Sabtu, 02 Mei 2015

KARTU TANDA BUKTI HAK ATAS KIOS PASAR SEBAGAI JAMINAN KREDIT INVESTASI DI PERBANKAN BAB II



BAB II
TINJAUAN UMUM
A.       Tinjauan Tentang Kota Pekanbaru
Gambaran Umum Kota Pekanbaru
Nama Pekanbaru dahulunya lebih dikenal dengan nama “Senapelan” yang pada saat itu dipimpin oleh seorang Kepala Suku yang dikenal dengan sebutan Batin. Daerah yang mulanya sebagai ladang, lambat laun menjadi perkampungan. Kemudian perkampungan Senapelan berpindah ke tempat pemukiman baru yang kemudian disebut dengan Dusun Payung Sekaki yang terletak di tepi muara sungai Siak.
Nama Payung Sekaki tidak begitu dikenal pada masanya, namun Senapelan merupakan nama yang lebih dikenal. Perkembangan Senapelan berhubungan erat dengan perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di Senapelan, beliau membangun istananya di Kampung Bukit yang berdekatan dengan perkampungan Senapelan. Diperkirakan istana tersebut terletak di sekitar Mesjid Raya sekarang ini. Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah mempunyai inisiatif untuk membuat Pekan di Senapelan tetapi tidak berkembang. Usaha yang telah dirintis tersebut kemudian dilanjutkan oleh puteranya yaitu Raja Muda Muhammad Ali di tempat baru yaitu di sekitar pelabuhan sekarang.
Selanjutnya pada hari Selasa tanggal 21 Rajah 1204 H atau tanggal 23 Juni 1784 M berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar  dan Kampar), negeri Senapelan diganti namanya menjadi “Pekan Baharu” yangh selanjutnya diperingati sebagai hari lahir Kota Pekanbaru. Mulai saat itu sebutan Senapelan sudah ditinggalkan dan mulai populer dengan sebutan “PEKAN BAHARU”, yang dalam bahasa sehari-hari disebut PEKANBARU.[33]

Di dalam perkembangan tentang pemerintahan di Kota Pekanbaru, selalu mengalami perubahan, antara lain sebagai berikut :[34]
1.        SK Kerajaan Besluit van Her Inlanche Zelf van Siak No. 1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru merupakan bagian dari Kerajaan Siak yang disebut District.
2.        Tahun 1931 Pekanbaru masuk ke dalam wilayah Kampar Kiri yang dikepalai oleh seorang Controleur berkedudukan di Pekanbaru.
3.        Tanggal 8 Maret 1942 Pekanbaru dikepalai oleh seorang Gubernur Militer yang disebut Gokung, Distrik menjadi Gun yang dikepalai Gunco.
4.        Ketetapan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 No. 103, Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut dengan Haminte atau Kota b.
5.        UU No. 22 Tahun 1948 Kabupaten Pekanbaru diganti dengan Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru diberi status Kota Kecil.
6.        UU No. 8 Tahun 1956 menyempurnakan status Kota Pekanbaru sebagai kota kecil.
7.        UU No. 1 Tahun 1957 status Pekanbaru menjadi Kota Praja.
8.        Kepmendagri No. Desember 52/I/44-25 tanggal 20 Januari 1959 Pekanbaru menjadi ibukota Propinsi Riau.
9.        UU No. 18 Tahun 1965 resmi pemakaian sebutan Kotamadya.
10.    UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah sebutan Kotamadya berubah menjadi Kota.

Secara geografis kota Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur Lintas Timur Sumatera, terhubung dengan beberapa kota seperti Medan, Padang dan Jambi, dengan wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak pada bagian utara dan timur, sementara bagian barat dan selatan oleh Kabupaten Kampar.
Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur dan berada pada ketinggian berkisar antara 5 - 50 meter di atas permukaan laut. Kota ini termasuk beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34.1 °C hingga 35.6 °C, dan suhu minimum antara 20.2 °C hingga 23.0 °C.
Sebelum tahun 1960 Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km² yang kemudian bertambah menjadi 62.96 km² dengan 2 kecamatan yaitu kecamatan Senapelan dan kecamatan Limapuluh. Selanjutnya pada tahun 1965 menjadi 6 kecamatan, dan tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas wilayah 446,50 km. Kemudian pada tahun 2003 jumlah kecamatan pada kota ini dimekarkan menjadi 12 kecamatan. [35]
Sejak tahun 2010, Pekanbaru telah menjadi kota ketiga berpenduduk terbanyak di Pulau Sumatera, setelah Medan dan Palembang. Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat, menjadi pendorong laju pertumbuhan penduduknya.
Etnis Minangkabau merupakan masyarakat terbesar dengan jumlah sekitar 37,96% dari total penduduk kota. Mereka umumnya bekerja sebagai profesional dan pedagang. Jumlah mereka yang cukup besar, telah mengantarkan Bahasa Minang sebagai salah satu bahasa pergaulan yang digunakan oleh penduduk kota Pekanbaru selain Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia.
Selain itu, etnis yang juga memiliki porsi cukup besar adalah Melayu, Jawa, Batak, dan Tionghoa. Perpindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjungpinang ke Pekanbaru pada tahun 1959, memiliki andil besar menempatkan Suku Melayu mendominasi struktur birokrasi pemerintahan kota. Namun sejak tahun 2002 hegemoni mereka berkurang seiring dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau dari pemekaran Provinsi Riau.
Masyarakat Jawa awalnya banyak didatangkan sebagai petani pada masa pendudukan tentara Jepang, sebagian mereka juga sekaligus sebagai pekerja romusha dalam proyek pembangunan rel kereta api. Sampai tahun 1950 kelompok etnik ini telah menjadi pemilik lahan yang signifikan di Kota Pekanbaru. Namun perkembangan kota yang mengubah fungsi lahan menjadi kawasan perkantoran dan bisnis, mendorong kelompok masyarakat ini mencari lahan pengganti di luar kota, namun banyak juga yang beralih okupansi.
Berkembangnya industri terutama yang berkaitan dengan minyak bumi, membuka banyak peluang pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak. Kelompok etnik ini umumnya bekerja sebagai karyawan, dan memiliki ikatan emosional yang kuat terutama jika semarga dibandingkan kelompok etnis lain yang ada di Kota Pekanbaru. Pasca PRRI eksistensi kelompok etnis ini menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di pemerintahan, terutama pada masa Kaharuddin Nasution menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan". [36]

Adapun perkembangan jumlah penduduk Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut :[37]
Tahun
1930
1954
1961
1971
1990
2000
2005
2006
2007
2008
2010
Jumlah penduduk
 2.990
 28.314
 70.821
 145.030
 398.694
 587.842
 720.197
 754.467
 779.899
 799.213
 897.767


Saat ini Pekanbaru telah menjadi kota metropolitan, yaitu dengan nama Pekansekawan, (Pekanbaru, Siak, & Pelalawan). Perkembangan perekonomian Pekanbaru, sangat dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan minyak, pabrik pulp dan kertas, serta perkebunan kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya. Kota Pekanbaru pada triwulan I 2010 mengalami peningkatan inflasi sebesar 0,79%, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,30%. Berdasarkan kelompoknya, inflasi terjadi hampir pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,88% dan 0,02%. Secara tahunan inflasi kota Pekanbaru pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 2,26%, terus mengalami peningkatan sejak awal tahun 2010 yaitu 2,07% pada bulan Januari 2010 dan 2,14% pada bulan Februari 2010.[38]

Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Pekanbaru, telah memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekomoni kota ini. Penemuan cadangan minyak bumi pada tahun 1939 memberi andil besar bagi perkembangan dan migrasi penduduk dari kawasan lain. Sektor perdagangan dan jasa saat ini menjadi andalan Kota Pekanbaru, yang terlihat dengan menjamurnya pembangunan ruko pada jalan-jalan utama kota ini. Selain itu, muncul beberapa pusat perbelanjaan modern, diantaranya: Plaza Senapelan, Plaza Citra, Plaza Sukaramai, Mal Pekanbaru, Mal SKA, Mal Ciputra Seraya, Lotte Mart, Metropolitan Trade Center, The Central, Ramayana, Giant, Alfamart dan Indomaret. Walau di tengah perkembangan pusat perbelanjaan modern ini, pemerintah kota terus berusaha untuk tetap menjadikan pasar tradisional yang ada dapat bertahan, di antaranya dengan melakukan peremajaan, memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendukungnya. Beberapa pasar tradisional yang masih berdiri, antara lain Pasar Bawah, Pasar Raya Senapelan (Pasar Kodim), Pasar Tangor, Pasar Sail, Pasar Dupa, Pasar Rumbai, Pasar Limapuluh dan Pasar Cik Puan.
Sementara dalam pertumbuhan bidang industri di Kota Pekanbaru terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 3,82 %, dengan kelompok industri terbesar pada sektor industri logam, mesin, elektronika, kemudian disusul industri pertanian dan kehutanan. Selain itu beberapa investasi yang ditanamkan di kota ini sebagian besar digunakan untuk penambahan bahan baku, penambahan peralatan dan perluasan bangunan, sebagian kecil lainnya digunakan untuk industri baru.
Kota Pekanbaru memiliki beberapa bangunan dengan ciri khas arsitektur Melayu diantaranya bangunan Balai Adat Melayu Riau yang terletak di jalan Diponegoro, Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di lantai atasnya terpampang beberapa ungkapan adat dan pasal-pasal Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji sastrawan keturunan Bugis. Pada bagian kiri dan kanan pintu masuk ruangan utama dapat dibaca pasal 1–4, sedangkan pasal 5–12 terdapat di bagian dinding sebelah dalam ruangan utama. Kemudian di jalan Sudirman terdapat Gedung Taman Budaya Riau, gedung ini berfungsi sebagai tempat untuk pagelaran berbagai kegiatan budaya dan seni Melayu Riau dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sementara bersebelahan dengan gedung ini terdapat Museum Sang Nila Utama, merupakan museum daerah Riau yang memiliki berbagai koleksi benda bersejarah, seni, dan budaya. Museum ini menyandang nama seorang tokoh legenda dalam Sulalatus Salatin, pendiri Singapura. Selanjutnya Anjung Seni Idrus Tintin salah satu ikon budaya di Kota Pekanbaru, merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional, menggunakan nama seorang seniman Riau, Idrus Tintin, dibangun pada kawasan yang dahulunya menjadi tempat penyelengaraan MTQ ke-17. [39]

Pada tahun 2011, masyarakat Pariaman untuk pertama kalinya mengadakan pesta budaya Tabuik di Pekanbaru. Seperti hal di daerah asalnya, perayaan ini diselenggarakan pada bulan Muharram, untuk memperingati peristiwa Pertempuran Karbala. Meski bukan tradisi lokal, hal ini menunjukkan keanekaragaman sekaligus salah satu event untuk pengembangan sektor pariwisata. Sementara setiap tahunnya, komunitas Tionghoa di Pekanbaru juga menyelenggarakan perayaan Tahun Baru Imlek, kemudian ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Pesta ini umumnya dipusatkan di kawasan Senapelan terutama pada beberapa vihara di antaranya Vihara Dharma Loka atau Vihara Tridharma Dewi Sakti.
B.       Tinjauan Tentang Kios Pasar
Menurut Pasal 1 angka 8 Perda Kota Pekanbaru No. 6 Tahun 2012  Tentang Retribusi Pelayanan Pasar (selanjutnya disebut Perda No. 6/2012), pengertian pasar adalah :[40]
Pasar adalah tempat yang diberi batas tertentu yang terdiri dari halaman/pelataran, bangunan berbentuk toko, kios, los dan lapak serta bentuk lainnya yang khusus disediakan untuk berusaha atau berdagang.
Di dalam Perda Kota Pekanbaru No. 6/2012 Pasal 1 angka 9, 10, 11 dan 12, beberapa jenis pasar adalah sebagai berikut :[41](1) Pasar Tradisonal adalah Pasar yang dibangun dan dikelola baik secara mandiri oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pihak Swasta maupun Badan Usaha Milik Daerah/ Perusahaan Daerah atau dalam bentuk kerjasama antara Pemerintah daerah dengan pihak swasta, berupa tempat usaha dalam bentuk toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/ disewa oleh pedagang kecil atau menengah, kelompok masyarakat atau koperasi, dengan proses transaksi usaha dilakukan melalui proses tawar menawar. (2) Pasar Pemerintah adalah pasar yang didirikan dan dibangun serta dikelola oleh Pemerintah Kota. (3) Pasar yang dikelola pihak Ketiga adalah pasar yang didirikan dan dibangun oleh pihak swasta di atas tanah Pemerintah Kota, berdasarkan Perjanjian kerjasama yang dibuat antara pemerintah Kota dengan pihak ketiga, dengan ketentuan setiap tahun Pemerintah Kota memperoleh Royalti dan jika batas waktu dalam perjanjian kerjasama tersebut berakhir maka pengelolaan pasar dimaksud kembali kepada Pemerintah Kota. (4) Pasar Swasta adalah pasar yang didirikan, disediakan dan dikelola oleh swasta di atas tanah sendiri yang telah mendapat izin dan dibawah pengawasan, pembinaan Pemerintah Kota Pekanbaru.


Beberapa bangunan yang merupakan bagian dari pasar menurut Perda No. 6/2012 adalah sebagai berikut : Los, adalah bangunan tetap di dalam lingkungan pasar yang beralas permanen bentuk bangunan memanjang tanpa dilengkapi dinding pembatas ruangan sebagai tempat berjualan; Kios, adalah bangunan tempat jualan yang beratap dan dipisahkan satu sama lainnya dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langit-langit yang dipergunakan untuk berjualan; Kaki Lima/ Lapak, adalah tempat atau ruang terbuka di kawasan lingkungan pasar di luar toko, kios dan los yang dipergunakan untuk berusaha atau berdagang; Kawasan pasar, adalah lahan di luar pasar dengan batas-batas tertentu yang menerima/ mendapatkan dampak keramaian dari keberadaan pasar.
C.      Tinjauan Tentang Bank BRI
1.        Gambaran Umum Tentang Bank BRI
Bank Rakyat Indonesia ( selanjutnya disebut Bank BRI ) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank BRI didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh raden Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertoche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau “Bank Bantuan dan Simpanan Milik Priyayi Purwokerto”, suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan hari kelahiran Bank BRI.
Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. [42]        

Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rural dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
Visi BRI
Adapun visi dari Bank BRI adalah “Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah”.[43]
Selain memiliki visi yang menjadi arah menajemen perusahaan, Bank BRI juga memiliki Misi yaitu sebagai berikut :[44] (1) Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat; (2) Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan teknologi informasi yang handal dengan melaksanakan manajemen risiko serta praktek Good Corporate Governance (GCG) yang sangat baik; (3) Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
2.        Tinjauan Umum Tentang Produk-produk Bank BRI
2.1.  Produk Simpanan
2.1.1.      Tabungan
2.1.1.1.     Tabungan BritAma
            Tabungan BritAma adalah Produk tabungan beragam kemudahan dengan didukung fasilitas e-banking dan sistem real time online yang akan memungkinkan nasabah untuk bertransaksi kapanpun dan dimanapun.
2.1.1.2.     Simpedes
            Simpedes adalah Simpanan masyarakat dalam bentuk tabungan dengan mata uang rupiah, yang dapat dilayani di Kantor Cabang Khusus BRI / Kanca BRI / KCP BRI / BRI Unit / Teras BRI, yang jumlah penyetoran dan pengambilannya tidak diabatasi baik frekuensi maupun jumlahnya, sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
2.1.1.3.     Simpedes TKI
            Produk dari Bank BRI berupa Simpedes TKI adalah Tabungan yang diperuntukkan bagi para TKI untuk mempermudah transaksi mereka termasuk untuk penyaluran / penampungan gaji TKI.
2.1.1.4.     Tabungan Haji
             Tabungan Haji dari Bank BRI adalah produk simpanan yang khusus untuk umat Muslim yang akan menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci.
2.1.1.5.     Tabungan BritAma Dollar
            BritAma Dollar adalah produk tabungan Bank BRI khusus dalam mata uang US Dollar untuk memenuhi kebutuhan simpanan dalam mata uang valuta asing khususnya mata uang US Dollar.

2.1.1.6.     BritAma Bisnis
            Tabungan BRI BritAma Bisnis adalah produk yang ditawarkan Bank BRI dengan memberikan keleluasaan lebih dalam bertransaksi, kejelasan dalam pencatatan dan keuntungan lain yang menunjang transaksi dan kebutuhan bisnis.

2.1.1.7.     BritAma Rencana
            Tabungan investasi dengan setoran tetap bulanan yang dilengkapi dengan fasilitas perlindungan asuransi jiwa bagi nasabah.
2.1.1.8.     BritAma Valas
            Tabungan dalam mata uang asing yang menawarkan kemudahan transaksi dan nilai tukar yang kompetitif. Tersedia dalam 5 jenis currency meliputi USD, AUD, SGD, CNY dan EUR.
2.1.1.9.     BritAma Junio
            Merupakan produk Tabungan BRI yang ditujukan khusus kepada segmen anak dengan fasilitas dan fitur yang menarik bagi anak.
2.1.1.10. TabunganKu
            TabunganKu adalah tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.1.2.           Deposito BRI
2.1.2.1.     Deposito Rupiah
            Adalah salah satu produk simpanan dari Bank BRI yang memberikan kenyamanan dan kemananan dalam investasi bagi masyarakat.
2.1.2.2.     Deposito Valas
            Adalah produk yang sama dengan Deposito Rupiah dimana Bank BRI akan memberikan kenyamanan dan keamanan dalam investasi, hanya untuk Deposito Valas, mata uang yang digunakan adalah USD, EUR, SGD, JPY, AUS, HKD dan CNY.
2.1.2.3.     Deposito On Call
            Deposito On Call (DOC) BRI merupakan produk deposito yang menawarkan investment gain yang tinggi.
2.1.3.           Giro BRI
2.1.3.1.     GiroBRI Rupiah
            Giro BRI Rupiah merupakan produk simpanan dari Bank BRI yang diberikan untuk mempermudah transaksi dan keuangan masyarakat
2.1.3.2.     GiroBRI Valas
            Giro BRI Valas adalah produk simpanan Giro dengan mata uang asing yaitu USD, EURO, SGD, JPY dan AUD.
2.2.       Produk Pinjaman
2.2.1.           Pinjaman Mikro Kupedes
            Adalah produk pinjaman dari BRI berupa kredit dengan bunga bersaing yang bersifat umum untuk semua sektor ekonomi, ditujukan untuk individual (badan usaha maupun perorangan) yang memenuhi persyaratan dan dilayani di seluruh BRI Unit dan Teras BRI.
2.2.2.           Pinjaman Ritel
2.2.2.1.     Kredit dengan Agunan Kas
             Adalah kredit yang seluruh jaminanya berupa kas (fully cash collateral).
2.2.2.2.     Kredit Investasi
            Kredit Investasi merupakan produk pinjaman dengan jangka menengah atau jangka panjang untuk membiayai barang modal/ aktiva tetap perusahaan seperti pengadaan mesin, peralatan, kendaraan, bangunan dan lain-lain.
2.2.2.3.     Kredit Modal Kerja
            Fasilitas kredit untuk membiayai operasional usaha termasuk kebutuhan untuk pengadaan bahan baku, proses produksi, piutang dan persediaan.
2.2.2.4.     KMK Ekspor
            Fasilitas kredit untuk pembiayaan produksi atau pembelian barang-barang untuk di ekspor (pre-ekspor financing) atau pembiayaan kepada nasabah yang akan melakukan negosiasi wesel ekspor (post ekspor financing).
2.2.2.5.     KMK Konstruksi
            Fasilitas kredit yang diberikan untuk pembiayaan jasa konstruksi / pekerjaan yang berhubungan dengan penyelesaian suatu proyek misalnya proyek pembangunan gedung, perumahan, jalan, pekerjaan supervise konstruksi, pekerjaan penyediaan barang atau jasa yang terkait dengan proyek.
2.2.2.6.     KMK Konstruksi BO I
            Fasilitas kredit yang diberikan untuk seluruh pekerjaan jasa konstruksi yang sumber pembayarannya berasal dari dana APBN.
2.2.2.7.     Kredit BRIGuna
            Kredit yang diberikan kepada calon debitur/debitur dengan sumber pembayaran yang berasal dari sumber penghasilan tetap/fixed income (gaji/uang pensiun). Dapat digunakan untuk pembiayaan keperluan produktif dan non produktif misalnya; pembelian barang bergerak/tidak bergerak, perbaikan rumah, keperluan kuliah/sekolah, pengobatan, pernikahan dan lain-lain.
2.2.2.8.     Kredit Waralaba
            Kredit yang diberikan dalam bentuk modal kerja dan investasi bagi usaha waralaba.
2.2.2.9.     Kredit SPBU
            Fasilitas kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan investasi untuk usaha SPBU PERTAMINA.
2.2.2.10. Kredit Resi Gudang
            Fasilitas kredit Bank yang diberikan atas jaminan Resi Gudang.
2.2.2.11. Kredit Pemilikan Gudang
            Fasilitas Kredit Investasi dalam mata uang rupiah untuk pemilikan bangunan gudang baik secara indent maupun ready stock berikut fasilitas yang melekat pada gudang untuk mendukung kegiatan usaha komersial.
2.2.2.12. KMK Talangan SPBU
            Fasilitas kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan investasi untuk usaha SPBU PERTAMINA.
2.2.2.13. Kredit Batubara
            Fasilitas kredit untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka melakukan kegiatan yang berkaitan dengan eksploitasi dan jasa pertimbangan Batu Bara.
2.2.2.14. Kredit Waralaba Alfamart
            Fasilitas kredit untuk membiayai bisnis waralaba mini market Alfamart.
2.2.2.15. Kredit dengan Pola Angsuran
            Yaitu fasilitas kredit modal kerja dan investasi dengan pola angsuran tetap setiap bulannya.
2.2.3.           Pinjaman Menengah Agribisnis
            Kredit Agribisnis merupakan kredit yang diberikan kepada individu atau perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (agribisnis) dalam arti luas, baik untuk kegiatan on-farm maupun off-farm dari hulu hingga hilir, seperti bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, perdagangan, penunjang dan jasa lainnya yang terkait bidang agribisnis.
            Jenis Kredit sektor agribisnis antara lain : (1) Sektor perkebunan kelapa sawit, karet, kakao beserta derivatifnya; (2) Sektor peternakan meliputi peternakan ayam potong, sapi perah dan sapi potong serta tambak udang, dsb; (3) Sektor industri dan perdagangan meliputi industri pestisida, industri oleokimia, dan industri kimia lainnya yang berhubungan dengan pertanian.
2.2.4.           Pinjaman Program
2.2.4.1.     KPEN-RP
            Kredit Pengembangan Energi Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) Non Kemitraan adalah Kredit Investasi yang diberikan oleh Bank BRI kepada Petani langsung dengan memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah dalam rangka mendukung Program Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Revitalisasi Perkebunan.
2.2.4.2.     KKPE Tebu
            Kredit ketahanan Pangan & Energi (KKPE) - Tebu adalah Kredit Modal Kerja yang diberikan kepada petani peserta untuk keperluan pengembangan budidaya tebu, melalui kelompok tani atau koperasi yang bermitra dengan Mitra Usaha / PG (Pabrik Gula).
2.2.4.3.     KKPE
            Kredit Ketahanan Pangan & Energi adalah Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati. Beberapa obyek yang dapat dibiayai antara lain : (1) Tanaman Pangan
Padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, koro, perbenihan (padi, jagung dan atau kedelai); (2) Hortikultura
Bawang merah, cabai, kentang, bawang putih, tomat, jahe, kunyit, kencur, pisang, salak, nenas, buah naga, melon, semangka, pepaya, strawberi, pemeliharaan manggis, mangga, durian, jeruk, dan atau apel; (3) Peternakan
Sapi Potong, sapi perah, sapi, kerbau, kambing/domba, ayam ras, ayam buras, itik, burung puyuh, dan atau kelinci; (4) Pangan
Gabah, jagung dan atau kedelai; (5) Pengadaan / Peremajaan alat dan mesin
Untuk mendukung usaha tsb di atas meliputi traktor, power threser, corn sheller, pompa air, dryer, vacuum fryer, chopper, mesin tetas, pendingin susu, dan atau biodigester; (6) Perikanan.
Diberikan untuk membiayai modal kerja usaha penangkapan ikan melalui KUB atau pembudidayaan ikan melalui pokdakan; (7) Penangkapan ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan dgn menggunakan alat tangkap pancing, jaring dan pukat beserta turunannya; (8) Pembudidayaan ikan, meliputi kegiatan usaha pembudidayaan udang, bandeng, kerapu, kakap, nila, gurame, patin, lele, ikan mas, dan rumput laut.

2.2.5.           Kredit Usaha Rakyat
2.2.5.1.     KUR BRI
            Kredit Modal Kerja dan atau Kredit Investasi dengan plafon kredit sampai dengan Rp. 500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan Penjamin.
2.2.5.2.     KUR TKI BRI
            Fasilitas kredit yang diberikan kepada TKI yang digunakan untuk pengurusan dokumen, pelatihan dan pemberangkatan TKI ke luar negeri.
2.3.       Produk Internasional
2.3.1.           BRI Trade Finance and Services
            Sebagai komitmen BRI untuk memberikan layanan terbaik kepada Anda,  yang didukung lebih dari 9.800 Unit Kerja di dalam negeri dan 3 Kantor Cabang di luar negeri yang terletak di berbagai negara (Hongkong,  New York, dan Cayman Island) serta lebih dari 1.200 Bank Koresponden yang tersebar diseluruh dunia,  juga pengalaman dan keahlian dalam bidang pembiayaan perdagangan menjadikan BRI siap untuk memperkuat bisnis masyarakat, maka Bank BRI mengeluarkan produk Jasa BRI Trade Finance and Service sebagai berikut : (1) Ekspor; (2) Impor; (3) SKBDN; (4) Standby L/C atau Bank Garansi; (5) BROS (BRI RTE Online System);
2.3.2.      BRIFast Remittance,
BRI Remittance merupakan jasa layanan pengiriman uang valas antar bank yang diselenggarakan oleh BANK BRI. Beragam fleksibilitas layanan BRI Remittance dari BANK BRI siap melayani kebutuhan pengiriman dana valas masyarakat, baik bisnis maupun kebutuhan pengiriman untuk pribadi masyarakat, antara lain :
2.3.2.1.     Incoming Remittance (Transfer Masuk)
            Layanan pengiriman uang dari luar negeri melalui telegraphic transfer dan BRIfast web services. Kiriman uang dari luar negeri dapat dikreditkan ke rekening penerima di BRI atau dapat ditarik tunai seluruh unit kerja BRI.
2.3.2.2.      Outgoing Remittance (Transfer Keluar)
            Transfer dana valas anda untuk rekan bisnis dan keluarga di luar negeri melalui lebih dari 1.200 Bank Koresponden dan counterpart kerjasama BRI di seluruh dunia.
2.4.                     Bank Garansi / Standby Letter of Credit atas dasar Kontra Garansi;
2.4.1.               Letter of Credit (L/C)
2.4.1.1.          L/C Related Services; (1) Advising; (2) Confirmation; (4) L/C Relay; (5) L/C Re-issuance
2.4.1.2.         Financing ( 1) Refinancing adalah BRI memiliki fasilitas pembiayaan jangka pendek dengan underlying berupa transaksi trade yang dijamin L/C atau SKBDN yang diterbitkan oleh BRI dan dokumen trade (non-LC) dengan syarat pembayaran sesuai terms & conditions baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing dengan skema L/C dan non-LC financing; (2) Forfaiting, yaitu BRI melayani pengambilalihan tagihan ekspor dengan underlying trade yang dijamin dengan instrumen pembayaran LC atau SKBDN usance tanpa disertai hak regress/without recourse. Keuntungan customer/bank koresponden selaku forfaitee (penjual tagihan) adalah mendapatkan  sumber likuiditas lebih awal sebelum pembayaran LC/SKBDN jatuh tempo.
2.4.2.               Bank Garansi/ Standby Letter of Credit atas Dasar Kontra Garansi
            BRI saat ini aktif dalam mendukung project financing di Indonesia, salah satunya dengan melayani penerbitan  Bank Garansi Lokal atas dasar Kontra Garansi yang diterbitkan oleh prime banks baik domestik maupun asing. Adapun jenis Bank Garansi Lokal yaitu sebagai berikut; (1) Tender/ Bid Bonds, adalah      Jaminan pembayaran dari BRI (issuing bank) kepada beneficiary, pada saat applicant mengikuti tender tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan pihak beneficiary; (2) Advance Payment Bond, adalah jaminan pembayaran dari issuing bank kepada beneficiary apabila applicant gagal memenuhi kewajiban mengembalikan uang muka yang telah diterima; (3) Performance Bonds, adalah jaminan pembayaran dari issuing bank kepada beneficiary apabila applicant gagal memenuhi kewajiban kontraktual atau performa kerja (non-financial) sebagaimana yang tertera dalam underlying transaction; (4) Financial SBLCs, merupakan jaminan yang diberikan oleh issuing bank kepada bank lain agar bank tersebut memberikan pembiayaan/ finance kepada beneficiary, jika beneficiary gagal memenuhi kewajibannya maka issuing bank akan membayar kepada bank pemberi fasilitas pembiayaan.


2.5.       Produk Konsumer
2.5.1.               Kartu Kredit
            Merupakan produk pelayanan Kartu Kredit dari Bank BRI yang bekerjasama dengan Visa dan Master Card.
2.5.2.                Kredit Pemilikan Rumah
            Merupakan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank BRI guna membiayai pembelian atau pembangunan Rumah bagi nasabah.
2.5.3.               Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
            Fasilitas Kredit Kendaraan Bermotor merupakan produk untuk memenuhi kebutuhan para nasabah dalam hal kepemilikan Kendaraan Bermotor.
D.      Tinjauan Tentang Pengertian, Sifat, Fungsi dan Kedudukan Jaminan dalam Kredit

1.        Pengertian dan Sifat Jaminan
            Secara umum kata “Jaminan” dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan/pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Dengan demikian jaminan mengandung adanya kekayaan (materiel) maupun pernyataan kesanggupan (immateriel) yang dapat dijadikan sumber pelunasan utang. Di sini, kata “Jaminan” mengandung pengertian sebagai suatu transaksi, suatu penyerahan atau kesanggupan untuk menyerahkan barangnya sebagai pelunasan utangnya.
            Selanjutnya mengenai jaminan, disampaikan oleh Mariam Darus Badrulzaman di dalam bukunya sebagai berikut :[45]
Jaminan adalah kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di belakang hari kalau penerima kredit tidak melunasi utangnya.
Masih mengenai jaminan, Hartono Hadisaputro mengatakan :[46]
Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kredit untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari perikatan antara kreditur dan debitur.
            Sedangkan fungsi jaminan menurut Kartono di dalam bukunya adalah : [47]
Adanya jaminan dapat menimbulkan rasa aman bagi kreditur bahwa piutangnya akan dilunasi, apabila debitur melakukan wanprestasi, pailit yaitu dengan cara mengambil pelunasan dari penjualan benda jaminan atau dengan meminta pelunasan kepada penjamin. Adapun jaminan ideal yang diharapkan oleh kreditur, adalah yang berdaya guna dan dapat memberikan kepastian kepada pemberi kredit agar mudah dijual/diuangkan guna menutup atau melunasi utang debitur.
            Masih mengenai fungsi jaminan, Johanes Ibrahim mengemukakan :[48]

Memperhatikan hal tersebut di atas cukup jelas bahwa jaminan kredit adalah suatu jaminan baik berupa benda atau orang yang diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin akan pelunasan utang debitur kepada kreditur. Karena itu, jika dikaitkan dengan perjanjian kredit maka fungsi dan arti dari suatu jaminan adalah merupakan alat penopang dari perjanjian kredit.


2.        Fungsi dan Kedudukan Jaminan Dalam Kredit
            Kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya kreditur harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Pada setiap pemberian kredit, jaminan (collateral) dalam arti keyakinan dan kemampuan serta kesanggupan Debitur untuk melunasi utangnya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Di dalam Undang-undang No. 10/ 1998 Pasal 8 menyebutkan: [49]
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan; Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia”.
             Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 8 UU No. 10/1998 berisi : [50]
“Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yag seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.
Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan ...”.
Berdasarkan bunyi Pasal 8 UU 10/1998 dan Penjelasannya di atas, Johanes Ibrahim memberikan kesimpulan di dalam bukunya sebagai berikut :[51] (1) Jaminan utama di dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan; (2) Sehubungan dalam pemberian kredit yang menjadi prioritas adalah keyakinan atas kemampuan debitur, maka bank di dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah harus menganalisis kredit secara seksama dengan mempertimbangkan faktor-faktor: watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur; (3) Agunan hanya sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan; (4) Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan, AMDAL dipersyaratkan sehubungan dengan kian maraknya kerusakan lingkungan akibat pemberian kredit yang lebih tertuju kepada laba semata-mata dan tidak memperhatikan kerusakan lingkungan hidup; (5) Agunan merupakan solusi terakhir bagi bank, jika debitur tidak dapat meyelesaikan kredit yang diperolehnya berdasarkan kelayakan usaha atau terjadi sebab-sebab lainnya di luar yang diperhitungkan, baik yang disebabkan kondisi perekonomian secara makro atau kesalahan manajemen perusahaan; (6) Terdapat hak jaminan yang bersifat umum dan hak jaminan yang bersifat khusus. Yang dimaksud dengan hak jaminan yang bersifat umum adalah hak-hak yang dimiliki oleh masing- masing kreditur yang tidak saling mendahului atau bersifat sebanding di antara mereka (konkuren). Sedangkan hak jaminan yang bersifat khusus berupa hak yang dimiliki oleh seorang kreditur yang mendahului kreditur-kreditur lainnya karena ia berkedudukan sebagai kreditur privilege (hak preverent).

            Masih mengenai jaminan, Johanes Ibrahim mengatakan bahwa jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur.[52]
Jaminan sebagai langkah antisipatif dalam menarik dana yang telah disalurkan kepada debitur hendaknya dipertimbangkan dua faktor yaitu : a. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hokum dan perundang- undangan. Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan eksekusi; b. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.
            Dengan mempertimbangkan kedua faktor di atas, jaminan yang diterima oleh Kreditur dapat meminimalisir risiko dalam penyaluran kredit sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking).
            Oleh karena lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik adalah: a. yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya; b. yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya; c. yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima (pengambil) kredit.
            Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran hutang debitur berdasarkan perjanjian yang dibuat. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan dengan tujuan menghindarkan risiko debitur tidak mampu melunasi utangnya.
Pendapat Thomas Suyatno, dkk tentang fungsi jaminan adalah untuk :[53] (1) Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut bila Debitur wanprestasi yaitu tidak melunasi utangnya pada waktu yang telah ditentukan ; (2) Menjamin agar nasabah/Debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga mencegah kemungkinan meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri atau perusahaannya; (3) Memberi dorongan kepada Debitur untuk memenuhi perjanjian kredit.  
 
           
Dengan demikian, jaminan memiliki kedudukan yang penting dalam pemberian kredit karena dengan adanya jaminan bank/kreditur memiliki rasa aman dan kepastian dilunasinya kredit yang ia berikan.
3.        Macam-macam Lembaga Jaminan di Indonesia

Pendapat tentang lembaga jaminan dikemukakan oleh M. Bahsan sebagai berikut :[54]
Di antara peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut terdapat pula yang mengatur atau yang berkaitan dengan penjaminan utang yang selanjutnya sering disebut sebagai hukum jaminan. Disamping diatur di dalam peraturan perundang-undangan, hukum jaminan juga terdapat di dalam KUH Perdata, KUH Dagang, dan beberapa undang-undang tersendiri yang ditetapkan secara terpisah.

            Lebih lanjut pengikatan untuk jaminan kebendaan, atau yang lebih dikenal dengan Lembaga Jaminan di Indonesia adalah sebagai berikut :

3.1.  Hak Tanggungan, Lembaga Hak Tanggungan diatur dalam UU No. 4/1996 yang disahkan pada tanggal 9 April 1996. Menurut Pasal 1 Ayat (1) definisi hak Tanggungan adalah :[55]
“Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan terdapat beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan, yaitu : (a) Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang; (b) Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA; (c) Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu; (d) Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu; (e) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur 
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
3.2.            Hipotik
            Istilah hipotik (hypotheek) berasal dari hukum Romawi yaitu hypoteca, artinya adalah penjaminan atau pembebanan.
Hipotik menurut Pasal 1162 KUH Perdata adalah :
[56]
“Suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan”
     Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4/1996, maka kelembagaan hipotik diberlakukan hanya untuk objek kapal.
3.3.            Gadai ( Pand )
            Gadai atau pand merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak yang diatur dalam KUH Perdata. Pengertian gadai terdapat dalam Pasal 1150 KUH Perdata, berbunyi :[57]
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan dan memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan daripada kreditur lainnya, dengan kekecualian untuk mandahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah digadaikan.”
            Dari definisi tersebut dapat dilihat beberapa unsur pokok gadai, yaitu; (a) Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang gadai ; (b) Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau orang lain atas nama debitur ; (c) Barang yang menjadi objek gadai atau barang gadai hanyalah barang bergerak ; (d) Kreditur pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya.
            Syarat yang utama dalam perjanjian gadai adalah penguasaan benda oleh kreditur (inbezitstelling) dan apabila benda tidak dikuasai oleh kreditur gadai tersebut batal demi hukum[58] dan gadai akan hapus apabila benda objek gadai tersebut keluar dari kekuasaan kreditur,[59] kecuali apabila hilang atau dicuri dari kreditur. Penguasaan benda bergerak oleh kreditur merupakan suatu publikasi kepada umum dan untuk menunjukan bahwa hak kebendaan berupa gadai atau pand atas benda bergerak tersebut berada dalam tangan kreditur.

3.4.            Fidusia
            Fidusia berasal dari kata “fides” yang berarti “kepercayaan”. Dalam terminologi Belanda secara lengkap disebut Fiduciaire Eigendomsoverdracht atau dalam bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership yang kemudian diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai “Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Sama halnya dengan pengertian fidusia dalam beberapa yurisprudensi jaminan fidusia yang dapat disimpulkan bahwa fidusia diartikan sebagai penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak sebagai jaminan.[60] Dalam hal ini yang ditekankan adalah segi “penyerahan hak milik”. Namun berbeda dengan UU No. 42/1999, yang membedakan arti fidusia dan jaminan fidusia.[61]
            UU No. 42/1999 dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan pengertian fidusia sebagai berikut:
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
            Selanjutnya pada Pasal 1 Angka 2 UU No. 42/1999 dicantumkan pengertian Jaminan Fidusia sebagai berikut: [62]
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No. 5847 hal 1B-3B) tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap Kreditur lainnya.”
            Dalam jaminan fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksud semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal 1 Butir 1 UU No. 42/1999. Bahkan sesuai dengan Pasal 33 UU No. 42/1999, setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, akan batal demi hukum.
            Jaminan fidusia mengambil wujud “penyerahan hak milik secara kepercayaan” atau disebut fiduciare eigendoms overdracht. Secara kepercayaan artinya tidak untuk betul-betul dimiliki. Dalam hal ini ada selisih pendapat di antara para sarjana. Di satu pihak ada yang berpendapat, kreditur pemegang jaminan fidusia dengan penyerahan atau pengalihan tersebut benar-benar telah menjadi pemilik benda jaminan dengan hak-hak sebagai yang dipunyai seorang pemilik, tetapi di lain pihak berpendapat, kreditur pemegang jaminan atau Fiduciarius terhadap pihak ketiga berkedudukan sebagai pemegang gadai yang tak memegang benda jaminan (bezitloss pandrecht), karena para pihak memang tidak benar-benar bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas benda jaminan dan dalam prakteknya para pihak mengadakan kesepakatan yang membatasi hak-hak kreditur sampai sejauh hak seorang pemegang jaminan saja.
            Apabila dilihat kembali, akar kata kredit adalah credere yang berarti “saya percaya”, demikian pula dengan fidusia yang berakar kata fides yang berarti “kepercayaan”. Ditambah lagi, pada peranan bank sebagai lembaga intermediasi, terdapat hubungan antara bank dan nasabah yang didasarkan pada dua unsur terkait yaitu hukum dan kepercayaan. Dengan demikian, sebenarnya kepercayaan memang menjadi dasar baik pemberian kredit serta pembebanan jaminan dan/atau agunannya.
3.5.             Cessie
            Pada dasarnya cessie bukanlah merupakan lembaga jaminan seperti halnya dengan hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia. Dalam praktek perbankan, cessie digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit.
            Di lingkungan perbankan,  Cessie merupakan cara penyerahan barang jaminan untuk tagihan-tagihan, misalnya deposito, simpanan dan tagihan pada pihak ketiga. Praktek yang memasukan cessie kepada lembaga jaminan adalah tidak tepat, mengingat cessie sebenarnya merupakan pengalihan tagihan dengan tata cara yang telah ditentukan.
            Dasar penyerahan piutang tercantum dalam Pasal 613 KUH Perdata, berbunyi : [63]

“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.”
Penyerahan yang demikian bagi si berhutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan “endorsement
E.       Tinjauan Tentang Wanprestasi
Wanprestasi adalah tindakan ingkar janji yang terjadi karena adanya perjanjian yang dibuat sebelumnya, terutama adanya perjanjian utang piutang. Di dalam perjanjian sudah pasti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang membuat perjanjian.
Berbicara tentang utang piutang sebagai sebuah perjanjian, Gatot Supramono dalam bukunya mengatakan :[64]
Utang-piutang sebagai sebuah perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban kepada kreditur dan debitur yang bertimbal balik. Inti dari perjanjian utang piutang adalah kreditur memberikan pinjaman uang kepada debitur yang wajib dikembalikan dalam waktu yang telah ditentukan disertai dengan bunganya. Pada umumnya pengembalian uang dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan.


Peristiwa yang banyak terjadi di bidang utang piutang, pengembalian utang yang wajib dibayar oleh debitur acapkali tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Ada yang beberapa kali membayar angsuran utang, debitur tidak lagi dapat membayarnya. Di didang perbankan keadaan seperti ini disebut dengan kredit macet. Ada juga debitur yang utangnya sudah jatuh tempo tidak dapat membayar, tetapi beberapa waktu kemudian debitur mampu melunasi utangnya.
Baik utang yang hanya dibayar sebagian maupun pelunasan utang yang dilakukan setelah jatuh tempo termasuk wanprestasi atau ingkar janji. Berbagai macam alasan debitur melakukan wanprestasi, seperti usahanya merugi, kebjiakan pemerintah, atau bencana alam.
            Selanjutnya pendapat Abd. Thalib di dalam bukunya mengatakan :[65]
Istilah wanprestasi dalam buku perikatan dapat diartikan sebagai suatu kelalaian dan atau ingkar janji. Bentuk-bentuk wanprestasi itu antara lain adalah tidak melaksanakan prestasi (prestatie) sama sekali, melaksanakan prestasi tetapi hanya sebagian, melaksanakan prestasi tetapi terlambat, melaksanakan prestasi namun tidak sebagaimana mestinya.

            Masih tentang wanprestasi, Miriam Darus Badrulzaman berpendapat di dalam bukunya :[66]
Di dalam kenyataan, tidak mudah untuk menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan, karena seringkali ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut, bahkan di dalam perikatan di mana waktu untuk melaksanakan prestasi itu pun ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan sendirinya. Yang mudah untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah pada perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Apabila orang itu melakukan perbuatan yang dilarang tersebut maka ia tidak memenuhi perikatan.

            Hal kelalaian/ wanprestasi pihak yang berwajib (debitur) harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi yaitu dengan memperingatkan si berhutang bahwa si berpiutang menghendaki pembayaran/ pemenuhan janji seketika atau dalam jangka waktu pendekatan menurut waktu yang ditentukan dalam surat pemberitahuan. Peringatan/ somatie ini dilaksanakan oleh juru sita Pengadilan di mana somatie ini harus dilaksanakan secara tertulis dalam bentuk akta. Menurut pasal 1238 KUH Perdata, pihak debitur mulai berada dalam keadaan ditagih yakni dengan; (a) menerima perintah/ surat yang ditujukan ke arah itu; (b) atas kekuatan perjanjian itu sendiri yaitu apabila menurut perjanjian telah ditetapkan/ dianggap sejak semula jangka waktu dan waktu itu sudah lampau, sedangkan debitur belum melaksanakan janjinya.
            Pendapat tentang perjanjian dan wanprestasi juga disampaikan oleh Sarwono di dalam bukunya sebagai berikut :[67]
Apabila salah satu pihak atau lebih dalam suatu perjanjian yang telah disepakati bersama tidak memenuhi prestasi dalam suatu hubungan keperdataan dinamakan wanprestasi atau ingkar janji. Jika ternyata dalam hubungan hukum tersebutada salah satu pihak atau lebih tidak memenuhi prestasi yang telah ditentukan baikitu oleh undang-undang maupun kesepakatan yang telah mereka buat melalui perjanjian, maka pihak yang tidak memenuhi prestasi dapat diajukan tuntutan untuk memenuhi prestasi di persidangan pengadilandengan alasan telah terjadi wanprestasi. Dalam praktek hubungan keperdataan, jika terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih yang telah terikat dalam suatu perjanjian, umumnya langkah yang diambil oleh pihak yang dirugikan adalah mencegah pihak yang telah melakukan wanprestasi baik yang dilakukan dengan sengaja maupu lalai dengan cara diberikan peringatan sampai 3 (tiga) kali untuk mengingatkan agar pihak yang melakukan wanprestasi untuk memenuhi prestasinya, tetapi jika dalam upaya untuk mencegah adanya wanprestasi dengan cara kekeluargaan tidak berhasil, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukangugatan ke pengadilan untuk mendapatkan penyelesaian dan keadilan yang seadil-adilnya. Dengan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih, dapat dijadikan dasar atau alasan yang sah untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.



[33] www.riau.go.id, diakses pada 05 Maret 2014, jam 22.05 wib
[34] www.riau.go.id, diakses pada 05 Maret 2014, jam 22.20 wib
[35] www.riau.go.id, diakses pada 05 Maret 2014, jam 22.20 wib
[36] http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pekanbaru, diakses pada tanggal 7 Maret 2014 jam 20.30 wib.
[37] riau.bps.go.id Jumlah Penduduk 2010 diakses pada tanggal 7 Maret 2014 jam 20.30 wib.

[38] http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pekanbaru, diakses pada tanggal 7 Maret 2014 jam 20.35 wib.
[39] http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pekanbaru, diakses pada tanggal 7 Maret 2014 jam 20.45 wib.

[40] Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 6 Tahun 2012  Tentang Retribusi Pelayanan Pasar, Pasal 1 angka 8
[41] Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 6 Tahun 2012  Tentang Retribusi Pelayanan Pasar, Pasal 9-12
[42] http://www.bri.co.id/articles/10, diakses pada tanggal 08 Maret 2014 jam 20.35 wib.

[43] http://www.bri.co.id/articles/10, diakses pada tanggal 08 Maret 2014 jam 20.46 wib.
[44] Ibid
[45] Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Almuni, Bandung, 1983, hlm. 70
                       

[47] Kartono, Hak-hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hlm.12
[48] Johanes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 1.
[49] Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 8.
[50] Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Penjelasan Pasal 8.
[51] Johanes Ibrahim, op. cit, hlm. 75-76.

[52] Ibid, hlm. 78
[53] Thomas Suyatno, dkk., Dasar-dasar Perkreditan, Edisi ke 4, PT Gramedia, Jakarta, 1995, hlm. 12.
[54] M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 7.
[55] Undang-undang RI No. 6 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Pasal 1 ayat (1)

[56] Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1162

[57] Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150
[58] Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1152 ayat (2)
[59] Kitab Undang-undang Hukum perdata Pasal 1152 ayat (3)

[60] Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, hlm. 91.
[61] Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung, 2004, Hal 265.
[62] Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, Pasal 1 angka 2
[63] Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 613

[64] Gatot Supramono, op. cit., hlm. 147.

[65] Abd Thalib, dkk, op. cit., hlm. 169.
[66] Miriam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 19.

[67] Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 305.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar