Minggu, 10 Mei 2015

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PENIPUAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM SATUAN PENGAMANAN (SATPAM) (Studi Kasus Polsek Sukajadi Kota Pekanbaru) BAB II





BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.           Studi Kepustakaan
1.             Studi Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang pertama ditemukan oleh P. Topinard  seorang ahli Antropologi Perancis. Secara harfiah kriminologi berasal dari kata “Crimen” yang bearti kejahatan atau penjahatdan “Logos” yang bearti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat bearti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.(Soesilo, 1983:2).
Pendapat J. Constant (dalam A.S Alam, 2010:2) kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab musabab terjadinya kejahatan dan penjahat.
Bonger (1934) mengemukakan bahwa kriminologi adalah sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, meyelidik sebab-sebab kejahatan dan gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya termasuk patologi sosial.
Savitz dan John mengungkapkan bahwa Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang memperrgunakan metode ilmiah dalam mempelajari dan menganalisa keteraturan, keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor sebab musabab yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat serta sosial terhadap keduanya. (Savitz, etc dalam Atmasasmita, 1987:83)
R. Soesilo (1987:3) mengemukakan bahwa kriminologi yaitu pelajaran tentang sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan.
Kelahiran kriminologi yang diungkapkan oleh Abdussalam (2007:1) sebagai ilmu pengetahuan, karena hukum pidana baik materil maupun formal serta sistem penghukuman sudah tidak efektif lagi untuk mencegah dan memberantas kejahatan. Tujuan adanya kriminologi adalah untuk mengetahui apa sebab-sebabnya sehingga tersangka berbuat jahat. Apakah memang karena bakat adan karakternya adalah jahat, ataukah ada dorongan lain yang menyebabkan seseorang melakukan kejahatan.
Menurut G.P Hoefnagel definisi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan, sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan, tugas, kriminologi merupakan sasaran atau sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan. (dalam Kusumah, 1984)
Definisi yang diberikan B. Bosu (1987:15) yaitu, “Kriminologi lebihmengutamakan tindakan prefentif, oleh karena itu ia selalu mencari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan baik dibidang ekonomi, budaya, hukum secara faktoralamiah. Dengan kriminologi dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, sosial dan budaya, berkembang sesuai dengan zaman dan pertumbuhan penduduk. Hal ini sebagaimana diucapkan oleh Rr. J. Sahetapi, SH (1981:91) sebagai berikut :bahwa kejahatan erat hubungannya dan bahkan menjadi sebahagian dari budaya itu sendiri, ini berarti semakin tinggi tingkat suatu budaya dan semakin modern suatu bangsa, semakin modern juga kejahatan itu dalam bentuk sifat dan cara pelaksanaannya.
Sementara itu, Bonger memberi definisi tentang kriminologi yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. (dalam Topo Santosa dan Eva Achjani Zulfa, 2001:9).
J. Michael dan M.J. Adler menyatakan : kriminologi adalah segenap informasi mengenai perbuatan dan sifat penjahat, lingkungan dan keadaan penjahat sewaktu dia diperlakukan secara formal atau tidak formal oleh para anggota masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. (Kartini kartono, 2011:141).
Van Bemelen merumuskan kriminologi sebagai ilmu mempelajari kejahatan, yaitu perbuatan yang merugikan dan kelakuan yang tidak sopan sehingga menimbulkan adanya teguran dan tantangan. (H.M Ridwan dan Ediwarman, 1994:1).
Frij merumuskan kriminologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan, bentuk, sebab, dan akibatnya. (H.M Ridwan dan Ediwarman, 1994 : 1). Berbicara tentang ruang lingkup kriminologi berarti berbicara mengenai objek studi kriminologi. Bonger membagi kriminologi menjadi dua bagian, yaitu:
-                 Kriminologi murni, yaitu terdiri dari :
a)      Antropologi kriminal, yaitu pengetahuan tentang manusia yang jahat
(somatis). Ilmu pengetahuan inimemberikan jawaban atas pertanyaan
tentang orang jahat, bagaimana tanda-tanda yang terdapat dalam tubuh dan apakah antara kejahatan dan suku bangsa mempunyai hubungan.
b)      Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok permasalahan yang dibahas dalam ilmu pengetahuan inibatasan dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
c)      Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut kejiwananya.
d)     Psikologi dan neuro patologi kriminal, yaituilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau saraf.
e)      Penology, yaitu tentang tumbuh dan berkembangnya suatu hukuman.

Sutherland (Topo Santoso dan Achjani Sulfa, 2001:10) merumuskan kriminologi adalah sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
perbuatan jahat sebagai gejala sosial. “The body of knowledge regarding crime as as social phenomenom” bahwa kriminologi mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi atas pelanggaran hukum.
Sedangkan kriminologi dibagi menjadi tiga cabang ilmu utama yaitu :
a.         Sosiologi Hukum
Kejahatan itu adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Disini menyelidiki tentang sebab-sebab kejahatan dan faktor-faktor penyebabnya (khususnya hukum pidana).
b.        Etiologi Kejahatan
Merupakan cabang ilmu kejahatan yang mencaru sebab-musahab dari kejahatan. Dalam kriminologi, etilogi kejahatan merupakan kajian yang utama.
c.         Penologi
Pada dasarnya meruakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan represif maupun preventif.
Menurut William III dan Marlyn Mcshane (Lilik Mulyadi, 2001:184) teori kriminologi diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
a.       Golongan teori abstrak atau teori-teori makro. Pada asasnya, teori-teori ini mendeskripsikan korelasi antara kejahatan dan struktur masyarakat.
b.      Teori-teori mikro yang bersifat lebih kongkret. Teori ini ingin menjawab mengapa seseorang/kelompok dalam masyarakat melakukan kejahatan atau kriminal.
c.       Beidging theories yang tidak termasuk ke dalam aktegoru teori makro/mikro dan mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi penjahat.
Selain klasifikasi di atas, William III dan Marlyn Mcshane (Lilik Mulyadi, 2001:84) juga mengklasifikasikan berbagai teori kriminologi menjadi 3 bagian lagi yaitu :
a.       Teori Klasik dan Teori Posivitis
Asasnya, teori klasik tersebeut membahas legal statules, struktur pemerintah dan hak asasi manusia (HAM). Teori Positivis terfokus kepada patologikrminal, penanggulangan dan perbaikan prilaku kriminal individu.
b.      Teori Struktural dan Teori Proses
Teori Struktural terfokus kepada cara masyarakat terorganisasi dan dampak dari tingkah laku. Teori struktural juga lazim disebut strain theories karena their assumption that a disorganized society creates strain ehich leads to deviant behavior”. Tegasnya, asumsi dasarnya adalah masyarakat yang menciptakan ketegangan dan dapat mengarah penyimpangan terhadap tingkah laku, dan menganalisis bagaimana orang menjadi penjahat.
c.       Teori Konsensus
Teori Konsensus menggunakan asumsi dasar bahwa dalam masyarakat terjadi konsensus/persetujuan sehingga terhadap nilai-nilai bersifat umum kemudian disepakati secara bersama-sama.
-                 Kriminologi terapan, yaitu terdiri dari :
a)      Higiene kriminal, yaitu usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan, misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan Undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.
b)      Politik kriminal, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana kejahatan telah terjadi. Disini dilihat dari sebab-sebab melakukan kejahatan. Bila disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan ketrampilan atau membuka lapangan kerja. Jadi tidak semata-mata dengan penjatuhan sanksi.
c)      Kriminalistik, yaitu ilmu tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan. (Topo Santosa dan Eva Achjani zulfa : 9-10).

Pengertian Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan. Namun,perlu diketahui kejahatan sangat berbeda dengan kenakalan. Perbedaan dapat dilihat dari segi waktu, pelaku, maupun perbuatannya. Kejahatan lebih kepada apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan tidak dapat ditolerir oleh masyarakat padaumumnya.
Menurut Bonger kejahatan dipandang dari sudut formil (menurut hukum) merupakan suatu perbuatan yang oleh masyarakat (dalam hal ini Negara) diberi pidana, suatu uraian yang tidak memberi penjelasan lebih lanjut seperti definisi-definisi yang formil umumnya. Ditinjau dari dalam sampai intinya, suatu kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (J. E Sahetapy, dan Reksodiputro, 1982:21).
Suatu perbuatan pidanaadalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan perbuatan yang oleh satu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja alam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.(Moeljatno, 2002)
Selanjutnya adalah mengenai korban kejahatan, dalam kajian kriminologi ilmu yang mempelajari mengenai korban kejahatan disebut korban victimologi, dalam arti secara luas viktimologi merupakan ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari kedudukan dan peranan korban
kejahatan dalam peristiwa kejahatan, dalam hukum dan masyarakat.
Studi ilmiah tentang kejahatan, dan penjahat mencakup analisa tentang (Soerjono Soekanto, 2001:10):
1.      Sifat dan luas kejahatan
2.      Sebab-sebab kejahatan
3.      Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan peradilan pidana
4.      Ciri-ciri penjahat
5.      Pembinaan penjahat
6.      Pola-pola kriminalitas, dan akibat kejahatan atas perubahan sosial
Objek kajian kriminologi secara umum menurut B.Bosu (1986:103) yaitu Kejahatan, yaitu perbuatan yang memiliki kriteria suatu perbuatan yang dinamakan kejahatan tentunya dipelajari dari peraturan perundangan-undangan memuat perbuatan pidana :
1.      Penjahat.
Yaitu orang yang melakukan kejahatan. Studi terhadap pelaku atau penjahat ini terutama dilakukan oleh aliran kriminologi positif dengan tujuan mencari sebab-sebab kejahatan, kriminologi positif menyadarkan pada asusmis dasar bahwa penjahat berbeda dengan orang yang bukan penjahat, dan perbedaan itu ada pada aspek biologik, psikologis, maupun sosiokultural.
2.      Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat
Studi mengenai masyarakat terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari pandanagn serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala yang timbul dimasyarakat dipandang sebagai sesuatu yang merugikan atau membahayakan masyarakat luas, akan tetapi undang-undang belum mengaturnya.
Menurut Abdussalam (2010:2) kriminologi mencakup tiga hal pokok yakni :
1.      Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making law), yang dibahas antara lain:
·         Definisi kejahatan
·         Unsur-unsur kejahatan
·         Revativitas pengertian kejahatan
·         Penggolongan kejahatan
·         Statistik kejahatan
2.      Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws) yaitu :
·           Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminal
·           Teori-teori kriminal
·           Berbagai pesspektif kriminologi
3.      Reaksi terhadap pelanggaran hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap ‘calon’ pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention) antara lain:
·           Teori penghukuman
·           Upaya-upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan pre-entif, preventif, represif, dan rehabilitative.
Ada beberapa fase penyebab timbulnya satu perbuatan jahat, antara lain :
a)      Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari hubungan antara sifat keserakahan (sifat manusia yang tidak pernah merasa cukup atau puas) terhadap barang-barang atau apa yang telah ia dapat.
b)      Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari sifat-sifat yang datangnya dari luar diri manusia itu sendiri, artinya tindakan kejahatan diluar kehendak sadar pelakunya. Dalam hal ini, seseorang atau pelaku di anggap tidak bersalah, sebab tindakan yang dilakukan bukan atas kemauan yang bersangkutan.
c)      Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari pengaruh iklim. Mengenai hal ini banyak yang menganggap kurang rasional, namun hal ini perlu juga dipertimbangkan, sebab faktor iklim seperti cuaca panas serta disertai faktor-faktor lain seperti kurang berpendidikan, moral, tersinggung perasaan, dan sebagainya, maklam iklim dapat mempengaruhi seseorang untuk mempertinggi kecenderungan untuk berbuat jahat.
d)     Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari sudut pandang yang sifatnya individualistis dan intelektual. Jika seseorang melakukan kejahatan demi kesenangan sendiri dan kemudian tertangkap karena dianggap mergikan orag lain, maka berarti apa yang dilakukan tersebut dapat menimbulkan penderitaan pula bagi dirinya sendiri. Penderitaan yang diterimanya itu oleh masyarakat dianggap pilihanyya sendiri sehingga
ia tak perlu dikasihani.
e)      Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari garis keturunan. Timbulnya kejahatan karena adanya bakat yang terdapat dalam diri manusia.
f)       Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari kemiskinan atau kekurangan akan kebutuhan hidup. Hal tersebut dapat menggambarkan awal timbulnya kehendak jahat dalam diri seseorang atas dorongan dari keinginan untuk mendapat apa yang tidak dimilikinya atau menambah apa yang telah dimilikinya.
g)      Sebab-sebab kejahatan yang timbul dari pengaruh lingkungan. Faktor lingkungan memungkinkan mendorong manusia untuk dapat mengembankan diri dan kemampuannyam terutama dengan adanya kesempatan-kesempatan penipuan terhadap masyarakat.
Ketujuh fase sebab-sebab yang memungkinkan timbulnya kejahatan di atas merupakan proses perkembangan sosial, yang bisa ditambah dengan ilmu teknologi dan ilmu pengetahuan,yang menunjukkan pengaruh terhadap banyaknya perilaku menyimpang atau kriminalitas. Penyimpangan-penyimpangan itu juga dapat disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang keliru, dan sebagainya menimbulkan reaksi masyarakat.
Menurut Wolfgang, Savist dan Johnstodalam TheSosiologis Of Crime And Deliquency memberikan definisi kriminologisebagaikesimpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperolehpengertian dan pengertian tentang kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisasecara alamiah keterangan-keterangan keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor, kausal yang berhubungandengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksimasyarakat terhadap keduanya.(Soesilo, 1983:13)
Jadi objek studi kriminologi meliputi :
a.                   Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan
b.                   Pelaku kejahatan
c.                  Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelakunya.
Ketiganya ini tidak dapat dipisahkan. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila ia mendapat reaksi dari masyarakat.
2.             Pengertian Penipuan
Penipuan berasal dari kata tipu yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untukmenyesatkan, mengakali atau mencari keuntungan. Tindakan penipuan merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga termasuk kedalam tindakan yang dapat dikenakan hukuman pidana.
Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar (R. Sugandhi, 1980:396)
Pengertian penipuan di atas memberikan gambaran bahwa tindakan penipuan memiliki beberapa bentuk, baik berupa perkataan bohong atau berupa perbuatan yang dengan maksud untuk mencari keuntungan sendiri dari orang lain. Keuntungan yang dimaksud baik berupa keuntungan materil maupun keuntunan yang sifatnya abstrak, misalnya menjatuhkan seseorang dari jabatannya.
Di dalam KUHP tepatnya pada pasal 378 KUHP ditetapkan kejahatan penipuan (oplicthing) dalam bentuk umum, sedangkan yang tercantum dalam Bab XXV buku II KUHP, memuat berbagai bentuk penipuan terhadap harta benda yang dirumuskan dalam 20 pasal, yang masing-masing pasal mempunyai nama-nama khusus (penipuan dalam bentuk khusus). Keseluruhan pasal pada Bab XXV ini dikenal dengan namabedrog atau perbuatan curang.
Dalam pasal 378 KUHP yang mengatur sebagai berikut :Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Berdasarkan unsur-unsur tidak pidana penipuan yang terkandung dalam rumusan pasal 378 KUHP di atas, maka Solahuddin, SH (2007 : 123-124) mengemukakan pengertian penipuan bahwa :Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar.
Pengertian penipuan sesuai pendapat tersebut diatas tampak secara jelas
bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah tipu muslihat atau serangkaian perkataan bohong sehingga seseorang merasa terpedaya karena omongan yang seakan-akan benar. Orang yang melakukan penipuan menjelaskan atau memperlihatkan sebuah kejadian seolah-olah benar terjadi, tetapi sesungguhnya perkataan itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang lain (korban) yang menjadi sasarannya agar diikuti keinginannya, dan menggunakan nama atau identitas palsu supaya yang bersangkutn tidak diketahui identitasnya, begitupula dengan menggunakan kedudukan palsu agar orang yakin akan perkataannya.. Di dalam rumusan penipuan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: (Andi Zainal Abidin Farid, 1961:135)
a.              Unsur-unsur Objektif penipuan
-       Perbuatan menggerakkan (Bewegen) adalah berasal dari kata bewegen yang berarti membujuk atau menggerakkan hati. Dalam KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen.Menggerakkan dapat di definisikan sebagain perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak,dan akan terlihat secara konkret apabila dihubungkan dengan cara melakukannya.
-       Yang digerakkan adalah orang. Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapus piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain atau pihak ketiga menyerahkan benda itu atas perintah atau kehendak orang yang digerakkan.
-       Tujuan perbuatan agar :
a.         Menyerahkan benda.dalam hal ini pengertian benda dalam penipuan memiliki arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada ketentuan bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan.
b.        Memberi hutang dan menghapuskan piutang. dalam hal ini perkataan hutang tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan. Oleh karenanya memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan atau membayar sejumlah uang tertentu. Demikian juga dengan istilah utang, dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan. Sedangkan menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka, karena menghapuskan piutang diartikan sebagai menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain..
-       Upaya-upaya penipuan dengan menggunakan :
a.         Nama palsudalam hal ini terdapat 2 (dua) pengertian nama palsu, antaralain:
Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain (misalnya menggunakan nama seorangteman).
Kedua, diartikan sebagai suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya (misalnya orang yang bernama A menggunakan nama samaran B). Nama B tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang tersebut. Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat luas. Misalkan A dikenal di masyarakat dengan nama C, maka A mengenalkan diri dengan nama C itu adalah menggunakan nama palsu. Kemudian bagaimana bila seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang supir bernama A mengenalkan diri sebagai seorang pegawai bank yang juga bernama A, si A yang terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang pegawai bank. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat atau kedudukan palsu.Menggunakan martabat atau kedudukan palsu. Suatu
kedudukan yang digunakan seseorang dan didalamnya ia mempunyai hak-hak tertentu,padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu.
b.        Menggunakan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan. dalam hal ini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid yakni, keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut atau digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan atau memiliki hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrest-nya (27-3-1893) menyatakan bahwa perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh keperca­yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat.
c.         Menggunakan Tipu Muslihat dan rangkaian kebohongan, dalam hal ini kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan atau kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun terdapat perbedaan, yakni pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan atau perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya atau terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar si korban berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
b. Unsur-unsur Subjektif
-          Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dalam hal ini maksud di pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yakni berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Terhadap sebuah kesengajaan harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain dibelakangnya seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si pelaku. Sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
-          Dengan melawan hukum, dalam hal ini unsur maksud sebagaimana yang diterangkan diatas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Oleh karena itu, melawan hukum disini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak-tidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum disini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni juga bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat.
Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan disini adalah si pelau mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara  tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai hal yang dicela masyarakat.
Sedangkan unsur-unsur tindak pidana penipuan menurut Moeljatno (2002:70) adalah sebagai berikut :
1.      Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga kepunyaan orang lain.
2.      Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan orang yang menyerahkan barang itu.
3.      Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan barang itu dengan jalan penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya dan si penipu harus memperdaya si korban dengan satu kal yang tersebut dalam Pasal 378 KUHP.
Lebih lanjut Moeljatno menyebutkan bahwa sebagai akal penipuan dalam pasal 378 KUHP adalah :
1.        Menggunakan nama palsu
Nama palsu adalah nama yang berlainan dengan nama sebenarnya, meskipun perbedaan itu tampak kecil, misalnya orang yang sebenarnya bernama Ancis, padahal yang sebenarnya adalah orang lain, yang hndak menipu itu mengetahui, bahwa hanya kepada orang yang bernama Ancis orang akan percaya untuk memberikan suatu barang. Supaya ia mendapatkan barang itu, maka ia memalsukan namanya dari Anci menjadi Ancis. Akan tetapi kalau sipenipu itu menggunakan orang lain yang sama dengan namanya sendiri, maka ia tidak dikatakan menggunakan nama palsu tetapi ia tetap dipersalahkan
2.        Menggunakan kedudukan palsu
Seseorang yang dapat dipersalahkan menipu dengan menggunakan kedudukan palsu, misalnya : X menggunakan kedudukan sebagai pengusaha dari perusahaan P, padahal ia sudah diberhentikan, kemudian mendatangi sebuah toko unutk dipesan kepada toko tersebut, dengan mengatakan bahwa ia X disuruh majikannya untuk mengambil barang-barang itu. Jika toko itu menyerahkan barang-barang itu kepada X yang dikenal sebagai kuasa dari perusahaan P, sedangkan toko iti tidak mengetahuinya, bahwa X dapat dipersalahkan setelah menipu toko itu dengan menggunakan kedudukan palsu.
3.        Menggunakan tipu muslihat
Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan gambaran peristiwa yang sebenarnya dibuat-buat sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabui orang yang biasanya hati-hati. Tipu muslihat yang digunakan oleh seorang penipu itu harus sedemikian rupa, sehingga orang yang mempunyai taraf pengetahuan yang umum (wajar) dapat dikelabui. Jadi selain kelicikan penipu, harus pula diperhatikan keadaan orang yang kena tipu. Tipu muslihat yang digunakan begitu menyerupai kebenaran sehingga menimbulkan kepercayaan orang yang ditipu.
4.        Menggunakan susunan belit dusta (rangkaian kebohongan)
Kebohongan itu harus sedemikian rupa berberlit-belitnya sehingga merupakan suatu atau seluruhnya yang nampaknya seperti benar dan tidak mudah ditemukan dimana-mana. Suatu kebohongan saja belum cukup untuk menetapkan adanya penipuan. Bohong itu harus disertai tipu muslihat dan susunan belit dusta
3.             Pengertian Satpam
Satpam yang merupakan singkatan dari satuan pengamanan adalah satuan kelompok petugas yang dibentuk oleh istansi/proyek/badan usaha untuk melakukan keamanan fisik (physical security) dalam rangka penyelenggaraan keamanan swakarya di lingkungan kerjanya. Kepolisian Negara republic Indonesia menyadari bahwa tidak mungkin bekerja sendiri dalam mengambil fungsi kepolisian, leh karena itu lembaga satuan pengamanan secara resmi dibentuk pada 30 Desember 1980 melalui surat keputusan kepala kepolisian Negara.
Peranan dalam pelaksanaan tugasnya, anggota satpam berperan sebagai
1.      Unsur pembantu pimpinan. Institusi/proyek/badan usaha di bidang keamanan dan ketertiban lingkungan kerja.
2.      Unsur pembantu kepolisian Negara di bidang penegakan hukum dan waspada keamanan (security minded) di lingkungan kerjanya.
Dasar Hukum :
Peraturan Kapolri No.Pol.24 tahun 2007 tentang sistem pengaman manajemen perusahaan/instansi pemerintahan peraturan kapolri No.Pol.18 tahun 2006 tentang pelatihan dan kurikulum satuan pengamanan peraturan kapolri No.Pol. 17 Tahun 2006 tentang pedoman pembinaan badan usaha jasa pengamanan dan penyelamatan surat keputusan Kapolri No.Pol Skep/1021/XII/2002 tentang Nomor registrsi dan KTA satpam surat keputusan Kapolri No.Pol Skep/1019/XII/2002 tentang pakaian seragam satuan-satuan keputusan Kapolri No.Pol Skep/302/III/1993 tentang tanda kualifikasi pendidikan anggota Satpam surat keputusan bersama menaker No.KEP.275/Men/1989 dan Kapolri No.Pol.Kep/04/V/1989 tentang peraturan jam kerja,shift dan jam istirahat serta pembinaan tenaga kerja satuan pengamanan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, anggota Satpam berperan sebagai
a.       Unsur Pembantu Pimpinan institusi/proyek/badan usaha di bidang keamanan dan ketertiban lingkuungan kerja.
b.      Unsur Pembantu Kepolisian Negara di bidang penegakan hukum dan waspada keamanan (security minded) di lingkungan kerjanya.
Kegiatan seorang petugas Satpam menurut Peraturan Kapolri No.Pol. 24 tahun 2007 tentang Sistem Pengamanan Manajemen Organisasi, Perusahaan
dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah terdiri dari :
1.    Mencegah dan deteksi dini penyusup, kegiatan atau orang masuk secara tak sah, vandalisme atau penerobos/peloncat pagar di wilayah kuasa tempat perusahaan (teritor gebied/ruimte gebied)
2.    Mencegah dan deteksi dini pencurian, kehilangan, penyalahgunaan atau penggelapan perkakas, mesin, komputer, peralatan, sediaan barang, uang, obligasi, saham, catatan atau dokumen atau surat-surat berharga milik perusahaan.
3.    Melindungi (pengawalan) terhadap bahaya fisik (orang dan barang yang menjadi aset milik perusahaan atau perorangan)
4.    Melakukan kontrol/pengendalian, pengaturan lalu lintas (orang, kendaraan dan barang) untuk menjamin pelrindungan aset perusahaan.
5.    Melakukan upaya kepatuhan, penegakan tata tertib dan menerapkan kebijakan perusahaan, peraturan kerja dan praktek-praktek dalam rangka pencegahan tindak kejahatan.
6.    Melapor dan menangani awal (TPTKP) terhadap pelanggaran.
7.    Melapor dan menangani kejadian dan panggilan/permintaan bantuan Satpam, termasuk konsep, pemasangan dan pemeliharaan sistem alam.
Agar dapat menunjukkan kinerja efektif, seorang petugas Satpam perlu perlengkapan kerja (Surat Keputusan Kapolri No.Pol. Skep/1019/XII/2002 tentang Pakaian Seragam Satuan-Satuan Pengamanan).Perlengkapan kerja terdiri dari :
a.       Buku saku lapangan dan alat tulis untuk mencatat kegiatan, orang dan barang yang patut dicurigai
b.      Senter untuk perondaan malam atau patroli di wilayah yang minim pencahayaan.
c.       Alat komunikasi menjalin komunikasi dengan petugas keamanan lain atau meminta bantuan ketika keadaan darurat (telepon seluler atau radio FRS/GMRS atau radio trunking)
d.      Alat pelindung diri ketika bekerja di kawasan tertenti (safety helm, safety shoes, jas hujan)
e.       Seragam atau pakaian dinas sesuai dengan regulasi yang berlaku
f.       Alat bela dir, tongkat, borgol dan perisai dan sesuai dengan sifat, lingkup tugas dan ancaman terhadap lingkungan kerjanya, seperti bank, objek vital, kantor bendahara, anggota Satpam dapat dilengkapi dengan senjata api berdasarkan izin kepemilikan senjata api yang diberikan oleh Kepala Kepolisian Negara.
4.      Teori Yang Berkaitan Dengan Faktor Kejahatan Penipuan Dalam Masyarakat
Marcus Felson sebagai pencetus Routine Activities Theory (aktifitas rutin) mengungkapkan bahwa kejahatan akan terjadi bila dalam satu tempat
dan waktu hadir dalam waktu yang bersamaan elemen berikut:
a)                   A Motivated Offender (Adanya motivasai dari penjahat)
b)                 A Suitable Target (Target atau sasaran yang menarik atau mudah)
c)                  The Absence of Capable Guardian (Kondisi yang aman untuk melakukan kejahatan)
Ketiga elemen ini harus ada secara bersamaan saat terjadinya kejahatan. Inti dari teori ini adalah tergantung pada kesempatan-kesempatan yag tersedia. Bila seorang target tidak cukup dilindungi, dan bila ganjarannya cukupberharga,maka kejahatan akan tejadi. Kejahatan tidak membutuhkan pelanggar-pelanggar kelasberat, pemangsa-pemangsa super, para residivis atau oran-orang jahat,kejahatanhanya membutuhkan kesempatan.
Premis dasar dari teori aktifitas rutin adalah bahwa kejahatan adalah kasus kecil (dengan jumlah kecil) yang tidak dilaporkan kepada polisi. Kejahatan bukanlah suatu yang spekatakuler ataupun dramatis. Semuanya itu kejadian yang umu dan terjadi setiap saat terutama saat ada tujuan yangtidak bisa didapatkan dengan cara yang baik.
Dalam teori aktifitas rutin oleh Markus Felson 1987 dan Robert K.Cohen ada tiga elemen yang dapat mempengaruhi mudahnya muncuk kejahatan, diantaranya adanya pelaku yang termotivasi, adanya target yang layak, dan ketiadaan penjaga. (Steven P. Lab,2006 : 111)
1.      Adanya pelaku yang termotivasi
Adaya yang dilakukan merupakan dorongan-dorongan pribadi yang menjadikan kejahatan sebagai sumber utama dalam mencapai tujuan tanpa ada alasan-alasan dan sebab apapun kondisi seperti ini merupakan bakat melakukan kejahatan bawaan sejak lahir. (Erlangga Masdiana, 2006:59)
Cara-cara melakukan kejahatan juga begitu berani.Pelaku seakan-akan menganggap korban sebagai musuh yang harus ditaklukkan seketika.Korban tidak diberi amun atau diberi kesempatan untuk menyatakan dirinya sebagai manusia. Korban yang memiliki uang atau harta lain wajib menyerahkan kepada pelaku kejahatan. Pelaku kejahatan bagaikan raja yang ebbas meminta upeti kepada korban dengan cara-cara kekerasan. (Erlangga Masdiana, 2006:59)
2.      Adanya target yang Layak
Kesempatan merupakan faktor yang menentukan bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan, dalam hal ini ada kalanya Karena desakan oleh kebutuhan hidup dan ada kalanya karena kebiasaan. (Arrajid.1986:69)
Lesley 91989) menyatakan semakin banyak orang membuka diri untuk berinteraksi dengan orang lain dan berada ditempat-tempat tertentu, maka orang itu sagat rentan menjadi korban kejahatan (ditempat ramai) seperti di stasiun, terminal, dan persimpangan-persimpangan jalan.Tempat-tempat yang rentan ini sebaiknya mendapatkan perhatian pihak aparat kepolisian. (Erlangga Masdiana, 2006:20)
3.      Tidak hadirnya penjagaan
Kebiasaan beraktifitas memungkinkan orang menjadi korban kejahatan.Ada kejahatan dilakukan saat korban sedang bekerja, pergi ke pasar, bersekolah, dan lain-lain.Pelaku kejahatan yang cerdas pasti melakukan aksinya didasarkan pada pengamatan ilmiah tentang karakteristik individu, kebiasaan berperilaku calon korban, dan tingkat “pengawalan” korban.Jika sistem pengamanan lingkungan tidak memungkinkan proteksi terhadap korban atau calon korban, maka pelaku kejahatan dapat dengan mudah melumpuhkan korban. (Erlangga Masdiana, 2006:66).
B.            Kerangka Pemikiran
Gambar : II. I.  Model   Kerangka   Pikiran   Tinjauan Kriminologis Penipuan Yang Dilakukan Oleh Oknum Satpam Di Wilayah Polsek Sukajadi Kota Pekanbaru
Tinjauan KejahatanPenipuan
 

Motivasi pribadi
a.       Adanya peluang melakukan penipuan
b.      Kelemahan fisik korban
Faktor yang menjadi penyebab pelaku melakukan penipuan
Adanya sasaran yang tepat
Tidak hadirnya penjagaan
a.       Kelengahan korban
b.      memanfaatkan situasi
a.       Menipu sengaja di pelajari
b.      Menipu memenuhi kebutuhan
 










C.           Konsep Operasional
Adapun   konsep-konsep   yang   akan   dioperasionalkan   dalam  penelitian   ini adalah :
1.    Kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang memeplajri tentang kejahatan
2.    Kejahatan, dilihat dari sudut pandang pendekatan legal diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum pidana atau Undang-undang yang berlaku di
masyarakat
3.    Penipuan adalah, perbuatan memperdaya orang lain, yangdilakukan oleh individu itu sendiri maupun secara berkelompok
4.    Motivasi pribadi  yaitu kehatan yang di lakukan merupakan dorongan pribadi yang menjadikan kejahatan sebagai sumber utama dalam mencapai tujuan tanpa alasan
5.    Adanya sasaran yang tepat, merupakan faktor yang menentukan bagi pelaku kejahatan untuk melakukan penipuan.
6.    Oknum adalah perseorangan atau pribadi. Namun persepsi negatif sering muncul karena penggunan kata ini sering sering digunakan untuk seseorang yang melangar/berbuat kesalahan "melanggar" dalam sebuah lembaga, organisasi atau kelompok dengan penggunaan kata oknum.
7.    Satuan Pengamanan atau sering juga disingkat Satpam adalah satuan kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/proyek/badan usaha untuk melakukan keamanan fisik (physical security) dalam rangka penyelenggaraan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.
D.           Operasional Variabel
Berasarkan dari uraian dan kerangka pikiran diatas maka selanjutnya disini akan disajikan operasional variabel dari penelitian ini :
Tabel II.1 Operasional Variabel
Konsep
Variabel
Indikator
Item penelitian
1
2
3
4
Dalam teori aktivitas rutin oleh Felson aa tiga elemen yng dapat mempengaruhi mudahnya muncul kejahatan : Motivasi pribadi,adanya sasaran yang tepat dan tidak terdapatnya penjagaan yang efektif
Fakktor penyebab pelaku melakukan penipuan






1.       Motivasi pribadi




2.       Adanya sasaran yang tepat
3.       Tidak hadirnya penjagaan
-          Menipu sengaja dipelajari
-          Menipu memenuhi kebutuhan

-          Kelenghaan korban
-          Memanfaatkan situasi


-          Adanya peluang melakukan penipuan
-          Kelemahan dari fisik korban

Sumber :Modifikasi Penulis 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar