BAB II
TINJAUAN
UMUM
A. Tinjauan
Tentang Kota Pekanbaru
Gambaran
Umum Kota Pekanbaru
Nama Pekanbaru
dahulunya lebih dikenal dengan nama “Senapelan” yang pada saat itu dipimpin
oleh seorang Kepala Suku yang dikenal dengan sebutan Batin. Daerah yang mulanya
sebagai ladang, lambat laun menjadi perkampungan. Kemudian perkampungan
Senapelan berpindah ke tempat pemukiman baru yang kemudian disebut dengan Dusun
Payung Sekaki yang terletak di tepi muara sungai Siak.
Nama Payung Sekaki tidak begitu
dikenal pada masanya, namun Senapelan merupakan nama yang lebih dikenal.
Perkembangan Senapelan berhubungan erat dengan perkembangan Kerajaan Siak Sri
Indrapura. Semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di Senapelan,
beliau membangun istananya di Kampung Bukit yang berdekatan dengan perkampungan
Senapelan. Diperkirakan istana tersebut terletak di sekitar Mesjid Raya
sekarang ini. Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah mempunyai inisiatif untuk
membuat Pekan di Senapelan tetapi tidak berkembang. Usaha yang telah dirintis tersebut
kemudian dilanjutkan oleh puteranya yaitu Raja Muda Muhammad Ali di tempat baru
yaitu di sekitar pelabuhan sekarang.
Selanjutnya pada hari Selasa tanggal 21 Rajah 1204 H
atau tanggal 23 Juni 1784 M berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir,
Lima Puluh, Tanah Datar dan Kampar),
negeri Senapelan diganti namanya menjadi “Pekan Baharu” yangh selanjutnya
diperingati sebagai hari lahir Kota Pekanbaru. Mulai saat itu sebutan Senapelan
sudah ditinggalkan dan mulai populer dengan sebutan “PEKAN BAHARU”, yang dalam
bahasa sehari-hari disebut PEKANBARU.[33]
Di dalam perkembangan
tentang pemerintahan di Kota Pekanbaru, selalu mengalami perubahan, antara lain
sebagai berikut :[34]
1.
SK
Kerajaan Besluit van Her Inlanche Zelf
van Siak No. 1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru merupakan bagian dari
Kerajaan Siak yang disebut District.
2.
Tahun
1931 Pekanbaru masuk ke dalam wilayah Kampar Kiri yang dikepalai oleh seorang
Controleur berkedudukan di Pekanbaru.
3.
Tanggal
8 Maret 1942 Pekanbaru dikepalai oleh seorang Gubernur Militer yang disebut Gokung, Distrik menjadi Gun yang
dikepalai Gunco.
4.
Ketetapan
Gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 No. 103, Pekanbaru dijadikan
daerah otonom yang disebut dengan Haminte atau Kota b.
5.
UU
No. 22 Tahun 1948 Kabupaten Pekanbaru diganti dengan Kabupaten Kampar, Kota
Pekanbaru diberi status Kota Kecil.
6.
UU
No. 8 Tahun 1956 menyempurnakan status Kota Pekanbaru sebagai kota kecil.
7.
UU
No. 1 Tahun 1957 status Pekanbaru menjadi Kota Praja.
8.
Kepmendagri
No. Desember 52/I/44-25 tanggal 20 Januari 1959 Pekanbaru menjadi ibukota
Propinsi Riau.
9.
UU
No. 18 Tahun 1965 resmi pemakaian sebutan Kotamadya.
10. UU No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah daerah sebutan Kotamadya berubah menjadi Kota.
Secara
geografis kota Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur Lintas Timur Sumatera, terhubung dengan beberapa kota
seperti Medan,
Padang
dan Jambi,
dengan wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak
pada bagian utara
dan timur,
sementara bagian barat
dan selatan
oleh Kabupaten Kampar.
Kota
Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak
yang mengalir dari barat ke timur dan berada pada ketinggian berkisar antara 5
- 50 meter di atas permukaan laut. Kota ini termasuk beriklim tropis dengan
suhu udara maksimum berkisar antara 34.1 °C hingga 35.6 °C, dan suhu
minimum antara 20.2 °C hingga 23.0 °C.
Sebelum
tahun 1960
Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km² yang kemudian bertambah menjadi
62.96 km² dengan 2 kecamatan yaitu kecamatan Senapelan dan kecamatan Limapuluh.
Selanjutnya pada tahun 1965
menjadi 6 kecamatan, dan tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas
wilayah 446,50 km. Kemudian pada tahun 2003 jumlah kecamatan pada kota ini
dimekarkan menjadi 12 kecamatan. [35]
Sejak
tahun 2010, Pekanbaru telah menjadi kota ketiga berpenduduk terbanyak di Pulau
Sumatera, setelah Medan
dan Palembang.
Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat, menjadi pendorong laju
pertumbuhan penduduknya.
Etnis
Minangkabau
merupakan masyarakat terbesar dengan jumlah sekitar 37,96% dari total penduduk
kota. Mereka umumnya bekerja sebagai profesional dan pedagang. Jumlah mereka
yang cukup besar, telah mengantarkan Bahasa Minang
sebagai salah satu bahasa pergaulan yang digunakan oleh penduduk kota Pekanbaru
selain Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia.
Selain
itu, etnis yang juga memiliki porsi cukup besar adalah Melayu, Jawa, Batak, dan Tionghoa.
Perpindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjungpinang ke Pekanbaru pada tahun
1959, memiliki andil besar menempatkan Suku Melayu mendominasi struktur birokrasi
pemerintahan kota. Namun sejak tahun 2002 hegemoni mereka berkurang seiring
dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau
dari pemekaran Provinsi Riau.
Masyarakat
Jawa awalnya banyak didatangkan sebagai petani pada masa pendudukan tentara Jepang, sebagian mereka juga sekaligus
sebagai pekerja romusha dalam proyek pembangunan rel kereta api. Sampai
tahun 1950 kelompok etnik ini telah menjadi pemilik lahan yang signifikan di
Kota Pekanbaru. Namun perkembangan kota yang mengubah fungsi lahan menjadi
kawasan perkantoran dan bisnis, mendorong kelompok masyarakat ini mencari lahan
pengganti di luar kota, namun banyak juga yang beralih okupansi.
Berkembangnya
industri
terutama yang berkaitan dengan minyak bumi, membuka banyak peluang
pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak.
Kelompok etnik ini umumnya bekerja sebagai karyawan, dan memiliki ikatan emosional
yang kuat terutama jika semarga
dibandingkan kelompok etnis lain yang ada di Kota Pekanbaru. Pasca PRRI eksistensi kelompok etnis ini
menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di
pemerintahan, terutama pada masa Kaharuddin Nasution
menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan". [36]
Adapun
perkembangan jumlah penduduk Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut :[37]
Tahun
|
1930
|
1954
|
1961
|
1971
|
1990
|
2000
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2010
|
Jumlah penduduk
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
Saat ini Pekanbaru telah menjadi
kota metropolitan, yaitu dengan nama Pekansekawan,
(Pekanbaru, Siak, & Pelalawan). Perkembangan perekonomian Pekanbaru, sangat
dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan minyak, pabrik pulp dan kertas,
serta perkebunan kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya. Kota Pekanbaru pada
triwulan I 2010 mengalami peningkatan inflasi sebesar 0,79%, dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,30%. Berdasarkan kelompoknya,
inflasi terjadi hampir pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok
sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami
deflasi masing-masing sebesar 0,88% dan 0,02%. Secara tahunan inflasi kota
Pekanbaru pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 2,26%, terus mengalami
peningkatan sejak awal tahun 2010 yaitu 2,07% pada bulan Januari 2010 dan 2,14%
pada bulan Februari 2010.[38]
Posisi
Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Pekanbaru, telah memegang peranan penting
dalam meningkatkan pertumbuhan ekomoni kota ini. Penemuan cadangan minyak bumi pada tahun 1939 memberi andil
besar bagi perkembangan dan migrasi penduduk dari kawasan lain. Sektor
perdagangan dan jasa saat ini menjadi andalan Kota Pekanbaru, yang terlihat
dengan menjamurnya pembangunan ruko pada jalan-jalan utama kota ini. Selain
itu, muncul beberapa pusat perbelanjaan modern, diantaranya: Plaza Senapelan, Plaza Citra,
Plaza Sukaramai, Mal Pekanbaru,
Mal SKA, Mal Ciputra Seraya,
Lotte Mart,
Metropolitan Trade Center, The Central, Ramayana, Giant, Alfamart dan Indomaret. Walau di tengah perkembangan pusat
perbelanjaan modern ini, pemerintah kota terus berusaha untuk tetap menjadikan
pasar tradisional yang ada dapat bertahan, di antaranya dengan melakukan
peremajaan, memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendukungnya. Beberapa pasar tradisional yang masih berdiri,
antara lain Pasar Bawah, Pasar Raya Senapelan (Pasar Kodim), Pasar Tangor, Pasar
Sail, Pasar Dupa, Pasar Rumbai, Pasar Limapuluh dan Pasar Cik Puan.
Sementara
dalam pertumbuhan bidang industri di Kota Pekanbaru terus mengalami peningkatan
dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 3,82 %, dengan kelompok
industri terbesar pada sektor industri logam, mesin, elektronika, kemudian
disusul industri pertanian dan kehutanan. Selain itu beberapa investasi yang
ditanamkan di kota ini sebagian besar digunakan untuk penambahan bahan baku,
penambahan peralatan dan perluasan bangunan, sebagian kecil lainnya digunakan
untuk industri baru.
Kota Pekanbaru memiliki beberapa
bangunan dengan ciri khas arsitektur Melayu diantaranya bangunan Balai Adat Melayu Riau yang terletak di jalan
Diponegoro, Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di lantai atasnya terpampang
beberapa ungkapan adat dan pasal-pasal Gurindam Dua Belas
karya Raja Ali Haji sastrawan keturunan Bugis. Pada bagian kiri dan kanan
pintu masuk ruangan utama dapat dibaca pasal 1–4, sedangkan pasal 5–12 terdapat
di bagian dinding sebelah dalam ruangan utama. Kemudian di jalan Sudirman
terdapat Gedung Taman Budaya Riau, gedung ini berfungsi sebagai
tempat untuk pagelaran berbagai kegiatan budaya dan seni Melayu Riau dan
kegiatan-kegiatan lainnya. Sementara bersebelahan dengan gedung ini terdapat Museum Sang Nila Utama, merupakan museum daerah Riau yang memiliki
berbagai koleksi benda bersejarah, seni, dan budaya. Museum ini menyandang nama
seorang tokoh legenda dalam Sulalatus Salatin,
pendiri Singapura.
Selanjutnya Anjung Seni Idrus Tintin salah satu ikon budaya di Kota
Pekanbaru, merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional, menggunakan nama
seorang seniman
Riau, Idrus Tintin,
dibangun pada kawasan yang dahulunya menjadi tempat penyelengaraan MTQ ke-17. [39]
Pada
tahun 2011, masyarakat Pariaman
untuk pertama kalinya mengadakan pesta budaya Tabuik di Pekanbaru. Seperti hal di
daerah asalnya, perayaan ini diselenggarakan pada bulan Muharram, untuk memperingati peristiwa Pertempuran Karbala.
Meski bukan tradisi lokal, hal ini menunjukkan keanekaragaman sekaligus salah
satu event untuk pengembangan sektor
pariwisata. Sementara setiap tahunnya, komunitas Tionghoa
di Pekanbaru juga menyelenggarakan perayaan Tahun Baru Imlek,
kemudian ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Pesta ini umumnya dipusatkan di
kawasan Senapelan terutama pada beberapa vihara di antaranya Vihara Dharma Loka atau Vihara Tridharma Dewi Sakti.
B. Tinjauan
Tentang Kios Pasar
Menurut Pasal 1 angka
8 Perda Kota Pekanbaru No. 6 Tahun 2012
Tentang Retribusi Pelayanan Pasar (selanjutnya disebut Perda No.
6/2012), pengertian pasar adalah :[40]
Pasar
adalah tempat yang diberi batas tertentu yang terdiri dari halaman/pelataran,
bangunan berbentuk toko, kios, los dan lapak serta bentuk lainnya yang khusus
disediakan untuk berusaha atau berdagang.
Di dalam
Perda Kota Pekanbaru No. 6/2012 Pasal 1 angka 9, 10, 11 dan 12, beberapa jenis
pasar adalah sebagai berikut :[41](1)
Pasar Tradisonal adalah Pasar yang dibangun dan dikelola baik secara mandiri
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pihak Swasta maupun Badan Usaha Milik
Daerah/ Perusahaan Daerah atau dalam bentuk kerjasama antara Pemerintah daerah
dengan pihak swasta, berupa tempat usaha dalam bentuk toko, kios, los dan tenda
yang dimiliki/ disewa oleh pedagang kecil atau menengah, kelompok masyarakat
atau koperasi, dengan proses transaksi usaha dilakukan melalui proses tawar
menawar. (2) Pasar Pemerintah adalah pasar yang didirikan dan dibangun serta
dikelola oleh Pemerintah Kota. (3) Pasar yang dikelola pihak Ketiga adalah
pasar yang didirikan dan dibangun oleh pihak swasta di atas tanah Pemerintah
Kota, berdasarkan Perjanjian kerjasama yang dibuat antara pemerintah Kota
dengan pihak ketiga, dengan ketentuan setiap tahun Pemerintah Kota memperoleh
Royalti dan jika batas waktu dalam perjanjian kerjasama tersebut berakhir maka
pengelolaan pasar dimaksud kembali kepada Pemerintah Kota. (4) Pasar Swasta
adalah pasar yang didirikan, disediakan dan dikelola oleh swasta di atas tanah
sendiri yang telah mendapat izin dan dibawah pengawasan, pembinaan Pemerintah
Kota Pekanbaru.
Beberapa
bangunan yang merupakan bagian dari pasar menurut Perda No. 6/2012 adalah
sebagai berikut : Los, adalah bangunan tetap di dalam lingkungan pasar yang
beralas permanen bentuk bangunan memanjang tanpa dilengkapi dinding pembatas
ruangan sebagai tempat berjualan; Kios, adalah bangunan tempat jualan yang
beratap dan dipisahkan satu sama lainnya dengan dinding pemisah mulai dari
lantai sampai dengan langit-langit yang dipergunakan untuk berjualan; Kaki
Lima/ Lapak, adalah tempat atau ruang terbuka di kawasan lingkungan pasar di
luar toko, kios dan los yang dipergunakan untuk berusaha atau berdagang; Kawasan
pasar, adalah lahan di luar pasar dengan batas-batas tertentu yang menerima/
mendapatkan dampak keramaian dari keberadaan pasar.
C. Tinjauan
Tentang Bank BRI
1.
Gambaran Umum Tentang Bank BRI
Bank Rakyat Indonesia
( selanjutnya disebut Bank BRI ) adalah salah satu bank milik pemerintah yang
terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank BRI didirikan di Purwokerto, Jawa
Tengah oleh raden Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertoche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau
“Bank Bantuan dan Simpanan Milik Priyayi Purwokerto”, suatu lembaga keuangan
yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut
berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan hari kelahiran Bank
BRI.
Pada periode setelah kemerdekaan
RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa
BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa
perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti
untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville
pada tahun 1949
dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu
melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan
(BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM).
Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN
diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan
Koperasi Tani dan Nelayan. [42]
Setelah berjalan
selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank
tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank
Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan
nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank
Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan
Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan
Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang
intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank
Negara Indonesia Unit II Bidang Rural dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing
menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia.
Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali
tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang
Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status
BRI berubah menjadi perseroan terbatas.
Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank
ini, sehingga menjadi perusahaan publik
dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih
digunakan sampai dengan saat ini.
Visi BRI
Adapun
visi dari Bank BRI adalah “Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu
mengutamakan kepuasan nasabah”.[43]
Selain memiliki visi yang menjadi arah menajemen
perusahaan, Bank BRI juga memiliki Misi yaitu sebagai berikut :[44] (1) Melakukan kegiatan perbankan yang
terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah
untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat; (2) Memberikan pelayanan prima
kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh
sumber daya manusia yang profesional dan teknologi informasi yang handal dengan
melaksanakan manajemen risiko serta praktek Good Corporate Governance (GCG) yang
sangat baik; (3) Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
2.
Tinjauan Umum Tentang
Produk-produk Bank BRI
2.1. Produk Simpanan
2.1.1.
Tabungan
2.1.1.1.
Tabungan
BritAma
Tabungan
BritAma adalah Produk tabungan beragam kemudahan dengan didukung fasilitas e-banking
dan sistem real time online yang akan memungkinkan nasabah untuk
bertransaksi kapanpun dan dimanapun.
2.1.1.2.
Simpedes
Simpedes adalah Simpanan
masyarakat dalam bentuk tabungan dengan mata uang rupiah, yang dapat dilayani
di Kantor Cabang Khusus BRI / Kanca BRI / KCP BRI / BRI Unit / Teras BRI, yang
jumlah penyetoran dan pengambilannya tidak diabatasi baik frekuensi maupun
jumlahnya, sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
2.1.1.3.
Simpedes
TKI
Produk
dari Bank BRI berupa Simpedes TKI adalah Tabungan yang diperuntukkan bagi para
TKI untuk mempermudah transaksi mereka termasuk untuk penyaluran / penampungan
gaji TKI.
2.1.1.4.
Tabungan
Haji
Tabungan
Haji dari Bank BRI adalah produk simpanan yang khusus untuk umat Muslim yang
akan menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci.
2.1.1.5.
Tabungan
BritAma Dollar
BritAma
Dollar adalah produk tabungan Bank BRI khusus dalam mata uang US Dollar untuk
memenuhi kebutuhan simpanan dalam mata uang valuta asing khususnya mata uang US
Dollar.
2.1.1.6.
BritAma
Bisnis
Tabungan BRI BritAma Bisnis adalah
produk yang ditawarkan Bank BRI dengan memberikan keleluasaan lebih dalam
bertransaksi, kejelasan dalam pencatatan dan keuntungan lain yang menunjang
transaksi dan kebutuhan bisnis.
2.1.1.7.
BritAma
Rencana
Tabungan investasi dengan setoran
tetap bulanan yang dilengkapi dengan fasilitas perlindungan asuransi jiwa bagi
nasabah.
2.1.1.8.
BritAma
Valas
Tabungan dalam mata uang asing
yang menawarkan kemudahan transaksi dan nilai tukar yang kompetitif. Tersedia
dalam 5 jenis currency meliputi USD, AUD, SGD, CNY dan EUR.
2.1.1.9.
BritAma
Junio
Merupakan
produk Tabungan BRI yang ditujukan khusus kepada segmen anak dengan fasilitas
dan fitur yang menarik bagi anak.
2.1.1.10. TabunganKu
TabunganKu
adalah tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang
diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya
menabung serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.1.2.
Deposito
BRI
2.1.2.1.
Deposito
Rupiah
Adalah
salah satu produk simpanan dari Bank BRI yang memberikan kenyamanan dan
kemananan dalam investasi bagi masyarakat.
2.1.2.2.
Deposito
Valas
Adalah
produk yang sama dengan Deposito Rupiah dimana Bank BRI akan memberikan
kenyamanan dan keamanan dalam investasi, hanya untuk Deposito Valas, mata uang
yang digunakan adalah USD, EUR, SGD, JPY, AUS, HKD dan CNY.
2.1.2.3.
Deposito
On Call
Deposito
On Call (DOC) BRI merupakan produk deposito yang menawarkan investment gain yang tinggi.
2.1.3.
Giro
BRI
2.1.3.1.
GiroBRI
Rupiah
Giro
BRI Rupiah merupakan produk simpanan dari Bank BRI yang diberikan untuk
mempermudah transaksi dan keuangan masyarakat
2.1.3.2.
GiroBRI
Valas
Giro
BRI Valas adalah produk simpanan Giro dengan mata uang asing yaitu USD, EURO,
SGD, JPY dan AUD.
2.2. Produk
Pinjaman
2.2.1.
Pinjaman
Mikro Kupedes
Adalah
produk pinjaman dari BRI berupa kredit dengan bunga bersaing yang bersifat umum
untuk semua sektor ekonomi, ditujukan untuk individual (badan usaha maupun
perorangan) yang memenuhi persyaratan dan dilayani di seluruh BRI Unit dan
Teras BRI.
2.2.2.
Pinjaman
Ritel
2.2.2.1.
Kredit
dengan Agunan Kas
Adalah kredit yang seluruh jaminanya berupa
kas (fully cash collateral).
2.2.2.2.
Kredit
Investasi
Kredit
Investasi merupakan produk pinjaman dengan jangka menengah atau jangka panjang
untuk membiayai barang modal/ aktiva tetap perusahaan seperti pengadaan mesin,
peralatan, kendaraan, bangunan dan lain-lain.
2.2.2.3.
Kredit
Modal Kerja
Fasilitas
kredit untuk membiayai operasional usaha termasuk kebutuhan untuk pengadaan
bahan baku, proses produksi, piutang dan persediaan.
2.2.2.4.
KMK
Ekspor
Fasilitas kredit untuk pembiayaan
produksi atau pembelian barang-barang untuk di ekspor (pre-ekspor financing)
atau pembiayaan kepada nasabah yang akan melakukan negosiasi wesel ekspor (post
ekspor financing).
2.2.2.5.
KMK
Konstruksi
Fasilitas kredit yang diberikan
untuk pembiayaan jasa konstruksi / pekerjaan yang berhubungan dengan
penyelesaian suatu proyek misalnya proyek pembangunan gedung, perumahan, jalan,
pekerjaan supervise konstruksi, pekerjaan penyediaan barang atau jasa yang
terkait dengan proyek.
2.2.2.6.
KMK
Konstruksi BO I
Fasilitas
kredit yang diberikan untuk seluruh pekerjaan jasa konstruksi yang sumber
pembayarannya berasal dari dana APBN.
2.2.2.7.
Kredit
BRIGuna
Kredit
yang diberikan kepada calon debitur/debitur dengan sumber pembayaran yang
berasal dari sumber penghasilan tetap/fixed income (gaji/uang pensiun). Dapat
digunakan untuk pembiayaan keperluan produktif dan non produktif misalnya;
pembelian barang bergerak/tidak bergerak, perbaikan rumah, keperluan
kuliah/sekolah, pengobatan, pernikahan dan lain-lain.
2.2.2.8.
Kredit
Waralaba
Kredit
yang diberikan dalam bentuk modal kerja dan investasi bagi usaha waralaba.
2.2.2.9.
Kredit
SPBU
Fasilitas
kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan investasi untuk
usaha SPBU PERTAMINA.
2.2.2.10. Kredit Resi Gudang
Fasilitas
kredit Bank yang diberikan atas jaminan Resi Gudang.
2.2.2.11. Kredit Pemilikan Gudang
Fasilitas
Kredit Investasi dalam mata uang rupiah untuk pemilikan bangunan gudang baik
secara indent maupun ready stock berikut
fasilitas yang melekat pada gudang untuk mendukung kegiatan usaha komersial.
2.2.2.12. KMK Talangan SPBU
Fasilitas
kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan investasi untuk
usaha SPBU PERTAMINA.
2.2.2.13. Kredit Batubara
Fasilitas
kredit untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka melakukan kegiatan
yang berkaitan dengan eksploitasi dan jasa pertimbangan Batu Bara.
2.2.2.14. Kredit Waralaba Alfamart
Fasilitas
kredit untuk membiayai bisnis waralaba mini market Alfamart.
2.2.2.15. Kredit dengan Pola Angsuran
Yaitu
fasilitas kredit modal kerja dan investasi dengan pola angsuran tetap setiap
bulannya.
2.2.3.
Pinjaman
Menengah Agribisnis
Kredit
Agribisnis merupakan kredit yang diberikan kepada individu atau perusahaan yang
bergerak di bidang pertanian (agribisnis) dalam arti luas, baik untuk kegiatan
on-farm maupun off-farm dari hulu hingga hilir, seperti bidang pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, perdagangan, penunjang dan jasa
lainnya yang terkait bidang agribisnis.
Jenis
Kredit sektor agribisnis antara lain : (1) Sektor perkebunan kelapa sawit,
karet, kakao beserta derivatifnya; (2) Sektor peternakan meliputi peternakan
ayam potong, sapi perah dan sapi potong serta tambak udang, dsb; (3) Sektor
industri dan perdagangan meliputi industri pestisida, industri oleokimia, dan
industri kimia lainnya yang berhubungan dengan pertanian.
2.2.4.
Pinjaman
Program
2.2.4.1.
KPEN-RP
Kredit
Pengembangan Energi Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) Non Kemitraan
adalah Kredit Investasi yang diberikan oleh Bank BRI kepada Petani langsung
dengan memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah dalam rangka mendukung Program
Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Revitalisasi Perkebunan.
2.2.4.2.
KKPE
Tebu
Kredit ketahanan Pangan & Energi
(KKPE) - Tebu adalah Kredit Modal Kerja yang diberikan kepada petani peserta
untuk keperluan pengembangan budidaya tebu, melalui kelompok tani atau koperasi
yang bermitra dengan Mitra Usaha / PG (Pabrik Gula).
2.2.4.3.
KKPE
Kredit Ketahanan Pangan & Energi
adalah Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka
mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman
Bahan Baku Bahan Bakar Nabati. Beberapa obyek yang dapat dibiayai antara lain :
(1) Tanaman Pangan
Padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
koro, perbenihan (padi, jagung dan atau kedelai); (2) Hortikultura
Bawang
merah, cabai, kentang, bawang putih, tomat, jahe, kunyit, kencur, pisang,
salak, nenas, buah naga, melon, semangka, pepaya, strawberi, pemeliharaan
manggis, mangga, durian, jeruk, dan atau apel; (3) Peternakan
Sapi Potong, sapi
perah, sapi, kerbau, kambing/domba, ayam ras, ayam buras, itik, burung puyuh,
dan atau kelinci; (4) Pangan
Gabah, jagung dan atau kedelai; (5) Pengadaan /
Peremajaan alat dan mesin
Untuk mendukung usaha tsb di atas meliputi traktor, power threser, corn sheller, pompa air,
dryer, vacuum fryer, chopper, mesin tetas, pendingin susu, dan atau
biodigester; (6) Perikanan.
Diberikan untuk membiayai modal kerja usaha
penangkapan ikan melalui KUB atau pembudidayaan ikan melalui pokdakan; (7) Penangkapan
ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan dgn menggunakan alat tangkap pancing,
jaring dan pukat beserta turunannya; (8) Pembudidayaan ikan, meliputi kegiatan
usaha pembudidayaan udang, bandeng, kerapu, kakap, nila, gurame, patin, lele,
ikan mas, dan rumput laut.
2.2.5.
Kredit
Usaha Rakyat
2.2.5.1.
KUR
BRI
Kredit
Modal Kerja dan atau Kredit Investasi dengan plafon kredit sampai dengan Rp.
500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi yang memiliki
usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan Penjamin.
2.2.5.2.
KUR
TKI BRI
Fasilitas
kredit yang diberikan kepada TKI yang digunakan untuk pengurusan dokumen, pelatihan
dan pemberangkatan TKI ke luar negeri.
2.3. Produk
Internasional
2.3.1.
BRI Trade Finance and Services
Sebagai
komitmen BRI untuk memberikan layanan terbaik kepada Anda, yang didukung lebih
dari 9.800 Unit Kerja di dalam negeri dan 3 Kantor Cabang di luar negeri yang
terletak di berbagai negara (Hongkong, New York, dan Cayman Island) serta
lebih dari 1.200 Bank Koresponden yang tersebar diseluruh dunia, juga
pengalaman dan keahlian dalam bidang pembiayaan perdagangan menjadikan BRI siap
untuk memperkuat bisnis masyarakat, maka Bank BRI mengeluarkan produk Jasa BRI Trade Finance and Service sebagai
berikut : (1) Ekspor; (2) Impor; (3) SKBDN; (4) Standby L/C atau Bank
Garansi; (5) BROS (BRI RTE Online System);
2.3.2.
BRIFast Remittance,
BRI
Remittance merupakan jasa layanan pengiriman uang valas antar bank yang
diselenggarakan oleh BANK BRI. Beragam fleksibilitas layanan BRI Remittance dari BANK BRI siap melayani
kebutuhan pengiriman dana valas masyarakat, baik bisnis maupun kebutuhan pengiriman
untuk pribadi masyarakat, antara lain :
2.3.2.1. Incoming Remittance
(Transfer Masuk)
Layanan
pengiriman uang dari luar negeri melalui telegraphic
transfer dan BRIfast web services.
Kiriman uang dari luar negeri dapat dikreditkan ke rekening penerima di BRI
atau dapat ditarik tunai seluruh unit kerja BRI.
2.3.2.2.
Outgoing
Remittance (Transfer Keluar)
Transfer
dana valas anda untuk rekan bisnis dan keluarga di luar negeri melalui lebih
dari 1.200 Bank Koresponden dan counterpart kerjasama BRI di seluruh dunia.
2.4.
Bank
Garansi / Standby Letter of Credit
atas dasar Kontra Garansi;
2.4.1.
Letter of Credit (L/C)
2.4.1.1.
L/C
Related Services; (1) Advising; (2) Confirmation; (4) L/C Relay; (5) L/C
Re-issuance
2.4.1.2.
Financing ( 1) Refinancing adalah BRI
memiliki fasilitas pembiayaan jangka pendek dengan underlying berupa
transaksi trade yang dijamin L/C atau SKBDN yang diterbitkan oleh BRI
dan dokumen trade (non-LC) dengan syarat pembayaran sesuai terms
& conditions baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing dengan
skema L/C dan non-LC financing; (2) Forfaiting, yaitu BRI
melayani pengambilalihan tagihan ekspor dengan underlying trade yang
dijamin dengan instrumen pembayaran LC atau SKBDN usance tanpa disertai
hak regress/without recourse. Keuntungan customer/bank
koresponden selaku forfaitee (penjual tagihan) adalah mendapatkan
sumber likuiditas lebih awal sebelum pembayaran LC/SKBDN jatuh tempo.
2.4.2.
Bank Garansi/ Standby Letter of Credit atas
Dasar Kontra Garansi
BRI saat
ini aktif dalam mendukung project financing di Indonesia, salah satunya
dengan melayani penerbitan Bank Garansi Lokal atas dasar Kontra Garansi
yang diterbitkan oleh prime banks baik domestik maupun asing. Adapun jenis
Bank Garansi Lokal yaitu sebagai berikut; (1) Tender/ Bid Bonds, adalah Jaminan pembayaran dari BRI (issuing
bank) kepada beneficiary, pada saat applicant mengikuti tender
tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan pihak beneficiary; (2) Advance Payment Bond, adalah jaminan
pembayaran dari issuing bank kepada beneficiary apabila applicant
gagal memenuhi kewajiban mengembalikan uang muka yang telah diterima; (3) Performance Bonds, adalah jaminan
pembayaran dari issuing bank kepada beneficiary apabila applicant
gagal memenuhi kewajiban kontraktual atau performa kerja (non-financial)
sebagaimana yang tertera dalam underlying transaction; (4) Financial SBLCs, merupakan jaminan
yang diberikan oleh issuing bank kepada bank lain agar bank tersebut memberikan
pembiayaan/ finance kepada beneficiary, jika beneficiary gagal memenuhi
kewajibannya maka issuing bank akan membayar kepada bank pemberi fasilitas
pembiayaan.
2.5. Produk
Konsumer
2.5.1.
Kartu
Kredit
Merupakan
produk pelayanan Kartu Kredit dari Bank BRI yang bekerjasama dengan Visa dan Master Card.
2.5.2.
Kredit
Pemilikan Rumah
Merupakan
fasilitas kredit yang diberikan oleh bank BRI guna membiayai pembelian atau
pembangunan Rumah bagi nasabah.
2.5.3.
Kredit
Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Fasilitas
Kredit Kendaraan Bermotor merupakan produk untuk memenuhi kebutuhan para
nasabah dalam hal kepemilikan Kendaraan Bermotor.
D. Tinjauan Tentang Pengertian,
Sifat, Fungsi dan Kedudukan Jaminan dalam Kredit
1.
Pengertian dan Sifat Jaminan
Secara
umum kata “Jaminan” dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan/pernyataan
kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Dengan
demikian jaminan mengandung adanya kekayaan (materiel) maupun pernyataan
kesanggupan (immateriel) yang dapat dijadikan sumber pelunasan utang. Di
sini, kata “Jaminan” mengandung pengertian sebagai suatu transaksi, suatu
penyerahan atau kesanggupan untuk menyerahkan barangnya sebagai pelunasan
utangnya.
Selanjutnya
mengenai jaminan, disampaikan oleh Mariam Darus Badrulzaman di dalam bukunya
sebagai berikut :[45]
Jaminan
adalah kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di
belakang hari kalau penerima kredit tidak melunasi utangnya.
Masih
mengenai jaminan, Hartono Hadisaputro mengatakan :[46]
Jaminan
adalah sesuatu yang diberikan kredit untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur
akan memenuhi kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari
perikatan antara kreditur dan debitur.
Sedangkan
fungsi jaminan menurut Kartono di dalam bukunya adalah : [47]
Adanya jaminan dapat menimbulkan
rasa aman bagi kreditur bahwa piutangnya akan dilunasi, apabila debitur
melakukan wanprestasi, pailit yaitu dengan cara mengambil pelunasan dari
penjualan benda jaminan atau dengan meminta pelunasan kepada penjamin. Adapun
jaminan ideal yang diharapkan oleh kreditur, adalah yang berdaya guna dan dapat
memberikan kepastian kepada pemberi kredit agar mudah dijual/diuangkan guna
menutup atau melunasi utang debitur.
Masih
mengenai fungsi jaminan, Johanes Ibrahim mengemukakan :[48]
Memperhatikan
hal tersebut di atas cukup jelas bahwa jaminan kredit adalah suatu jaminan baik
berupa benda atau orang yang diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk
menjamin akan pelunasan utang debitur kepada kreditur. Karena itu, jika
dikaitkan dengan perjanjian kredit maka fungsi dan arti dari suatu jaminan
adalah merupakan alat penopang dari perjanjian kredit.
2.
Fungsi dan Kedudukan Jaminan Dalam Kredit
Kredit yang diberikan oleh kreditur
mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya kreditur harus memperhatikan
asas-asas perkreditan yang sehat. Pada setiap pemberian kredit, jaminan (collateral)
dalam arti keyakinan dan kemampuan serta kesanggupan Debitur untuk melunasi
utangnya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Di
dalam Undang-undang No. 10/ 1998 Pasal 8 menyebutkan: [49]
“Dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai
dengan yang diperjanjikan; Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan Bank Indonesia”.
Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 8 UU No.
10/1998 berisi : [50]
“Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank
harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang
diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yag seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.
Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur
pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat
diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya,
agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan
kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat
yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang
sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa
barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim
dikenal dengan agunan tambahan ...”.
Berdasarkan bunyi Pasal 8 UU 10/1998 dan
Penjelasannya di atas, Johanes Ibrahim memberikan kesimpulan di dalam bukunya
sebagai berikut :[51]
(1) Jaminan utama di dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk
melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan; (2) Sehubungan dalam
pemberian kredit yang menjadi prioritas adalah keyakinan atas kemampuan debitur,
maka bank di dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
harus menganalisis kredit secara seksama dengan mempertimbangkan faktor-faktor:
watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur; (3) Agunan
hanya sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan
unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur
mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih
yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan; (4) Salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam pemberian kredit yang berkaitan dengan persoalan lingkungan
hidup adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang
berskala besar dan atau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga
kelestarian lingkungan, AMDAL dipersyaratkan sehubungan dengan kian maraknya
kerusakan lingkungan akibat pemberian kredit yang lebih tertuju kepada laba
semata-mata dan tidak memperhatikan kerusakan lingkungan hidup; (5) Agunan
merupakan solusi terakhir bagi bank, jika debitur tidak dapat meyelesaikan
kredit yang diperolehnya berdasarkan kelayakan usaha atau terjadi sebab-sebab
lainnya di luar yang diperhitungkan, baik yang disebabkan kondisi perekonomian
secara makro atau kesalahan manajemen perusahaan; (6) Terdapat hak jaminan yang
bersifat umum dan hak jaminan yang bersifat khusus. Yang dimaksud dengan hak
jaminan yang bersifat umum adalah hak-hak yang dimiliki oleh masing- masing kreditur
yang tidak saling mendahului atau bersifat sebanding di antara mereka
(konkuren). Sedangkan hak jaminan yang bersifat khusus berupa hak yang dimiliki
oleh seorang kreditur yang mendahului kreditur-kreditur lainnya karena ia
berkedudukan sebagai kreditur privilege
(hak preverent).
Masih mengenai jaminan, Johanes Ibrahim
mengatakan bahwa jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur,
yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi
oleh debitur atau oleh penjamin debitur.[52]
Jaminan sebagai langkah antisipatif dalam menarik
dana yang telah disalurkan kepada debitur hendaknya dipertimbangkan dua faktor
yaitu : a. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan
secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hokum dan perundang- undangan.
Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur maka bank memiliki
kekuatan yuridis untuk melakukan eksekusi; b. Marketable, artinya
jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan
untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.
Dengan
mempertimbangkan kedua faktor di atas, jaminan yang diterima oleh Kreditur
dapat meminimalisir risiko dalam penyaluran kredit sesuai dengan prinsip
kehati-hatian (prudential banking).
Oleh
karena lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian
kredit, maka jaminan yang baik adalah: a. yang dapat secara mudah membantu
perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya; b. yang tidak melemahkan
potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya; c. yang
memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan
setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan
untuk melunasi utangnya si penerima (pengambil) kredit.
Jaminan
kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat
dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran hutang debitur berdasarkan
perjanjian yang dibuat. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan dengan
tujuan menghindarkan risiko debitur tidak mampu melunasi utangnya.
Pendapat Thomas Suyatno, dkk
tentang fungsi jaminan adalah untuk :[53]
(1) Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari
hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut bila Debitur wanprestasi yaitu
tidak melunasi utangnya pada waktu yang telah ditentukan ; (2) Menjamin agar
nasabah/Debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya,
sehingga mencegah kemungkinan meninggalkan usaha atau proyeknya dengan
merugikan diri atau perusahaannya; (3) Memberi dorongan kepada Debitur untuk
memenuhi perjanjian kredit.
Dengan
demikian, jaminan memiliki kedudukan yang penting dalam pemberian kredit karena
dengan adanya jaminan bank/kreditur memiliki rasa aman dan kepastian
dilunasinya kredit yang ia berikan.
3.
Macam-macam
Lembaga Jaminan di Indonesia
Pendapat tentang
lembaga jaminan dikemukakan oleh M. Bahsan sebagai berikut :[54]
Di antara peraturan perundang-undangan yang berlaku
tersebut terdapat pula yang mengatur atau yang berkaitan dengan penjaminan
utang yang selanjutnya sering disebut sebagai hukum jaminan. Disamping diatur
di dalam peraturan perundang-undangan, hukum jaminan juga terdapat di dalam KUH
Perdata, KUH Dagang, dan beberapa undang-undang tersendiri yang ditetapkan
secara terpisah.
Lebih
lanjut pengikatan untuk jaminan kebendaan, atau yang lebih dikenal dengan
Lembaga Jaminan di Indonesia adalah sebagai berikut :
3.1. Hak Tanggungan, Lembaga Hak
Tanggungan diatur dalam UU No. 4/1996 yang disahkan pada tanggal 9 April 1996.
Menurut Pasal 1 Ayat (1) definisi hak Tanggungan adalah :[55]
“Hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan terdapat beberapa unsur pokok dari Hak
Tanggungan, yaitu : (a) Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan
utang; (b) Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA; (c) Hak
tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat
pula dibebankan berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu; (d) Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu; (e) Memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur
lain.
3.2.
Hipotik
Istilah
hipotik (hypotheek) berasal dari hukum Romawi yaitu hypoteca,
artinya adalah penjaminan atau pembebanan.
Hipotik
menurut Pasal 1162 KUH Perdata adalah :
[56]
“Suatu
hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan”
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor
4/1996, maka kelembagaan hipotik diberlakukan hanya untuk objek kapal.
3.3.
Gadai
( Pand )
Gadai
atau pand merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak yang
diatur dalam KUH Perdata. Pengertian gadai terdapat dalam Pasal 1150 KUH
Perdata, berbunyi :[57]
“Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya
oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan dan memberikan kekuasaan
kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara
didahulukan daripada kreditur lainnya, dengan kekecualian untuk mandahulukan
biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah digadaikan.”
Dari
definisi tersebut dapat dilihat beberapa unsur pokok gadai, yaitu; (a) Gadai
lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang
gadai ; (b) Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau
orang lain atas nama debitur ; (c) Barang yang menjadi objek gadai atau barang
gadai hanyalah barang bergerak ; (d) Kreditur pemegang gadai berhak untuk
mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditur-kreditur
lainnya.
Syarat
yang utama dalam perjanjian gadai adalah penguasaan benda oleh kreditur (inbezitstelling)
dan apabila benda tidak dikuasai oleh kreditur gadai tersebut batal demi hukum[58] dan gadai
akan hapus apabila benda objek gadai tersebut keluar dari kekuasaan kreditur,[59] kecuali
apabila hilang atau dicuri dari kreditur. Penguasaan benda bergerak oleh
kreditur merupakan suatu publikasi kepada umum dan untuk menunjukan bahwa hak
kebendaan berupa gadai atau pand atas benda bergerak tersebut berada dalam
tangan kreditur.
3.4.
Fidusia
Fidusia
berasal dari kata “fides” yang berarti “kepercayaan”. Dalam terminologi
Belanda secara lengkap disebut Fiduciaire Eigendomsoverdracht atau dalam
bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership yang kemudian
diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai “Penyerahan Hak Milik Secara
Kepercayaan”. Sama halnya dengan pengertian fidusia dalam beberapa
yurisprudensi jaminan fidusia yang dapat disimpulkan bahwa fidusia diartikan
sebagai penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak sebagai
jaminan.[60] Dalam hal ini
yang ditekankan adalah segi “penyerahan hak milik”. Namun berbeda dengan UU No.
42/1999, yang membedakan arti fidusia dan jaminan fidusia.[61]
UU No. 42/1999 dalam Pasal 1
angka 1 menyatakan pengertian fidusia sebagai berikut:
“Fidusia
adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda.”
Selanjutnya
pada Pasal 1 Angka 2 UU No. 42/1999 dicantumkan pengertian Jaminan Fidusia
sebagai berikut: [62]
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No. 5847 hal 1B-3B) tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Penerima Fidusia terhadap Kreditur lainnya.”
Dalam
jaminan fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksud semata-mata sebagai
jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima
fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal
1 Butir 1 UU No. 42/1999. Bahkan sesuai dengan Pasal 33 UU No. 42/1999, setiap
janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda
yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, akan batal
demi hukum.
Jaminan
fidusia mengambil wujud “penyerahan hak milik secara kepercayaan” atau disebut fiduciare
eigendoms overdracht. Secara kepercayaan artinya tidak untuk betul-betul
dimiliki. Dalam hal ini ada selisih pendapat di antara para sarjana. Di satu
pihak ada yang berpendapat, kreditur pemegang jaminan fidusia dengan penyerahan
atau pengalihan tersebut benar-benar telah menjadi pemilik benda jaminan dengan
hak-hak sebagai yang dipunyai seorang pemilik, tetapi di lain pihak
berpendapat, kreditur pemegang jaminan atau Fiduciarius terhadap pihak
ketiga berkedudukan sebagai pemegang gadai yang tak memegang benda jaminan (bezitloss
pandrecht), karena para pihak memang tidak benar-benar bermaksud untuk
mengalihkan hak milik atas benda jaminan dan dalam prakteknya para pihak
mengadakan kesepakatan yang membatasi hak-hak kreditur sampai sejauh hak
seorang pemegang jaminan saja.
Apabila
dilihat kembali, akar kata kredit adalah credere yang berarti “saya
percaya”, demikian pula dengan fidusia yang berakar kata fides yang
berarti “kepercayaan”. Ditambah lagi, pada peranan bank sebagai lembaga
intermediasi, terdapat hubungan antara bank dan nasabah yang didasarkan pada
dua unsur terkait yaitu hukum dan kepercayaan. Dengan demikian, sebenarnya
kepercayaan memang menjadi dasar baik pemberian kredit serta pembebanan jaminan
dan/atau agunannya.
3.5.
Cessie
Pada
dasarnya cessie bukanlah merupakan lembaga jaminan seperti halnya dengan hak
tanggungan, hipotik, gadai, fidusia. Dalam praktek perbankan, cessie digunakan untuk memperjanjikan
pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit.
Di
lingkungan perbankan, Cessie merupakan cara penyerahan barang
jaminan untuk tagihan-tagihan, misalnya deposito, simpanan dan tagihan pada pihak
ketiga. Praktek yang memasukan cessie kepada lembaga jaminan adalah tidak
tepat, mengingat cessie sebenarnya merupakan pengalihan tagihan dengan tata
cara yang telah ditentukan.
Dasar
penyerahan piutang tercantum dalam Pasal 613 KUH Perdata, berbunyi : [63]
“Penyerahan
akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan
dengan jalan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana
hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.”
Penyerahan
yang demikian bagi si berhutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan
itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan
tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu;
penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan
surat disertai dengan “endorsement”
E. Tinjauan
Tentang Wanprestasi
Wanprestasi adalah
tindakan ingkar janji yang terjadi karena adanya perjanjian yang dibuat
sebelumnya, terutama adanya perjanjian utang piutang. Di dalam perjanjian sudah
pasti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang membuat
perjanjian.
Berbicara tentang utang
piutang sebagai sebuah perjanjian, Gatot Supramono dalam bukunya mengatakan :[64]
Utang-piutang sebagai sebuah
perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban kepada kreditur dan debitur yang
bertimbal balik. Inti dari perjanjian utang piutang adalah kreditur memberikan
pinjaman uang kepada debitur yang wajib dikembalikan dalam waktu yang telah
ditentukan disertai dengan bunganya. Pada umumnya pengembalian uang dilakukan
dengan cara mengangsur setiap bulan.
Peristiwa yang banyak
terjadi di bidang utang piutang, pengembalian utang yang wajib dibayar oleh
debitur acapkali tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Ada yang beberapa kali
membayar angsuran utang, debitur tidak lagi dapat membayarnya. Di didang
perbankan keadaan seperti ini disebut dengan kredit macet. Ada juga debitur
yang utangnya sudah jatuh tempo tidak dapat membayar, tetapi beberapa waktu
kemudian debitur mampu melunasi utangnya.
Baik utang yang hanya
dibayar sebagian maupun pelunasan utang yang dilakukan setelah jatuh tempo termasuk
wanprestasi atau ingkar janji. Berbagai macam alasan debitur melakukan
wanprestasi, seperti usahanya merugi, kebjiakan pemerintah, atau bencana alam.
Selanjutnya
pendapat Abd. Thalib di dalam bukunya mengatakan :[65]
Istilah wanprestasi dalam buku
perikatan dapat diartikan sebagai suatu kelalaian dan atau ingkar janji.
Bentuk-bentuk wanprestasi itu antara lain adalah tidak melaksanakan prestasi (prestatie) sama sekali, melaksanakan
prestasi tetapi hanya sebagian, melaksanakan prestasi tetapi terlambat,
melaksanakan prestasi namun tidak sebagaimana mestinya.
Masih
tentang wanprestasi, Miriam Darus Badrulzaman berpendapat di dalam bukunya :[66]
Di dalam kenyataan, tidak mudah untuk
menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan, karena seringkali
ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk
melaksanakan perjanjian tersebut, bahkan di dalam perikatan di mana waktu untuk
melaksanakan prestasi itu pun ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan
sendirinya. Yang mudah untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan
ialah pada perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Apabila orang itu melakukan
perbuatan yang dilarang tersebut maka ia tidak memenuhi perikatan.
Hal
kelalaian/ wanprestasi pihak yang berwajib (debitur) harus dinyatakan terlebih
dahulu secara resmi yaitu dengan memperingatkan si berhutang bahwa si
berpiutang menghendaki pembayaran/ pemenuhan janji seketika atau dalam jangka
waktu pendekatan menurut waktu yang ditentukan dalam surat pemberitahuan.
Peringatan/ somatie ini dilaksanakan
oleh juru sita Pengadilan di mana somatie ini harus dilaksanakan secara
tertulis dalam bentuk akta. Menurut pasal 1238 KUH Perdata, pihak debitur mulai
berada dalam keadaan ditagih yakni dengan; (a) menerima perintah/ surat yang
ditujukan ke arah itu; (b) atas kekuatan perjanjian itu sendiri yaitu apabila
menurut perjanjian telah ditetapkan/ dianggap sejak semula jangka waktu dan
waktu itu sudah lampau, sedangkan debitur belum melaksanakan janjinya.
Pendapat
tentang perjanjian dan wanprestasi juga disampaikan oleh Sarwono di dalam
bukunya sebagai berikut :[67]
Apabila salah satu pihak atau
lebih dalam suatu perjanjian yang telah disepakati bersama tidak memenuhi
prestasi dalam suatu hubungan keperdataan dinamakan wanprestasi atau ingkar janji.
Jika ternyata dalam hubungan hukum tersebutada salah satu pihak atau lebih
tidak memenuhi prestasi yang telah ditentukan baikitu oleh undang-undang maupun
kesepakatan yang telah mereka buat melalui perjanjian, maka pihak yang tidak
memenuhi prestasi dapat diajukan tuntutan untuk memenuhi prestasi di
persidangan pengadilandengan alasan telah terjadi wanprestasi. Dalam praktek
hubungan keperdataan, jika terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh salah
satu pihak atau lebih yang telah terikat dalam suatu perjanjian, umumnya
langkah yang diambil oleh pihak yang dirugikan adalah mencegah pihak yang telah
melakukan wanprestasi baik yang dilakukan dengan sengaja maupu lalai dengan
cara diberikan peringatan sampai 3 (tiga) kali untuk mengingatkan agar pihak yang
melakukan wanprestasi untuk memenuhi prestasinya, tetapi jika dalam upaya untuk
mencegah adanya wanprestasi dengan cara kekeluargaan tidak berhasil, maka pihak
yang dirugikan dapat mengajukangugatan ke pengadilan untuk mendapatkan
penyelesaian dan keadilan yang seadil-adilnya. Dengan adanya wanprestasi yang
dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih, dapat dijadikan dasar atau alasan
yang sah untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
[40] Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru No. 6 Tahun 2012
Tentang Retribusi Pelayanan Pasar, Pasal 1 angka 8
[41] Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru No. 6 Tahun 2012
Tentang Retribusi Pelayanan Pasar, Pasal 9-12
[44] Ibid
[45] Mariam Darus
Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Almuni, Bandung, 1983, hlm. 70
[47] Kartono,
Hak-hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hlm.12
[48] Johanes
Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian
Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 1.
[49] Undang-undang
RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 8.
[50] Undang-undang RI
No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Penjelasan Pasal 8.
[51] Johanes
Ibrahim, op. cit, hlm. 75-76.
[52] Ibid, hlm. 78
[53] Thomas Suyatno,
dkk., Dasar-dasar Perkreditan, Edisi ke 4, PT Gramedia, Jakarta, 1995,
hlm. 12.
[54] M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan
Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 7.
[55]
Undang-undang RI No. 6 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Pasal 1 ayat (1)
[56] Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1162
[57] Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150
[58] Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1152 ayat (2)
[59] Kitab
Undang-undang Hukum perdata Pasal 1152 ayat (3)
[60] Mariam Darus
Badrulzaman, op.cit, hlm. 91.
[61] Tan Kamelo, Hukum
Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung, 2004,
Hal 265.
[62] Undang-undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, Pasal 1 angka 2
[63] Kitab Undang-undang
Hukum Perdata Pasal 613
[64] Gatot
Supramono, op. cit., hlm. 147.
[65] Abd Thalib,
dkk, op. cit., hlm. 169.
[66] Miriam Darus
Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum
Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 19.
[67] Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik,
Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 305.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar