekanbaru. Hal ini dapat diartikan bahwa para nasabah/ debitur dapat
menguasai kios pasar dalam waktu tertentu.
Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, kios pasar yang dijaminkan oleh PT. Makmur Papan
Permata bukanlah murni milik PT. Makmur Papan Permata. Pasar dan segala
fasilitas yang ada di dalamnya sebenarnya adalah milik Pemerintah Kota
Pekanbaru. PT. Makmur Papan Permata bisa “memiliki” atau “menguasai” komplek Pasar
Pusat Sukaramai berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kotamadya
Daerah Tingkat II Pekanbaru. Untuk berada dalam kedudukan berkuasa, PT. Makmut
Papan Permata bertindak seolah-olah
adalah pemilik dari benda yang berada di dalam kekuasaannya tersebut.
Pemahaman
milik dalam masyarakat bisnis dapat diartikan dalam dua hal, yaitu:
(i) Debitur menguasai titel dari benda jaminan dan sekaligus menguasai benda
secara fisik; (ii) Debitur menguasai benda jaminan secara fisik sedangkan
secara yuridis belum menjadi pemilik.
Pemahaman
tentang ”milik” tersebut di atas dapat dibandingkan dengan pengertian ”bezit”
menurut Pasal 529 KUH Perdata yaitu :
“Yang
dimaksud dengan bezit adalah keadaan memegang atau menikmati sesuatu
benda di mana seseorang menguasainya, baik sendiri ataupun dengan perantaraan
orang lain, seolah-olah itu adalah kepunyaannya sendiri.”
Untuk
bezit diperlukan dua hal yaitu kekuasaan atas suatu benda dan unsur kemauan
untuk memiliki benda tersebut. Jika dilihat dari fungsi polisionilnya, Bezit
mendapat perlindungan dari hukum. Hukum mengindahkan keadaan kenyataan itu
tanpa mempersoalkan hak milik atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa.
Jadi, siapa yang membezit sesuatu benda (sekalipun ia pencuri) maka ia
mendapat perlindungan dari hukum, sampai ia terbukti (di muka pengadilan) bahwa
ia sebenarnya tidak berhak, sehingga barang siapa yang merasa haknya terlanggar
harus minta penyelesaiannya lebih dulu pada polisi atau pengadilan.
Berkaitan
dengan “pemilikan” kios pasar dan hukum jaminan, debitur adalah selaku pemilik
(bezitter) kios pasar yang hanya menguasai benda secara fisik kemudian
menjaminkan benda itu kepada bank untuk memperoleh fasilitas kredit, karena
pada kenyataannya kios pasar itu dapat dikuasai oleh satu orang atau badan
hukum tertentu dalam kurun waktu yang lama bahkan dapat mengalihkannya kepada
orang lain. Adapun cara untuk mengalihkan kios pasar adalah antara pemilik kios
lama dengan calon pemilik kios baru dengan pemberitahuan kepada Pemerintah Kota
Pekanbaru, sesuai dengan Surat Perjanjian antara Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata Nomor :270-WK/1996 dan
Nomor : 018/MPP/XI/1996 tertanggal 30 November 1996, pasal 7 ayat (4).
Hal
tersebut di atas memperlihatkan bahwa seolah-olah PT. Makmur Papan Permata tersebut
adalah benar-benar pemilik kiosnya, karena kekuasaannya berdasarkan Surat
Perjanjian yang telah disebutkan di atas.
Apabila
dilihat dari proses penjaminannya, penjaminan Kios Pasar memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam
fidusia yaitu benda jaminan masih berada di tangan pemiliknya, selain itu
jaminan berupa kios pasar ini tidak tidak bisa diikat dengan menggunakan
lembaga Hak Tanggungan dan Gadai.
Lembaga
Jaminan Hak Tanggungan tidak dapat digunakan untuk mengikat kios pasar sebagai
jaminan kredit karena kios pasar tidak memenuhi syarat sebagai objek Hak
Tanggungan yaitu Hak atas tanah sesuai Undang-undang Pokok Agraria yang berupa
Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Hal ini karena status hak dari
kios pasar hanyalah berupa ijin pemakaian dengan dokumen berupa Kartu Tanda
Bukti Hak yang dikeluarkan oleh PT. Makmur Papan Permata dan diketahui oleh Dinas Pasar.
Lembaga
Gadai juga tidak dapat digunakan karena kios pasar tidak termasuk benda
bergerak dan kekuasaan atas objek jaminan ini tidak dipindahkan dari tangan
debitur ke tangan kreditur. Penjaminan kios pasar ini tidak memenuhi syarat
utama dalam perjanjian gadai yaitu penguasaan benda oleh kreditur (inbezitstelling)
dan telah diketahui apabila benda tidak dikuasai oleh kreditur maka perjanjian
tersebut adalah batal demi hukum.
Penjaminan
Kios pasar ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia
karena memenuhi syarat objek jaminan fidusia yaitu benda bergerak, baik yang
berujud maupun tidak berujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Selain itu benda jaminan
tetap berada dalam penguasaan debitur, sehingga pengalihan benda jaminan
dilakukan secara consitutum possesorium yaitu pengalihan hak kepemilikan
atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut dimaksudkan
untuk kepentingan penerima fidusia. Dalam jaminan fidusia pengalihan hak
kepemilikan dimaksud semata- mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan
untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia.
Apabila
dilihat dari inti fidusia yaitu Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan, maka
ijin pemakaian kios pasar tidak dapat dijaminkan secara fidusia. Hal ini karena
status hak kepemilikan dari kios pasar di tangan debitur masih tidak jelas,
sementara di dalam fidusia status kepemilikan benda jaminan sudah jelas yaitu
harus merupakan hak milik.
Namun
demikian, Bank BRI tetap menerima Kios Pasar dengan dokumen berupa Kartu Tanda
Bukti Hak yang memiliki jangka waktu tertentu penguasaannya sebagai jaminan
kredit. Karena Bank BRI memiliki prinsip dalam menetapkan nilai agunan.
Prinsip yang dijadikan pedoman tersebut adalah didasarkan pertimbangan atas 5
(lima) “unsur P”, yaitu unsur penilaian, pengikatan, penguasaan, pengamanan,
dan pemanfaatan, dengan penjelasan sebagai berikut: (i) Penilaian; Agunan
kredit tersebut dapat dinilai atau tidak dengan cara dan metode yang ada, untuk
menghasilkan nilai yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan; (ii) Pengikatan;
Agunan kredit tersebut mempunyai bukti kepemilikan yang sah menurut hukum,
dan dapat tidaknya dilakukan pengikatan agunan (Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai,
dan lain-lain) untuk melindungi kepentingan Bank BRI; (iii) Penguasaan; Agunan
kredit tersebut dapat dikuasai atau tidak atas nama pemohon, dan ada
perselisihan/sengketa atau tidak, sehingga apabila dilikuidasi tidak
menimbulkan proses yang lebih panjang dan membutuhkan biaya yang lebih besar
yang akan merupakan beban bagi Bank BRI; (iv) Pengamanan, Agunan kredit
tersebut dapat ditutup asuransi atau tidak, tata letak agunan dan tingkat
penjagaan/pemeliharaan atas agunan tersebut sulit atau tidak; (v) Pemanfaatan,
Agunan kredit tersebut dapat dijadikan sumber pembayaran kembali kredit
atau tidak jika kredit menjadi bermasalah, dan besar penilaiannya wajar serta
dapat dipertanggung jawabkan.
Penilaian
agunan kredit harus dilakukan secara obyektif, jujur, bertanggungjawab dan
menyajikan suatu nilai yang wajar. Kewajaran nilai tersebut dapat diketahui
dengan mempergunakan empat ukuran/nilai, yaitu nilai pasar wajar, nilai
likuidasi, proyeksi nilai pasar wajar dan proyeksi nilai likuidasi. Nilai
tersebut digunakan oleh Pejabat Kredit Lini (PKL) dalam meyakini kecukupan dan
pengikatan agunan (second way out). Penetapan kecukupan nilai agunan
tergantung dari judgement setiap pejabat berdasarkan keempat nilai
tersebut, dengan disertai alasan-alasan yang mendukungnya.
Penetapan
besar nilai pengikatan agunan menjadi kewenangan pejabat pemutus atas saran dan
usulan pejabat pemrakarsa, berdasarkan kewajaran serta kaitannya dengan risiko
dan pelayanan kredit.
Nilai
jumlah penanggungan adalah jumlah yang tertera dalam perjanjian penanggungan (borgtocht
/garansi).
Berikut
ini merupakan proses pengikatan kredit dengan jaminan kios pasar; (i) Bank BRI
melakukan peninjauan langsung (On The Spot) guna melihat kondisi riil
kios pasar yang dijadikan agunan; (ii) Bank BRI kemudian membuat Laporan
Penilaian Jaminan/ Agunan; jika nilai kreditnya di atas Rp.10.000.000.000,-
(sepuluh miliar rupiah), maka atas agunan wajib dinilai oleh Kantor Jasa
Penilai Publik; (iii) Bank BRI kemudian meminta semua surat-surat asli
berkaitan dengan kios pasar; (iv) Kemudian dilakukan penandatanganan Perjanjian
Kredit secara Notariil dan Pengikatan Jaminan di hadapan notaris.
B.
Penyelesaian
Apabila Terjadi Wanprestasi Dari Debitur Atas Perjanjian Kredit Dengan Jaminan
Berupa Kios Pasar
Di
dalam perbuatan hukum perjanjian kredit, terdapat dua pihak yaitu kreditur dan debitur.
Kreditur dalam hal ini pihak bank mempunyai kedudukan yang lebih kuat daripada debitur
sehingga kehendak bank yang paling menentukan dalam pemilihan bentuk perjanjian
untuk menuangkan pengikatan hutang yang mereka buat.
Sebagaimana
telah diketahui, pengikatan kredit dengan jaminan kios pasar di Bank BRI diikat
dengan Surat Perjanjian Kredit secara Notariil yang dibuat di buat dihadapan
Notaris, sehingga dapat dikategorikan sebagai akta autentik yang memiliki
kekuatan pembuktian sempurna sebagai alat bukti.
Dengan
diterimanya Kartu Tanda Bukti Hak atas Kios Pasar sesuai dengan analisis yang
penulis lakukan, maka apabila terjadi wanprestasi dari Debitur, maka Bank BRI
akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:(i)
Memberikan teguran dan/atau peringatan kepada debitur baik secara lisan maupun
tertulis; (ii) Apabila Bank BRI melihat adanya itikad baik dari debitur dan
usaha debitur masih memiliki prospek ke depannya, maka bank BRI akan berusaha
mencari tahu terlebih dahulu penyebab debitur wanprestasi, kemudian bank akan
membantu mencarikan jalan keluar antara lain dengan ; melakukan pembimbingan
terhadap usaha debitur; restrukturisasi kredit yaitu dengan melakukan perubahan
terhadap syarat-syarat perjanjian kredit yang berhubungan dengan jadwal
pembayaran kredit atau jangka
waktu kredit; dan (iii) dengan menjalankan
kekuasaan yang dimiliki dengan pengikatan jaminan kredit melalui lembaga
fidusia sebagai upaya terakhir yakni eksekusi terhadap jaminan.
Dari
hasil penelitian yang penulis lakukan di Bank BRI dengan melihat pemenuhan
kewajiban yang dilakukan oleh PT. Makmur Papan Permata sebagai debitur dengan
melihat Perjanjian Kredit nomor 94 tertanggal 24 Juli 2012 yang dibuat oleh
Notaris Darmansyah, dapat penulis sampaikan dengan melihat pasal 2 butir nomor (2)
dikatakan bahwa :
Demikian,
untuk angsuran bulan pertama (I) harus dibayar paling lambat pada tanggal
24-08-2012 (dua puluh empat Agustus duaribu dua belas), demikian untuk angsuran
bulan-bulan berikutnya harus dibayar paling lambat pada tanggal 24 (duapuluh
empat) dari bulan yang berkenaan, sehingga seluruh hutang/ kredit tersebut
harus telah dibayar lunas pada tanggal 24-07-2019 (duapuluh empat Juli duaribu
sembilan belas), dengan ketentuan apabila jatuh pada hari libur, maka
pembayaran pokok dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
Sedangkan
dilihat dari pemenuhan kewajiban yang dilaksanakan oleh PT. Makmur Papan
Permata kepada Bank BRI, pembayaran angsuran dilaksanakan lewat dari tanggal 24
(dua puluh empat ) setiap bulannya, dapat dikategorikan sebagai tindakan
wanprestasi yang dilakukan. Menurut Abd. Thalib dkk di dalam bukunya Hukum
Keluarga dan Perikatan di sampaikan :
Istilah wanprestasi dalam buku
perikatan dapat diartikan sebagai suatu kelalaian dan atau ingkar janji.
Bentuk-bentuk wanprestasi itu antara lain adalah tidak melaksanakan prestasi (prestatie) sama sekali, melaksanakan
prestasi tetapi hanya sebagian, melaksanakan prestasi tetapi terlambat,
melaksanakan prestasi namun tidak sebagaimana mestinya.
Dari
penelitian penulis, atas terlambatnya pembayaran pokok tersebut, kepada PT.
Makmur Papan Permata tidak pernah diberikan teguran secara tertulis dari Bank
BRI. Teguran yang disampaikan oleh Bank BRI hanya sebatas dengan teguran secara
lisan yang disampaikan oleh petugas Bank BRI, untuk mengingatkan bahwa debitur belum
melakukan pembayaran pada tanggal 24 pada bulan yang bersangkutan. Dengan
diberikannya teguran secara lisan tersebut, debitur segera melaksanakan
pembayaran pokok dan ataupun kewajiban bunganya sebelum melewati akhir bulan yang
bersangkutan. Dengan melakukan pembayaran sebelum berakhirnya bulan yang
bersangkutan, maka penilaian kualitas kredit dapat dipertahankan dalam kondisi
lancar. Hal ini dikarenakan sistem pencatatan kualitas kredit di Bank Indonesia
dilaporkan oleh Bank BRI pada awal bulan setelah berakhirnya bulan yang
bersangkutan.
Mengingat
kios pasar yang dipergunakan sebagai jaminan merupakan obyek yang diperjanjikan
antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT. Makmur Papan Permata selaku
investor, sudah seharusnya apabila terjadi peralihan kepemilikan atas kios
pasar dimaksud haruslah diketahui oleh Dinas Pasar Kota Pekanbaru atas nama
Pemerintah Kota Pekanbaru. Peralihan kepemilikan kios tersebut apabila
dihubungkan dengan fasilitas kredit yang diperoleh PT. Makmur Papan Permata
dari Bank BRI adalah apabila terjadinya eksekusi atas jaminan atau agunan yang
diserahkan untuk mengcover kredit yang diperoleh.
Apabila
terjadi wanprestasi yang menyebabkan pihak kreditur melaksanakan hak eksekusinya,
maka pihak Bank BRI harus berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Kota Pekanbaru
melalui Dinas Pasar Kota Pekanbaru sehingga secara adminsitrasi dapat diketahui
apabila terjadi perubahan kepemilikan atas kios pasar yang berada di lokasi
Komplek Pasar Sukaramai Pekanbaru. Hal tersebut bertujuan agar Pemerintah Kota
Pekanbaru sebagai wakil dari negara dapat mengetahui dan mengambil kebijakan ke
depan dalam pengelolaan asest-aset yang dimiliki oleh Pemerintah Kota untuk
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru
yang lebih optimal. Yang paling penting apabila Bank akan menerima kios pasar
atau yang sejenisnya harus dilihat jangka waktu yang dimiliki, sehingga tidak
merugikan pihak yang akan membeli apabila akan dijual atau dilelang.
Berdasarkan
penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa dengan adanya Surat
Perjanjian antara Pemerintah Kota Pekanbaru dengan PT, Makmur Papan Permata,
sampai dengan jangka waktu yang ada di dalam perjanjian tersebut, Pemerintah
Kota melalui Dinas Pasar kota Pekanbaru hanya bersifat pasif menunggu laporan
dari PT. Makmur Papan Permata apabila akan terjadi perubahan/ peralihan
kepemilikan kios yang ada di lingkungan Plaza Sukaramai Pekanbaru.
Dan
berkenaan dengan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, sampai saat ini
penulis belum melihat adanya tindakan wanprestasi oleh debitur yang menurut
penilaian Bank BRI menyebabkan harus dilakukannya eksekusi atas jaminan yang
diserahkan oleh PT. Makmur Papan Permata.
Wanprestasi yang dilakukan oleh debitur baru berupa terlambat tanggal
pembayaran sehingga masih cukup diberikan teguran secara lisan dimana debitur
selama ini segera dapat memenuhi kewajibannya setiap bulan.
Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 84.