BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu hak yang diberikan Negara terhadap warga Negara adalah
hak untuk mendapat Pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB V Pasal 27 (2):
“Tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.[1]
Selain itu dalam BAB ke XA Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Pasal 28 D (2) berbunyi:
“Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan diperlakukan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”.[2]
Didalam hubungan kerja tentu saja ada beberapa pihak
yang terkait di dalamnya, misalnya dalam hubungan kerja perindustrian yang
sekarang digalakan dalam segala sector. Pemaksimalan sektor industri ini akan
melahirkan hubungan industrial yang merupakan sebagai faktor berjalannya
industri tersebut. Adapun hubungan industrial merupakan hubungan antara pelaku
proses produksi barang maupun jasa yaitu pengusaha, pekerja dan pemerintah.
Hubungan industrial bertujuan untuk menciptakan
hubungan yang serasi, harmonis dan dinamis antara pelaku proses produksi
tersebut. Oleh karena itu masing-masing pelaku produksi tersebut harus
melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing secara baik. Hubungan yang lebih
erat dan dekat di sini terjadi antara pengusa dan pekerja. Untuk keduanya
memiliki fungsi yang jelas dalam menjalin hubungan tersebut.
Fungsi pekerja/SP/SB adalah melaksanakan pekerjaan
sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
aspirasi secara demokratis serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan
kesejahteraan pekerja dan beserta keluarganya. Fungsi pengusaha dan organisasi
pengusaha adalah menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas
lapangan kerja.[3]
Sedangkan fungsi pemerintah adalah menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,
pengawasan dan penindakan terhadap pelanggarnya. Dengan terciptanya hubungan
industrial yang serasi, aman, dan harmonis diharapkan dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas kerja, sehingga dengan demikian perusahaan akan
dapat tumbuh dan berkembang sehingga kesejahteraan pekerja dapat ditingkatkan[4].
Dalam hubungan industrial yang terlibat langsung
dalam proses produksi adalah pengusaha dan pekerja, sedangkan pemeritah tidak
terlibat secara langsung. Oleh karena itu pengusaha dan pekerja terlibat dalam
suatu hubungan kerja yang menimbulkan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban
tersebut sebagian besar sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
perjanjian kerja, peraturan perusahaan serta perjanjian kerja bersama (PKB).
Untuk itu para peserta perlu memahami hubungan industrial dan ketenagakerjaan
(HIK) dasar meliputi perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama (PKB), waktu kerja dan waktu istirahat, upah kerja lembur dan Pemutusan
Hubungan kerja PHK[5].
Jalinan hubungan industrial yang terjadi antara
pengusa dan pekerja, sangat sarat akan terjadinya konflik atau permasalahan
antara keduanya. Hal terjadi disebabkan karena kedua belah pihak mempunyai
kepentingan dalam menjalin hubungan dimaksud. Hubuungan industrial akan terjadi sebagaimana mestinya jika
kesemua unsur tersebut di atas terdapat sutau ikatan atau adanya interaksi di
antaranya, dengan begitu maka hubungan industrial akan terjadi. Jika salah satu
diantara unsur tersebut tidak ada atau tidak aktif, atau boleh juga dikatakan
tidak begitu peduli dengan yang lainnya, maka hubungan industrial itu akan
berjalan dengan pincang, atau tidak sesuai dengan yang diharapkan sesuai dengan
ketentuan yang ada.[6]
Secara garis besar ketidakharmonisan jalinan
hubungan industrial bisa dikatakan hampir terjadi di seluruh wilayah Negara
Kesaatuan Republik Indonesia. Hal sering terjadi disebabkan oleh tidak adanya
saling menghargai dalam menjalin hubungan tersebut. Bahkan penyebab dari tidak
harmonisnya hubungan industrial tersebut adalah karena hubungan tersebut tidak
dikelola dengan baik dan profesional. Sering hubungan itu berjalan tidak
sseimbang dan monoton. Seharusnya hubungan itu bisa berjalan sesuai dengan
perkembangan zaman dengan tuntutan baru yang timbul dalam linkungan hubungan
industrial itu sendiri.
Pada hal hubungan industrial telah diatur sedemikian
rupa tentang hak dan kewajiban masing-masing unsur yang ada di dalamnya. Hak dan
kewajiban yang ada antara pengusaha dan pekerja secara lazim disebut juga
dengan syarat-syarat kerja. Walau hubungan industrial antara pengusaha dan
pekerja telah diatur sedmikian rupa dalam bentuk syarat-syarat kerja atau
kontrak kerja, bukan dapat dijadikan sebagai sebuah jaminan tidak akan terjadi
perselisihan dalam jalinan hubungan industrial tersebut.
Di Indonesia pada umumnya sering terhambat atau
berkendala karena adanya perselisihan dalam hubungan industrial. Karena pada
umumnya perselisihan tersebut memicu kepada sebeuah permasalahan besar. Hal ini
jelas sangat merugikan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, di samping
unsur-unsur yang terlibat langsung dalam hubungan industrial itu. Sebab
perselisihan tersebut mengacu kepada penghabatan jalannya produksi di perusahan
tersebut. Sehingga hal ini sangat merugikan, karena dengan terhambatnya jalan
produksi, maka dengan sendiri akan berpengaruh kepada stabilitas nasional.
Kabupaten Rokan Hulu sebagai sebuah wilayah dalam
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, juga memiliki perusahan-perusahaan
yang begitu banyak menampung tenaga kerja. Tenaga kerja yang ada ini jelas
terdiri dari bermacam-macam latar belakang, baik latar belakang pendidikan,
sosial, etnis atau budaya, maupun ekonomi. Kenyataan ini akan membuat seringnya
terjadi konflik atau permasalahan, apalagi pada umumnya pekerjaan yang tersedia
di perusahan-perusahan dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu pada umumnya adalah
pekerjaan lapangan atau pekerjaan kasar. Sehingga hubungan industrial yang
terjadi akan semakin komplek.
Dalam menghadapi setiap perselisihan yang terjadi
dalam menjalin hubungan industrial terutama antara pengusaha dan pekerja,
pemerintah telah mempersiapkan wadah yang membidanginya, yaitu dengan
dibentuknya Kementrian Tenaga Kerja. Hal ini bertujuan agar segala bentuk
persoalan, permasalahan, atau perselisihan yang terjadi akibat adanya hubungan
industrial dapat di atasi oleh pemerintah dengan tepat. Bahkan bidang yang
dibentuk oleh pemerintah ini sampai ke daerah-daerah tingkat II. Hal ini
ditandainya dengan adanaya Badan, Dinas atau Kantor Ketenagakerjaan di daerah.
Khusus di Kabupaten Rokan Hulu instansi pemerintah yang membidangi masalah
ketenagakerjaan ini adalah Dinas Sosial
Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu.
Dengan adanya instansi ini maka setiap persoalan
yang muncul akibat ketidak harmonisan dapat diselesai dengan perantaraan atau
Mediator Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu. Hal
ini bertujuan agar penyelesaian setiap permasalahan yang timbul tersebut tidak
merugikan salah satu dari pihak-pihak yang bermasalah.
Permasalahan yang sering muncul dalam terjadinya
perselisihan pada jalinan hubungan industrial adalah:[7]
1.
Perselisihan Hak, yaitu perselisihan
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan
atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
syarat-syarat kerja, perjanjian kerja, peraturan perusahan dan kontrak kerja
atau perjanjian kerja bersama.
2.
Perselisihan kepentingan, yaitu
perselisihan yang terjadi atau timbul dalam hubungan kerja, karena adanya
kesesuain pendapat mengenai perbuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahan atau juga
perjanjian kerja bersama.
3.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja,
yaitu perselisihan yang terjadi atau timbul akibat adanya ketidakcocokan atau
ketidasesuaian pendapat dalam mengakhiri hubungan kerja atau hubungan yang
dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lainnya.
4.
Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, yaitu perselisihan serikat pekerja/buruh dengan serikat pekerja/serikat
buruh lainnya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
mengenai kenaggotaan, pelaksanaan hak dan kewjiban serikat pekerja/serikat
buruh.
Dalam
suatu perusahaan, antara pekerja dengan pengusaha harus ada
hubungan
timbal balik yang saling menguntungkan sesuai dengan apa yang
telah
disepakati dalam perjanjian kerja. Tetapi dalam praktek masih sering
terjadi
kesalahpahaman dan mungkin juga kecurangan antara pekerja dengan
pengusaha
dalam menjalani hak dan kewajibannya, sehingga muncul
perselisihan
antara pekerja dan pengusaha. Biasanya perselisihan
berpokok pangkal karena adanya perasaan kurang
puas.
Pengusaha
memberikan kebijaksanaan yang menurut pertimbangannya
sudah baik dan akan diterima oleh para pekerja namun
karena
pekerja yang bersangkutan mempunyai pertimbangan dan pandangan
yang
berbeda, maka akibatnya kebijaksanaan yang diberikan oleh pengusaha
menjadi
tidak sama, buruh yang merasa puas akan tetap bekerja dengan
semakin
bergairah sedangkan bagi buruh yang bersangkutan atau yang tidak
puas
akan menunjukkan semangat kerja yang menurun hingga terjadi
perselisihan-perselisihan[8].
Perselisihan
tersebut bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun
internal.
Faktor eksternal misalnya kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang
dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan dan dapat menimbulkan kasus-kasus
perselisihan
hubungan industrial. Sedangkan faktor internal adalah
menyangkut
pribadi masing-masing pekerja, misalnya ada masalah keluarga
yang
dapat berpengaruh pada kinerja pekerja.
Pada
dasarnya pekerja dan pengusaha sama-sama menginginkan terciptanya hubungan
kerja yang harmonis agar kepentingan masing-masing pihak dapat terwujud.
Pekerja menginginkan peningkatan kesejahteraan sementara pengusaha menginginkan
profit dan terkendalinya kelangsungan usahanya. Namun dalam realitas di
lapangan tidak jarang masing-masing pihak bersikukuh mengutamakan dan
mempertahankan kepentingannya masing-masing sehingga tidak tercapai titik temu
yang mengakibatkan timbulnya perselisihan hubungan industrial bahkan menjadi
gejolak yang berakhir dengan pemogokan.
Untuk
meminimalisir konflik dalam hubungan industrial tersebut perlu diadakan
komunikasi yang efektif baik dalam interpersonal maupun komunikasi
organisasional sehingga dapat dicari solusi dari dua kepentingan yang berbeda[9].
Perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha perlu ditekan
semaksimal mungkin karena dampak dari perselisihan tersebut sangat merugikan
banyak pihak. Kalau pengusaha benar dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan
perusahaan sesuai dengan undang-undang dan ada rasa saling membutuhkan maka
tidak akan ada perselisihan yang berlarut-larut.
Tetapi
kenyataannya memang masih ada anggapan bahwa kedudukan antara pengusaha dan
pekerja tidak sejajar. Pengusaha adalah yang mempunyai uang dan pekerja butuh
uang untuk hidup. Hal ini menyebabkan pengusaha mengeksploitasi pekerja untuk
mencari keuntungan yang besar dan kurang memberikan hak yang seharusnya diterima
oleh pekerja. Perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha
dapat diselesaikan dengan prosedur penyelesaian seperti yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
Langkah
pertama yang sebaiknya ditempuh adalah dengan jalan perundingan untuk mencapai
musyawarah mufakat antara pekerja dengan pengusaha, namun biasanya langkah
tersebut jarang tercapai. Oleh karena itu di Kabupaten Rokan Hulu, masalah
perselisihan biasanya diserahkan pada instansi yang berwenang di bidang
ketenagakerjaan, yaitu Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Rokan Hulu untuk menyelesaikan setiap
perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha.
Perselisihan
antara pekerja dan pengusaha lazim terjadi hal ini membutuhkan penengah agar
masalah ini tidak merugikan pekerja dan pengusaha yang berpengaruh terhadap
kesetabilan ekonomi Negara. Perlunya penengah dalam perselisihan itu membuat
rumusan perlu adanya mediator yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan
permasalahan ketenagakerjaan. Perselisihan hubungan industrial bisa diselesaikan melalui mediasi adalah semua jenis
perselisihan hubungan industrial yang dikenal
dalam UU Nomor 2 Tahun 2004[10].
Mediasi
hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/
serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral yang telah di beri
wewenang oleh Negara untuk melaksanakan proses mediasi tersebut.
Menurut
Fuller, mediator mempunyai 7 fungsi, yaitu[11]:
1.
Sebagai katalisator (catalyst),
2.
Sebagai pendidik (educator),
3.
Sebagai penerjemah (translator)
4.
Sebagai narasumber (resource person),
5.
Sebagai penyandang berita jelek (bearer
of bad news),
6.
Sebagai agen realitas (agent of reality),
7.
Sebagai kambing hitam (scapegoat).
Jika
dilihat dari fungsi mediator diatas sangat penting dan dibutuhkan kinerja
mediator dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara pekerja dan
pengusaha. Perselisihan dalam hubungan industrial terjadi hampir di seluruh
daerah yang ada di Indonesia sehingga peranan mediator untuk menyelesaikan
masalah perselisihan ini tentu sangat diperlukan, mengoptimalkan fungsi dan
kewenangan mediator yang diberikan wewenang sangat berpengaruh dalam
menetralisir agar gesekan antara pekerja dan pengusaha bisa diredam dan fungsi
mediator dapat memberikan rasa itikat baik dari kedua belah pihak yang
bersengketa.
Mengacu
kepada kenyataan tersebut di atas, serta
seringkali terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha begitu juga
yang terjadi di Kabupaten Rokan Hulu, hal ini sering dipicu oleh ketidak
harmonisan dan tidak saling menghargainya terhadap kontrak kerja atau
syarat-syarat kerja yang telah mereka buat dan sepakati. Bahkan perselisihan tersebut kadangkala
berdampak besar terhadap kelansungan dari hubungan industrial yang telah mereka
jalin.
Dari
data yang penulis dapatkan di Kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Rokan
Hulu
dari tahun 2012 hingga 2014 terdapat 98 kasus perselisihan antara pekerja dan
pengusaha, untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:
TABEL I. Data
Perselisihan Hubungan Industrial Th.2012 hingga 2014
NO
|
Tahun
|
P.HAK
|
PHK
|
P. KEPENTINGAN
|
JUMLAH
|
1
|
2012
|
1
|
30
|
2
|
33
KASUS
|
2
|
2013
|
1
|
33
|
1
|
35
KASUS
|
3
|
2014
|
1
|
28
|
1
|
30
KASUS
|
Sumber ; Dinas
Sosial,Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Rokan Hulu,2015
Dari data diatas dapat dilihat bahwa di kabupaten Rokan Hulu
juga terjadi perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha, dan
dalam penyelesaian perselisihan peranan mediator sangat dibutuhkan agar
perselisihan tersebut tidak berlanjut dan merugikan kedua belah pihak yang
bersengketa.
Berdasarkan
masalah yang diuraikan dalam latar belakang diatas penulis tertarik untuk
melaksanakan penelitian dengan judul: “Kedudukan Dan Fungsi Mediator
Hubungan Industrial Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di
Kabupaten Rokan Hulu Berdasarkan Undang – Undang No 2 Tahun 2004”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah penulis
paparkan pada Latar Belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan
pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial melalui Mediator Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial di Kabupaten Rokan Hulu?
2.
Apa-apa saja hambatan yang dialami dalam
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediator Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial di Kabupaten Rokan Hulu?
3.
Upaya apa sajakah yang diambil Mediator
dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsi dan peran mediator
untuk menyelesaikan permasalahan hubungan Industrial?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penlitian.
Adapun
tujuan penelitian yang hendak penulis dapatkan dalam melakukan penelitian ini
adalah:
a.
Untuk mengetahui Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediator Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial di Kabupaten
Rokan Hulu.
b. Untuk
mengetahui hambatan yang dialami dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial melalui Mediator Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan
Industrial di Kabupaten Rokan Hulu.
c. Untuk
mengetahui upaya yang diambil dalam
menghadapi hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsi dan peran mediator Dinas
Sosial Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu untuk menyelesaikan
permasalahan hubungan industrial Industrial di Kabupaten Rokan Hulu.
2.
Kegunaan Penelitian
Adapaun
kegunaan penelitian ini adalah:
1. Untuk
menambah pengetahuan penulis tentang tata cara Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial melalui Mediator Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Industrial di Kabupaten Rokan Hulu.
2. Sebagai
bahan sumbangan penelitian yang berguna untuk menambah khasanah keilmuan di
bidang akademis.
3. Sebagai
masukan bagi instansi terkait dalam penelitian ini.
D.
Kerangka Teori
Untuk mempermudah di dalam menanalisi
hasil penelitian nantinya maka kajian kerangka teori sangat penting dan
bermakna mendasari setiap analisis, maupun interprestasi yang dilakukan, oleh
sebab itu kerangka teori ini penulis ambil dari buku-buku literature dan
perundang-undangan yang memiliki relavan si, sehingga arah dari kerangka teori
ini sebagai koneksi dan solusi agar tujuan dari penelitian yang diadakan tidak
bias atau menyimpang dari penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Dalam dunia penelitian, termasuk
penelitian hukum dikenal berbagai jenis/macam dan tipe penelitian. Pembedaan
jenis ini didasarkan dari sudut mana kita memandang atau meninjaunya. Penentuan
jenis/macam penelitian dipandang penting karena ada kaitan erat antara jeneis
penelitian itu dengan sistematika dan metode serta analisis data yang harus
dilakukan untuk setiap penelitian. Sebagai landasan utama dari sistem
ketatanegaraan Indonesia adalah Negara Indonesia adalah Negara hukum sehingga
setiap perbuatan dari segala elemen Negara diatur berdasarkan ketentuan hukum
yang telah dibuat.
1.
Negara
Hukum
Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang
memiliki hakekat dimana segala penyelengaraan pemerintahan yang ada di
Indonesia harus berdasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku di Negara
Indonesia. Konsep negara hukum Indonesia adalah sebagaimana disebutkan di
dalam Pasal 1 ayat (3) Amandemen ketiga UUD 1945 yang berbunyi[12]: "Negara Indonesia adalah negara hukum". Istilah
negara hukum dalam kepustakaan Indonesia hampir selalu dipadankan dengan
istilah-istilah asing antara lain rechts staat, atat de droit, the state according to law, legal
state, dan rule of law. Notohamijdojo memadankan
istilah negara hukum di dalam konstitusi Indonesia dengan konsep rehtsstaat sebagaimana dalam tulisanny
Negara hukum atau rechtsstaat.[13] Di
samping itu, Muhammad Yamin di dalam tulisannya menyebutkan bahwa Republik
Indonesia ialah negara hukum (rehctsstaat, government of law)".[14]
Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait
dengan konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan
konsep nomocracy yang berasal
dari perkataan ‘nomos’
dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu
dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan
‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’
berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Kekuasaan
yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam
penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah
nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum
sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V.
Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip rule of law yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon the Rule of Law, and not of
Man yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri,
bukan orang.
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya
dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu[15]:
a.
Perlindungan hak asasi manusia.
b.
Pembagian kekuasaan.
c.
Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
d.
Peradilan tata usaha Negara.
Utrecht
membedakan ntara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum Klasik, dan Negara Hukum
Materil atau Negara Hukum Modern[16].
Negara Hukum Formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan
sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang
kedua, yaitu Negara Hukum Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian
keadilan di dalamnya.
Jika
hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan
semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit
dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di
samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan
istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian
kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih
esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti
sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’,
pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the
rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara Hukum di
zaman sekarang.
Muhammad
Tahir Azhary[17],
dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum Islam, mengajukan pandangan bahwa
ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum yang baik itu mengandung 9 (sembilan)
prinsip, yaitu:
1.
Prinsip kekuasaan sebagai amanah;
2.
Prinsip musyawarah;
3.
Prinsip keadilan;
4.
Prinsip persamaan;
5.
Prinsip pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia;
6.
Prinsip peradilan yang bebas;
7.
Prinsip perdamaian;
8.
Prinsip kesejahteraan;
9.
Prinsip ketaatan rakyat.
Dalam
rangka merumuskan kembali ide-ide pokok konsepsi Negara Hukum itu dan pula
penerapannya dalam situasi Indonesia dewasa ini, menurut pendapat Prof Jimly,[18]
kita dapat merumuskan kembali adanya tiga-belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat)
yang berlaku di zaman sekarang. Ketiga-belas prinsip pokok tersebut merupakan
pilarpilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga
dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat)
dalam arti yang sebenarnya, yaitu:
1. Supremasi Hukum (Supremacy
of Law)
2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)
3. Asas Legalitas (Due
Process of Law)
4. Pembatasan Kekuasaan
5. Organ-Organ Campuran Yang Bersifat Independen
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak
7. Peradilan Tata Usaha Negara
8. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia
10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat)
11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara
(Welfare Rechtsstaat)
12. Transparansi dan Kontrol Sosial
13. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa[19].
Dalam sistem konstitusi Negara kita, cita Negara
Hukum itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan gagasan
kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan. Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945
sebelum perubahan, ide Negara hukum itu tidak dirumuskan secara eksplisit,
tetapi dalam Penjelasan ditegaskan bahwa Indonesia menganut ide ‘rechts staat’, bukan ‘machtsstaat’[20].
Oleh karena itu, dalam Perubahan Ketiga tahun 2001 terhadap UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai ini kembali dicantumkan tegas dalam
Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:[21]
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Kiranya, cita Negara hukum yang
mengandung 13 ciri seperti uraian di atas itulah ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu sebaiknya kita pahami.
Kemudian Salah satu hak yang diberikan Negara
terhadap warga Negara adalah hak untuk mendapat Pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB
V Pasal 27 (2):
“Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.[22]
Selain itu dalam BAB ke XA Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Pasal 28 D (2) berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan diperlakukan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja”.[23]
Pemberian hak bekerja terhadap warga
Negara didalam kontitusi Republik Indonesia merupakan salah satu bentuk bahwa
ada aturan yang menjaga dalam setiap perbuatan yang dilakukan, sehingga benar
jika dikatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum.
2.
Teori
Ketenagakerjaan
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
mengartikan ketenagakerjaan adalah segala hal yang
berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah
masa kerja.[24]
Belum ada suatu
kesatuan pendapat mengenai pengertian hukum
ketenagakerjaan, tetapi Darwan Prinst, merumuskan bahwa
hukum
ketenagakerjaan adalah sekumpulan peraturan yang mengatur
hubungan
hukum antara pekerja/ organisasi pekerja dengan majikan
atau
pengusaha/ organisasi majikan dan pemerintah, termasuk di
dalamnya
adalah proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan
untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan.[25]
Berdasarkan beberapa pengertian ketenagakerjaan diatas,
dapat
dirumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan adalah semua
peraturan
hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum
bekerja,
selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan
kerja.
Didalam ketenagakerjaan ada beberapa subjek yang tidak bisa dihilangkan antara
lain:
a.
Pekerja
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, yang dimaksud dengan pekerja/
buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain. Imbalan dalam bentuk lain dapat berupa barang atau benda yang
nilainya ditentukan berdasarkan kesepakatan pekerja dengan pengusaha.
b.
Pengusaha
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan secara jelas
bahwa pengusaha adalah:
1) Orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
2) Orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Sedangkan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan
hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan.
c.
Organisasi Pekerja
Organisasi pekerja diperlukan sebagai wadah memperjuangkan hak dan
kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak
pengusaha. Karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya
dalam suatu wadah atau organisasi. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
disebutkan bahwa serikat buruh/ pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari,
oleh, dan untuk buruh/ pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/ buruh
serta meningkatkan kesejahteraan buruh/ pekerja dan keluarganya[26].
d.
Pemerintah
Pemerintah berperan melalui penetapan peraturan perundang-undangan
untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak. Bentuk campur
tangan pemerintah bisa juga terlihat dari adanya instansi-instansi yang
berwenang dan mengurus soal bekerjanya tenaga kerja. Instansi yang dimaksud
salah satunya adalah Dinas Tenaga Kerja.
3.
Teori
Penyelesaian Sengketa
Sengketa menurut pendapat Ali Ahmad adalah
pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang sesuatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan
akibat hukum bagi keduanya[27].
Didalam penyelesaian sengketa Hubungan industrial
tentu saja terjadi antara pengusaha dengan pekerja dalam menjalin hubungan
industrial maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan payung hukum, yakni
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004. Dalam UU Nomor 2 tahun
2004 ini secara jelas dipaparkan bagaimana hubungan industrial itu terjadi dan
bagaimana penyelesaian masalah jika timbul, yaitu:
1.
Bahwa hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila;
2.
bahwa dalam era industrialisasi, masalah
perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks,
sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah
Lebih
jauh dalam UU Nomor 2 tahun 2004 ini,
dinyatakan bahwa ada beberapa macam perselisihan yang terjadi antara pengusaha
dan pekerja dalam menjalin hubungan industrial. Hal ini dapat dilihat dalam
pasal 1, yaitu:[28]
1.
Perselisihan Hubungan Industrial adalah
perbedaan pendapat yangmengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan.
2.
Perselisihan hak adalah perselisihan
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan
atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3.
Perselisihan kepentingan adalah
perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
4.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja
adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
5.
Perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena
tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan
kewajiban keserikatpekerjaan[29].
Khsusus menyangkut hubungan industri, tentunya ada
ketentuan hukum yang mengaturnya, terutama mengenai penyeleseaian permasalahan
yang timbul atau terjadi. Sesuai dengan
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004, bahwa bahwa setiap
perselisihan yang terjadi dalam hubungan industri sebaiknya diselesaikan dulun
secara bipartit, sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 3[30],
yaitu:
1.
Perselisihan hubungan industrial wajib
diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
2.
Penyelesaian perselisihan melalui bipartit
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diselesaikan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
3.
Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) salah satu pihak menolak untuk
berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan,
maka perundingan bipartite dianggap gagal.
Setelah
melalui proses penyelesaian dengan bipartit ini jika belum juga ditemukan penbyelesaiannya,
maka perlu diselesaikan di tingkat yang lebih tinggi, terutama melalui instansi
terkait, hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 pada pasal 4[31],
yaitu:
1.
Dalam hal perundingan bipartit gagal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah
pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan;
2.
Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
pengembalian berkas;
3.
Setelah menerima pencatatan dari salah
satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih
penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase;
4.
Dalam hal para pihak tidak menetapkan
pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh)
hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan
melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator;
5.
Penyelesaian melalui konsiliasi
dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
6.
Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan
untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh.[32]
Penyelesaian
melalui mediasi yang dilakukan oleh mediator yang berada di stiap kantor
instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenakerjaan kabupaten dan Kota. Jika
melalui mediator instansi terkait perselisihan yang terjadi dalam hubungan
indsutri belum juga dapat diselesaikan maka salah satu pihak dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial, sebagaimana yang diamanatkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 pada pasal 5.
Hubungan
Industrial, yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan
antara kedua belah pihak. Perselisihan di bidang hubungan industrial yang
selama ini dikenal dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau
mengenal keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan
perundang-undangan. Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh
pemutusan hubungan kerja.
Penyelesaian
perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih
sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penyelesaian biparti ini dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak
tanpa dicampuri oleh pihak manapun. Namun demikian Pemerintah dalam upayanya
untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja/buruh
dan pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan
industrial tersebut[33].
Upaya fasilitasi dilakukan dengan menyediakan tenaga mediator yang bertugas
untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih.
Pentingnya
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh :
1. Perbedaan
pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau
peraturan perundang-undangan;
2. Kelalaian
atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan
normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, pertauran perusaahaan,
perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan;
3. Pengakhiran
hubungan kerja;
4. Perbedaan
pendapat antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan mengenai
pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerjaan.
E.
Konsep Operasional
Untuk
memberi arah dan memudahkan memahami maksud dari judul atau ruang lingkup dalam
penelitian ini, maka dipandang perlu untuk memberi batasan dari istilah-istilah
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Kedudukan
dan fungsi mediator dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam penyelesaian
Hubungan Industrial berdasarkan UU No 2 tahun 2004. Hubungan Industrial, yang
merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja/buruh dengan pengusaha,
berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua
belah pihak. Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal
dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenal keadaan
ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian
perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih
sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penyelesaian biparti ini dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak
tanpa dicampuri oleh pihak manapun.
Mediasi
dalam Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
Pelaksanaan tentang kedudukan dan fungsi mediator dilaksanakan di Kabupaten
Rokan Hulu Berdasarkan UU No 2 Tahun 2004.
F.
Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini agar didapatkan
hasil sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan data-data yang akurat dan
relevan, maka di sini penulis menyusun metode penelitian sebagi berikut:
1.
Jenis Penelitian:
Jenis penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian hukum sosiologis, yang menjadi objek dari penelitian ini adalah tata cara penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
2.
Lokasi Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis mengambil
lokasi penelitian di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan
Hulu. Hal ini penulis lakukan tidak terlepas dari salah satu fungsi Dinas
Sosial Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu merupakan sebagai
instansi Pemerintah yang memiliki mediator dalam penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
3.
Populasi dan Sampel
a.
Populasi
Sehubungan dengan judul penelitian yang penulis
lakukan, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Dinas Sosial
Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu, Pengusaha dan serikat
Pekerja.
b.
Sampel
Sampel
yang akan penulis ambil dalam penelitian ini adalah:
1) Kepala
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu satu orang
2) Mediator
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Rokan Hulu dua orang
3) Humas
Perusahaan satu orang
4) Ketua
Serikat Pekerja satu orang.
Tabel 2 Populasi dan Sampel
NO
|
URAIAN
|
POPULASI
|
SAMPEL
|
PERSENTASE
|
1
|
Kepala Dinas
|
1
|
1
|
100 %
|
2
|
Mediator
|
2
|
2
|
100 %
|
3
|
Humas Perusahaan
|
10
|
1
|
10 %
|
4
|
Ketua Serikat Pekerja
|
10
|
2
|
20 %
|
|
Jumlah
|
23
|
6
|
|
Sumber : Dinas Sosial,Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Rokan Hulu, 2015.
4.
Sumber data
a.
Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
responden berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediator berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial di Kabupaten Rokan Hulu
b.
Data Skunder
Yaitu data yang penulis peroleh dari berbagai
referensi terutama perundang-undangan yang mengatur penyeleseian perselisihan
hubungan industrial, ditambah dengan teori-teori atau pendapat ahli dari
berbagai literature yang turut mendukung penelitian
5.
Teknik Pengumpulan data
Adapun teknik pengambilan data yang akan penulis
lakukan adalah dengan berbagai cara, yaitu:
a. Observasi
Observasi di sini adalah, penulis turun langsung ke
lapangan dan melihat proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
melalui Mediator berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
di Kabupaten Rokan Hulu
b. Wawancara
(Intervieu)
Dengan cara
melakukan Tanya jawab langusng dengan pihak-pihak yang dianggap mampu
menenrangkan tentang masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, terutama
sampel yang telah penulis tetapkan.
6.
Analisis Data
Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum
sosiologis, dimana data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Dengan
jalan setelah memperoleh data, penulis akan melakukan kalrifikasi sesuai dengan
pokok permasalahan yang diteliti, kemudian penulia sajikan dalam bentuk kalimat
yang tersusun secara sistematis dengan cara menganalisis berdasarkan ketentuan
hokum dan teori-teori atau penapat ahli tentang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Rokan Hulu.
7.
Analisis Data
Bahan-bahan yang telah didapat atau dikumpulkan
selanjutnya akan disajikan secara selektif dan sistematis, kemudian langkah
berikutnya adalah data tersebut dibahas dan dianalisis dengan metode deskriptif
analisis dalam artian bahwa dari semua bahan hukum yang berhasil dikumpulkan
digunakan untuk menggambarkan permasalahan yang dilakukan secara kualitatif
normatif. Adapun penarikan kesimpulan
dalam penelitian ini menggunakan metode induktif yaitu menggambarkan
fakta-fakta secara khusus yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
kemudian dianalisa dan ditarik kesimpulan umum dari fakta tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar